Toleransi Kiai Ali

Toleransi Kiai Ali

Toleransi Kiai Ali

Suatu hari, seorang santri lapor Kiai Ali Maksum bahwa dirinya diminta Kiai Zainal menjauhkan pohon cemara dari dekat masjid. Kiai Zainal memandang pohon cemara identik dengan pohon yang dipakai sebagai perayaan hari raya Natal.

Dua tokoh kita dari Krapyak Jogjakarta ini memang punya karakter yang berbeda. Kiai Ali lebih longgar, kuat dalil aqli-nya, dan agak keluar dari kebiasaan para kiai, baik dari sisi bacaan kitabnya ataupun sikap dan perilakunya menghadapi persoalan.

Sementara almagfurlah Kiai Zainal Abidin, adik ipar Kiai Ali, kesohor sebagai kiai pemegang teguh tradisi fiqih Syafiiyah yang cenderung hati-hati (ihtiyath). Lebih-lebih soal akidah, kiai Zainal ketatnya bukan kepalang. Kalau ingin cari hukum membuat patung misalnya, salah sasaran, jika menghadap kiai Zainal. Sebab, beliau pasti dengan tegas menghukumi haram. Jangankan patung, pohon cemara saja musykil di depan beliau.

Mendapat laporan santrinya, kiai Ali maksum merespon dengan ringan. “Pohon tidak identik dengan agama tertentu. Jangan dipotong,” begitu kira-kira jawaban tanggapan kiai Ali.

Kisah di atas sebetulnya ringan saja. Kisah perbedaan bahkan dinamika yang lebih kenceng adalah kisah sehari-hari di pesantren. Namun, jika tidak dispikapi dengan tidak tepat, bisa berbuntut panjang. Dan Kiai Ali Maksum pandai menghadapi problem-problem keagamaan seperti di atas.

Jangankan kasus di atas, problem pelik yang pernah dihadapi Gus Dur pun pernah diselesaikan Kiai Ali dengan ringan dan tanpa heboh.

Saat Gus Dur diprotes banyak kiai karena sering ceramah di gereja, Kiai Ali pun menanggapi dengan santai. Waktu itu bisa dihitung kiai-kiai protes secara terbuka ke Gus Dur. Di samping Gus Dur adalah cucu dari Hadrotusy Syaikh Hasyim Asy’ari, juga pantangan memprotes kiai, bahkan kepala Negara, di muka umum. Ini soal etika, adab, atau akhlak.

Yang jadi sasaran adalah Kiai Ali Maksum, karena dinilai lebih dekat dan dianggap bisa menasehati sang Gus bernama Abdurrahman Wahid ini. Apa jawaban Kiai Ali atas protes itu?

“Kalau Dur Rahman yang berdakwah di sana, lalu kapan para pendeta mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alqur’an?” jawab Kiai Ali Maksum seperti yang diceritakan Kiai Bukhori Masruri dalam pengajian memperingati haul Kiai Ali Maksum.

Itulah almaghufrlah Kiai Ali Maksum, kiai kharismatik kelahiran Lasem Rembang 2 Maret 1915. Jadi Beliau menyelesaikan problem-problem keagamaan yang pelik dengan islami, dengan rasa toleransi, dengan tepat, dan tidak kalah penting, dengan santai. Apa kunci Kiai Ali dapat menghadapi semua urusan dengan mudah?

Jawabannya tidak lain adalah ilmu, ilmu yang mendalam, ilmu yang dijiwai, ilmu yang diamalkan. Kiai Ali dikenal sebagai kiai yang bacaannya lintas batas, lintas madzhab, begitu juga pergaulannya. Salah satu yang memengaruhi kosmopolitanisme Gus Dur adalah Kiai Ali Maksum, yang wafat di Jogjakarta, 7 Desember 1989.