Salah satu corak yg membedakan Islam di Idonesia dgn Islam di tempat lain adalah bentuk syukur yg sangat ekspresif. Yaitu syukur yg diejawantahkan secara kaffah (sempurna). Syukur tidak hanya diartikulasikan melalui ucapan selamat (bil-lisan) disertai perasan yg mendalam di hati (bil-janan), tetapi juga direpresentasikan melalui berbagai tindakan nyata (bil-arkan) yg ekspresif.
Pada mulanya ekspresi syukur ini terbentuk secara naluriah. Ekspresi ini merupakan ungkapan perasaan yg dengan sendirinya muncul sebagai reaksi atas suksesnya sebuah misi besar. Seperti melampaui ibadah puasa selama sebulan, atau melewati masa sembilan bulan mengandung lengkap dgn proses melahirkan, dll. Ekspresi syukur ini bisa jadi merupakan reaksi atas satu anugrah istimewa, semisal hujan yg menandai berakhirnya masa kemarau, atau panen raya yg sangat melimpah dan lain sebagainya.
Perasaan syukur yg alamiah ini seringkali diperagakan oleh umat muslim di Indonesia dengan sangat ekapresif. Begitu ekspresifnya, seperti bungkus kado yg indah menyembunyikan amal ibadah di dalamnya dgn sangat rapi dan aman. Perintah menggelorakan takbir di malam idul fitri dirayakan dengan takbir keliling. Memukul bedug bertalu-talu mengelilingi kampung dengan meriakkan “Allahu Akbar wa Lillahil Hamd”.
Di sebagian daerah shalat sunnah idul fitri yg menandai kebebasan kembali makan di siang hari (setelah sebulan berpuasa), tidak hanya diamalkan dengan dua rekaat dan khutbahnya. Tetapi diperlengkapi dengan sarapan bersama-sama menggunakan talam besar yg di Jawa dikenal dengan Ambengan.
Begitu juga perintah Islam untuk mejaga bersilaturrahim dan saling memaafkan, mendapatkan momentumnya dalam Halal bi Halal. Yaitu satu ruang istimewa dalam bulan syawal yg dapat mempertemukan sanak saudara yg selama ini terpisah karena urusan indifidual. Sebuah momen kumpuling balung pisah yg hanya ada di Indonesia.
Begitu berharganya momen2 tersebut bagi seorang hamba, sehingga sebesar apapun rasa syukur yg diekspresikan tidak akan mampu menandingi ni’mat dari Nya. Ekspresi ini merupakan apresiasi minimalis dari seorang hamba kepada Allah Tuhan Yang Maha Maksimal. Ekspresi ini juga merupakan sebuah rayuan yg dipersembahkan semoga Allah memberikan yg lebih bernilai di hari/kesempatan kemudian. Seorang hamba harus yakin dengan janji-Nya “Lain syakartum la aziidannakum…”
Apalagi jika umat Muslim berpikir kembali, apakah faktor utama yg masih dapat menjadikan negeri ini sebagai hunian yg nyaman? ketika bangsa ini kesohor dgn korupnya, masyhur dgn politik dagang sapi, terkenal dgn sentimen ras agamanya, fitnah media sosialnya, dll? Kecuali anugrah dariNya, Alhamdulillah… Indonesia masih dijaga olehNya.
Sayangnya, tidak semua muslim di Indonesia memahami hal ini. Banyak dari mereka yg silau dengan bungkus kado, tidak mengerti fungsi dan kegunaannya. Mereka tidak memahami bahwa banyak kado persembahan yg nilainya jauh berharga bagi seorang kekasih bila diekspresikan dengan asesaoris yg indah2. Mereka terlalu khawatir amal ibadah itu tertelan dengan kemeriahan bungkunya. Itulah tanda2 orang sombong, orang yg lebih mengandalkan amal ibadahnya, dr pada kemurahanNya. Mereka harus belajar mamaknai Alhamdulillah dan memahami konsep syukur. Sebagaimana mereka belajar mengeja ayat :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Selamat hari raya ketupat
Mhn maaf bila ada yg hilaf