Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 3)

Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 3)

Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 3)
haji dan umroh

Selain memantapkan tauhid, haji juga bertujuan untuk mendidik akhlak dan membersihkan manusia dari sifat-sifat buruk dan tercela. Oleh sebab itu, haji dapat dikatakan sebagai tempat perbaikan moral. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa hal yang yang mesti diperhatikan dan dijaga, seperti tidak boleh berkata kotor, berbuat fasik, dan berdebat. Aturan ini sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT dalam firman-Nya:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Artinya:

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh berkata kotor (keji), berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal” (QS al-Baqarah: 197).

Apabila terbiasa berkata kotor dan bermaksiat sebelum beribadah haji, maka usahakan sekuat mungkin agar kebiasaan tersebut tidak terulangi ketika haji. Menjauhi kebiasaan ini diharapkan tidak hanya saat beribadah haji, tapi mesti dibiasakan setelah ibadah haji, sebab larangan ini tidak berlaku sebatas saat haji semata.

Orang yang mampu menahan diri dari perbuatan buruk, dia akan mendapatkan balasan dan dosanya diampuni oleh Allah SWT. Bahkan, setelah melakukan ibadah haji, dia diumpakan seperti bayi yang baru lahir. Nabi SAW bersabda:

مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ، وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

Artinya:

“Barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, dan ia tidak berkata kotor, dan tidak melakukan kefasikan, maka ia akan kembali suci sebagaimana bayi yang baru dilahirkan ibunya” (HR Ibnu Majah).

Perkataan Nabi ini sekaligus imbauan bertobat kepada jemaah haji. Mendiamkan diri dalam perbuatan maksiat merupakan kesalahan fatal. Mumpung berada di baitullah berdoalah, minta ampunlah sebanyak-banyaknya, dan bertobat agar semua dosa yang pernah dilakukan diampuni oleh Allah SWT. Dengan memperbanyak tobat, serta mengindahkan perintah dan larangan Tuhan, adalah salah usaha untuk mencapai haji mabrur.

Seperti yang kita saksikan, lebih dari ratusan juta orang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Mereka datang dari berbagai belahan dunia. Tak ayal jika beribadah kita merasa kesulitan dan berdesak-desakan. Pada saat situasi seperti ini, menjaga diri sangatlah penting.

Apalagi setan tidak pernah berhenti merayu dan menggonda manusia. Jangan sampai berkata kotor atau marah-marah di saat ada orang lain yang menyenggol atau menginjak kaki kita misalnya. Kalau kita memiliki tubuh yang kuat dan besar, jangan pergunakan tubuh kita itu untuk menzalimi orang lain. Terkadang kita terlalu bernafsu dalam beribadah. Akibatnya, banyak orang yang tersakiti lantaran ego ibadah terlalu besar.

Terkait hal ini, Nabi Muhammad SAW pernah mengingatkan Umar bin Khatab ketika hendak mencium hajar aswad. Beliau mengatakan:

يَا عُمَرُ، إِنَّكَ رَجُلٌ قَوِيٌّ، لَا تُزَاحِمْ عَلَى الْحَجَرِ فَتُؤْذِيَ الضَّعِيفَ، إِنْ وَجَدْتَ خَلْوَةً فَاسْتَلِمْهُ، وَإِلَّا فَاسْتَقْبِلْهُ فَهَلِّلْ وَكَبِّرْ “

Artinya:            

“Wahai Umar, engkau adalah pria yang kuat, jangan berdesak-desakan untuk hajar aswad, karena itu dapat menyakiti orang lain. Kalau kondisinya sedang sepi, maka ciumlah batu tersebut. Jika tidak, cukup menghadap ke arah batu, lafalkan talbiyah, dan takbir” (HR Ahmad).

Ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Mendahulukan kesalamatan orang lain lebih diutamakan daripada memaksakan kepentingan pribadi kita. Terlebih lagi saat mengerjakan amalan-amalan yang bersifat sunah. Ada banyak keringanan bila tidak mampu mengerjakannya.

Mencium hajar aswad memang tidak mudah, terutama saat kondisi ramai. Butuh kesabaran dan ketahanan supaya dapat menciumnya. Namun harus ingat, sekalipun bertubuh besar dan kuat, tidak boleh memaksakan diri jika dikhawatirkan ada orang kecil, lemah, dan tua yang dapat tersakiti lantaran ulah kita. Karenanya, bersikap baik, lembut, dan sopanlah kepada sesama jemaah haji. Apalagi kita mengetahui bahwa jemaah haji itu adalah tamu Allah (wafdullah).

Di samping amalan baik dan tidak boleh berbuat fasik, Nabi SAW mewajibkan  agar ongkos dan fasilitas apa pun yang digunakan saat haji berasal dari harta dan usaha yang halal. Apa gunanya beribadah haji jika uang yang digunakan sebagai biaya haji berasal dari usaha yang haram, misalnya uang hasil korupsi. Rasulullah mengatakan:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ، وَلَا يَقْبَلُ إِلَّا الطَّيِّبَ

Artinya:

“Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik” (HR Ahmad).