Hari Asyuro merupakan hari yang sangat mulia. Kemuliannya itu karena terdapat pada bulan yang dijuluki syahrullah (bulannya Allah) yakni bulan Muharram. Pada hari ini disunahkan untuk bersedekah yang pahalanya seperti sedekah selama setahun. Selain itu, terdapat kisah sedekah yang menakjubkan dalam kitab Irsyadul Ibad karya Syekh Zainuddin al-Malibari yang dihikayatkan oleh al-Yafi’i.
Al-Yafi’i mengisahkan bahwa pada hari Asyuro ada seorang qadli kaya di Ray (salah satu kota di negara Iran) yang dimintai pertolongan oleh seorang fakir. Orang fakir itu membutuhkan 10 potong roti, lima potong daging, dan uang dua dirham untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Kemudian, qadli tersebut berjanji akan memenuhi kebutuhannya itu ketika waktu Dzuhur tiba. Namun sampai waktu Ashar tiba, qadli tersebut belum memenuhi kebutuhan si fakir, sehingga dia merasa sakit hati, lalu pergi dengan membawa rasa sedih yang mendalam dan tangan hampa.
Di tengah perjalan pulang, si fakir bertemu dengan seorang nasrani yang sedang duduk di depan pintu rumahnya. Lalu, dia meminta belas kasihan kepada nasrani itu demi kemulian hari Asyuro yang dia ceritakan sesaat kemudian. Lalu, si nasrani merasa tertarik sehingga tak berpikir panjang langsung menyanggupi, memenuhi dan memberikan kebutuhan si fakir dengan harapan ikut mendapat kemuliaan berkat memuliakan hari Asyuro.
Tak hanya itu, demi menggapai ridha dan kemulian di hari Asyuro, si nasrani tidak memberikan sesuai dengan permintaan si fakir, akan tetapi dia melebihkan dari permintaannya itu. Nasrani tadi memberikan 10 kantung gandum, 100 kantong daging dan uang 20 dirham.
Lebih dari itu, si nasrani menjamin biaya hidup setiap bulan bagi si fakir dan keluarga selama dirinya masih hidup. Sehingga hal itu membuat si fakir makin senang, tenang dan dia pun pulang ke rumah dengan riang. Dengan kata lain, si nasrani memberi sesuai kemampuan dirinya sementara si fakir meminta sesuai kebutuhannya.
Ketika malam tiba, qadli kaya tadi pulang dan tidur. Di tengah tidurnya dia bermimpi ada suara yang memanggil dan memerintahkan untuk segera melihat keadaan sekeliling. Ternyata, qadli itu melihat sebuah istana yang indah, terbuat dari emas dan perak. Di sisi lain dia melihat sebuah istana indah yang terbuat dari yaqut merah. Dengan demikian, ada dua istana yang dia lihat.
Lalu, qadli itu bertanya terkait siapa pemilik kedua istana itu? Kemudian ada suara yang menjawab bahwa istana itu tadinya akan diberikan padanya, jika dia memenuhi kebutuhan si fakir. Namun, dirinya malah enggan membantu dan enggan memenuhi kebutuhan fakir, sehingga kedua istana itu diberikan pada nasrani yang baik hati, memuliakan hari Asyuro dan memenuhi kebutuhan fakir.
Setelah mendengar penjelasan itu, si qadli langsung terbangun dari tidurnya dalam keadaan takut, gelisah, bimbang, menyesal dan mencela dirinya sendiri.
Keesokan harinya, qadli itu menemui si nasrani. Lalu menceritakan mimpi itu dan meminta si nasrani untuk menjual amal baik tersebut ke si qadli, bahkan si qadli sanggup membayar dengan harga 600.000 dirham. Mendengar cerita dan tawaran tersebut, si nasrani enggan untuk menjual kebaikannya kepada si qadli, karena menurutnya amal yang diterima itu sangat mahal dan tidak bisa dihargai meskipun dengan seluruh isi bumi.
Si nasrani menjawab dengan begitu mantap dan penuh keyakinan. Akan tetapi lain halnya dengan qadli, dia merasa heran dan aneh. Lantas dia bertanya terkait agama si nasrani, mengingat dirinya itu bukanlah seorang Muslim. Tak berpikir lama, pertanyaan tersebut dijawab oleh si nasrani dengan ucapan dua kalimat syahadat yang terdengar secara jelas, nyata dan tak terduga. Dengan demikian, resmilah dirinya menjadi seorang Muslim dan layak mendapatkan kedua istana tersebut, kelak di akhirat.
Berdasarkan kisah ini, terdapat pesan moral dan hikmah yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat terutama di tengah pandemik ini, diantaranya adalah: pertama, bergegaslah dalam melakukan amal shalih dan jangan menunda-nunda apalagi sampai terdahului orang lain. Hal itu agar tidak menjadi penyesalan di kemudian hari. Kedua, segera penuhi kebutuhan fakir miskin apalagi yang sangat membutuhkan seperti yang terdapat pada kisah di atas.
Ketiga, berlomba-lomba dalam kebaikan untuk menggapai ridha Allah SWT. Keempat, hargai setiap momen dan waktu yang Allah anugrahkan. Kelima, tidak meminta-minta kecuali sangat butuh yang mengancam maqasid syariah serta tidak memberi kecuali sesuai kemampuan diri.
Keenam, segera berikan kelebihan harta kepada orang yang meminta-minta dan sangat membutuhkan. Alangkah baiknya dengan memberikan barang terbaik dan dilebihkan dari yang diminta. Ketujuh, memberikan barang jadi yang diperlukan peminta memang baik, tapi lebih baik jika pemberi memberi pelatihan untuk pengembangan potensi diri yang akan bermanfaat sebagai bekal bagi diri peminta, agar dikemudian hari dia mampu menghidupi diri sendiri tanpa berpangku tangan pada orang lain, bahkan mungkin mampu untuk menghidupi orang lain.
Kedelapan, yakin dengan balasan dari Allah SWT atas segala sesuatu yang telah dilakukan. Karena setiap orang yang menanam, pasti akan menuai hasil tanamannya itu. Kesembilan, jangan bersedih atas segala kesulitan hidup di dunia karena Allah pasti akan memberikan jalan keluar bagi hamba-Nya.
Kesepuluh, melakukan perbuatan baik kepada sesama tanpa harus pandang bulu dan tidak membeda-bedakan antara suku, agama, ras, dan adat budaya. Kesebelas, setiap momen yang terjadi selalu ada skenario Allah SWT untuk manusia yang terpatri pada hukum sebab-akibat. Pada kisah tersebut, hukum sebab-akibat yang tampak adalah qadli mengakhirkan untuk memenuhi kebutuhan si fakir menjadi sebab pendorong si nasrani untuk berbagi kasih dan berbuat baik. Adapun akibat akhir dari kejadian itu adalah sadarnya si qadli dan masuk Islamnya si nasrani. Sehingga tidak ada yang keliru dalam hal ini, tetapi terdapat penyesuaian antar masing-masing kejadian.