Kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental terus meningkat belakangan ini. Pada saat yang sama, jumlah orang yang terdiagnosa anxiety dan depresi terus bertambah.
Kehidupan di era modern yang serba cepat dan tidak menentu juga membuat orang merasa kesepian dan berujung stres. Britania Raya bahkan memiliki “Kementerian Kesepian” (Ministry of Loneliness) yang berfokus pada usaha untuk mengurangi tingkat kesepian di negara tersebut.
Syaikh Abdal Hakim Murad, pendiri Cambridge Muslim College, mengungkapkan dalam sebuah video bahwa puasa dapat menjadi coping mechanism dari berbagai mental illness.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh ajaib mukmin itu. Apa saja yang terjadi itulah yang terbaik untuknya. Semua itu hanya ada pada diri seorang mukmin. Jika ia mendapat kegembiraan ia bersyukur dan itu yang terbaik untuknya. Dan jika ia mendapat kesedihan ia bersabar dan itu juga yang terbaik untuknya.”
Hadits di atas, kata Syaikh Murad, menunjukkan hubungan erat antara agama dengan kesehatan mental. Dalam kondisi apapun, seorang Mukmin selalu memiliki kesempatan untuk berbuat yang terbaik.
Lebih lanjut, Syaikh Murad menilai saat ini manusia hidup di zaman ketidakseimbangan. Salah satu indikasinya adalah tingginya angka anxiety dan depresi di tengah masyarakat modern. Meski hidup di era yang lebih maju, keadaan mental kita lebih buruk daripada yang pernah ada.
“Dengan puasa, kita mengembalikan metabolisme tubuh kita menjadi seperti pada masa berburu dan meramu, ketika tubuh manusia tidak menerima makanan selama satu hari, bahkan lebih,” terangnya dalam video.
Syaikh Murad berpendapat bahwa tubuh kita secara alami didesain untuk pola konsumsi seperti ini, di mana terdapat jarak cukup lama tanpa makan dan minum. Mengadopsi pola konsumsi seperti ini dalam hidup dapat meningkatkan kesehatan kita.
“Tubuh manusia berorientasi pada makanan sehat yang dikonsumsi secara berkala, bukan pada kebiasaan mengonsumsi makanan ringan dari waktu ke waktu,” ungkapnya lagi.
Hal lain yang kita temui saat bulan Ramadhan adalah kita lebih banyak menghafal. Ramadhan adalah bulan al-Qur’an, di mana intensitas kita dalam mendarasnya lebih tinggi daripada bulan-bulan lainnya. Para imam masjid menaruh perhatian besar pada hafalan yang dimilikinya supaya bisa mengimami sholat tarawih dengan lancar.
“Otak kita pada dasarnya dikonstruk untuk menghafal. Sebelum adanya ponsel dan laptop, manusia menggunakan kapasitas otaknya secara penuh untuk menghafal berbagai materi dan pengetahuan,” kata Syaikh Murad. “Dalam banyak budaya, menghafal merupakan kemampuan yang dihargai dan dihormati. Oleh karena itu, kita hendaknya menjaga hafalan dengan baik.”
Bahkan ketika kita hanya memiliki tabungan satu juz atau kurang, kita harus tetap menjaganya supaya bisa mengambil manfaat darinya. Lebih baik jika kita bisa menambah hafalan yang kita miliki.
Selain hal di atas, bulan puasa juga menjadi waktu untuk melakukan berbagai aktivitas sosial. Tarawih di masjid dan acara buka bersama adalah momen untuk bertemu dengan banyak orang dan berkomunitas. Pedagang yang berjajar di pinggir jalan turut memeriahkan suasana bulan puasa.
“Kesempatan ini juga bisa kita gunakan untuk merangkul orang-orang yang jauh dari komunitasnya seperti para pengungsi, mualaf, dan perantau. Orang-orang seperti inilah yang perlu kita pastikan mereka tidak menghabiskan Idul Fitri seorang diri,” ungkap Syaikh Murad. “Hal ini sesuai dengan hadits yang mengibaratkan umat sebagai satu tubuh dalam hal mencintai, mengasihi, dan menyayangi. Konsep seperti ini menjadikan Ramadhan sebagai bulan yang memungkinkan kita untuk menjadi lebih sehat secara fisik, mental, serta sosial.”