Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 1)

Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 1)

Tujuan Ibadah Haji Menurut al-Qur’an dan Hadis (Bag. 1)
haji dan umroh

Hampir setiap ibadah yang diperintahkan Allah SWT kepada  manusia memiliki maksud dan tujuan (maqashid wa ahdaf). Sebab Islam bukan tipikal agama yang hanya sekedar menyuruh tanpa tujuan, memerintah tanpa dibarengi manfaat dan target yang jelas.

Apabila direnungi, dikaji, dan dipikirkan lebih dalam, tujuan akhir ibadah adalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, baik kemaslahatan duniawi maupun ukhrawi.  Allah SWT tidak mengambil keuntungan sedikitpun dari ibadah hamba-Nya. Bahkan nama besar Tuhan tidak akan rusak secuilpun meski tidak ada orang yang beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Mengetahui tujuan dan maksud ibadah merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar, supaya ibadah yang dikerjakan dapat berimplikasi nyata dalam tingkah laku sehari-hari. Seperti mobil, ia akan berfungsi dan bermanfaat jika pemiliknya mengetahui fungsi dan guna mobil secara baik, yaitu sebagai alat transportasi. Tetapi mobil tidak akan terlalu bermanfaat dan tidak maksimal penggunaannya, bila pemiliknya tidak mengetahui sama sekali fungsi dan kegunaannya.

Begitu pula dengan ibadah, manfaatnya akan terasa jika orang yang mengerjakannya mengetahui tujuan dan fungsi ibadah yang dikerjakannya. Hasilnya pun akan terlihat nyata dalam perilaku orang yang mengerjakannya. Orang yang mengetahui tujuan shalat dengan baik  tidak akan mengerjakan maksiat dan apa pun yang dilarang oleh Tuhan, minimal dia berusaha menjauhinya.

Orang yang mengetahui tujuan puasa tidak akan bergunjing, marah-marah, dan berkelahi saat sedang berpuasa. Karena tujuan kedua ibadah ini tidak hanya sebatas mendapat pahala dan balasan surga, namun juga membentuk  pribadi berakhlak mulia dan menumbuhkan sikap altruisme (peduli pada orang lain).

Bagaimana dengan haji? Seperti ibadah pada umumnya, haji mengandung banyak hikmah, rahasia, tujuan, dan kearifan. Menunaikan ibadah haji bukan berati sekedar bolak-balik ke Mekah. Puluhan juta biaya yang dihabiskan tidak akan ada gunanya jika manfaat ibadah haji itu tidak berbekas sedikitpun dalam diri kita.

Maka dari itu, mengetahui tujuan ibadah haji juga tak kalah pentingnya dibanding mempelajari tata cara pelaksanannya, supaya haji yang ditunaikan tidak melenceng dari maksud Tuhan mensyariatkannya. Siapa yang mampu memahami tujuannya dengan baik, serta berusaha mempraktikkannya saat ibadah haji atau pun setelahnya, niscaya hajinya akan direstui oleh Allah SWT (haji mabrur).

Pada hakikatnya, manfaat ibadah haji dapat diketahui melalui pengalaman pribadi. Masing-masing jemaah haji pasti memiliki pengalaman dan kenikmatan tersendiri ketika beribadah di tanah suci, yang berbeda antara satu sama lainnya. Selain pengalaman pribadi, tujuan ibadah haji (maqashid al-haj) dapat diketahui melalui bimbingan langsung Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Hal ini tentu dengan merujuk kepada al-Qur’an dan Hadis yang diwariskan Rasulullah SAW.

Sebenarnya ada banyak tujuan, hikmah, dan rahasia yang terkandung dalam  ibadah haji, baik yang disebutkan langsung al-Qur’an dan Hadis, atau melalui penjelasan dan pemahaman para ulama. Di antara tujuan ibadah haji ialah melanggengkan zikir kepada Allah,  menegaskan keesaan Allah SWT, membersihkan diri dari sifat tercela, meningkatkan ketakwaan,  mengindahkan perintah dan larangan Allah, dan memperkuat persaudaraan. Berikut rinciannya:

1. Melanggengkan Zikir Kepada Allah

Semua ibadah tujuannya mengingat Allah (zikir). Contohnya shalat, dalam al-Qur’an dinyatakan:

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

Artinya:

Yakinlah bahwa Aku adalah Allah yang tiada Tuhan selain-Ku. Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”(QS Thaha: 14).

Tujuan ibadah haji tampaknya tidak jauh berbeda dari tujuan shalat, yaitu sama-sama mengingat Allah dan melanggengkan zikir. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an:

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَاذْكُرُوهُ كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ

Artinya:

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’aril haram. dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat”  (QS al-Baqarah: 198).

Dalam hadis diriwayatkan Aisyah dikatakan:

إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَالسَّعْيِ بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ لِإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ

Artinya:

            “Sesungguhnya tujuan thawaf, sa’i antara shafa dan marwah, dan melempar jamrah ialah untuk mengingat Allah” (HR Ahmad).

Mengingat Allah dirasa penting dalam setiap ibadah, baik shalat, puasa, ataupun haji. Mengerjakan ibadah sembari tetap berzikir bukanlah perkara mudah. Banyak orang terjebak dan lupa kepada Allah SWT walaupun sedang beribadah. Nabi menyebut zikir sebagai jihad paling agung. Dalam hadis riwayat Ahmad dan Thabrani, seorang laki-laki bertanya kepada Nabi tentang jihad yang paling agung, Nabi Muhammad menjawab,“Orang yang paling banyak berzikir”.

Ibnu Qayyim mengatakan, “Sesungguhnya amalan paling utama ialah amalan yang disertai dengan banyak zikir; puasa yang utama ialah puasa yang dibarengi zikir, sedekah yang utama ialah sedekah yang disertai haji, dan haji yang utama ialah haji yang dilengkapi dengan banyak berzikir.”

Ibnu Rajab menambahkan, amalan paling utama saat haji ialah zikir. Allah memerintahkan di banyak tempat untuk memperbanyak berzikir. Rasulullah SAW bersabda:

أَفْضَلُ الْحَجِّ الْعَجُّ وَالثَّج

Artinya:

            “Haji yang afdhal adalah al-‘aj (mengeraskan suara saat takbir dan talbiyah) dan dan al-tsaj (dzkiri dengan suara keras saat menyembelih)” (HR Tirmidzi).

Kendati zikir sangat penting saat ibadah haji, namun perlu diingat yang dimaksud zikir tidak cukup sekedar melafalkan dalam lisan, tetapi mesti diiringi dalam hati. Bukan hanya lidah saja yang berzikir, tapi hati juga harus selalu mengingat Allah. Itulah yang dimaksud Allah dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Artinya: 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS Al-Anfal: 2).