Ternyata, Angka Kekerasan Perempuan Cukup Tinggi Ketika Covid-19 Ini

Ternyata, Angka Kekerasan Perempuan Cukup Tinggi Ketika Covid-19 Ini

Kekerasan Rumah Tangga juga terjadi ketika masa pandemi *

Ternyata, Angka Kekerasan Perempuan Cukup Tinggi Ketika Covid-19 Ini
Ilustrasi perempuan berdoa (Freepik)

Jakarta – Anggaran Dinas Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak di daerah alami pemotongan anggaran. Salah satunya di Sulawesi Tengah (Sulteng). Hal tersebut diungkap oleh Dewi Rana perwakilian dari Libu Perempuan.

”Saya kira dipotong sangat banyak, DP3A provinsi sendiri ada pemotongan anggaran 3 kali. Ini imbasnya pada rumah aman yang tidak jalan,” tegasnya pada pertemuan Pokja Pengarusutamaan Gender (PUG) Covid-19, belum lama ini.

Berdasarkan data yang dihimpun, di sejumlah daerah mengalami keadaan yang sama, misalkan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jogjakarta. Di 3 propinsi tersebut, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat. Menurut data-data SIMFONI PPA per 2 Maret-25 April 2020 tercatat 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban sebanyak 277 orang dan 368 kasus kekerasan yang dialami anak, dengan korban sebanyak 407 anak.

Melihat keadaan ini, salah satu penggagas Pokja PUG Ruby Kholifah sangat menyayangkan hal tersebut. Sementara sampai saat ini belum ada ketentuan kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mekanisme layanan korban kekerasan selama pandemi berlangsung, dengan menyesuaikan kondisi pembatasan sosial. ”Dua hal ini menjadi hal sangat penting untuk diatasi di tengah pandemik,” tegasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati mengatakan, pentingnya kolaborasi masyarakat sipil menguatkan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk meningkatkan upaya perlindungan perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dalam masa pandemi ini.

Pertama adalah membangun sinergisitas dan koordinasi regular dengan Kementrian/Lembaga (K/L) lainnya dalam pelaksanaan PUG di setiap kebijakan, program dan anggaran negara. Sehingga dapat dipastikan bahwa PUG menjadi prinsip dan nilai di setiap K/L negara dalam melakukan penanganan dan penanggulangan bencana.”Terutama anggaran untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak dipotong. Mengingat selama pandemic, angka kekerasan kemungkinan akan meningkat,” terangnya.

Kedua, membuat juklak dan juknis untuk implementasi PUG dalam lingkup kebencanaan alam dan non alam. Baik dalam kebijakan, program dan anggaran bagi semua K/L sehingga terbangun perspektif yang sama dalam upaya menciptakan kehidupan yang adil dan setara. Ketiga, melakukan upgrading fungsi P2TP2A atau Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dengan memperkuat sumber daya manusianya, melibatkan lembaga pengada layanan lainnya secara teintegrasi,memberikan dukungan anggaran, memberikan fasilitas shelter yang aman dan nyaman bagi korban dan memastikan tetap dapat dijangkau oleh korban selama pandemi.

Upaya penanganan kasus KTPA seharusnya tetap dilakukan secara komprehensif  melalui kerjasama dengan berbagai pihak non pemerintah, termasuk kelompok perempuan. Perlu diapresiasi bahwa KPPPA telah memiliki sistem data SIMFONI yang dapat menunjukkan situasi kekerasan yang dialami oleh perempuan dan anak yang terkoneksi dari level nasional sampai desa. Hal ini perlu terus didorong agar sistem data tetap update dan mengalami pemutakhiran sistem.

Sistem data pengaduan kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk data based yang terbuka dan terintegrasi dengan semua Pengada Layanan di seluruh Indonesia untuk melaporkan secara regular tentang perkembangan kasus dan penanganan korban selama masa pandemi secara komprehensif,” terangnya sebagai penggagas pokja covid-19.

Di tempat yang sama, Ketua Kalyanamitra, Listyowati menerangkan, perlunya pendataan yang terperinci untuk ditindaklanjuti secara tepat sesuai jenis kekerasan, jenis kelamin, usia, dan disabilitas. Selain itu, memerhatikan bahwa anak perempuan memiliki kerentanan berbeda. Termasuk risiko terhadap perkawinan anak, kekerasan seksual, kekerasan emosional, eksploitasi, dan bentuk kekerasan lainnyan sehingga perlu upaya pencegahan, layanan, serta penanganan dan pendampingan yang komprehensif dan bersinergi dengan lembaga/institusi lain di seluruh level.

Hal terakhir adalah Melakukan penguatan layanan pengaduan cepat, terjangkau dan mudah. Contoh baik sudah dimulai dengan adanya hotline 112 yang dikembangkan oleh UPTD PPA melalui Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA. Hotline tersebut harus dapat dipastikan terus beroperasi dalam masa pandemi ini, dan memastikan layanan yang ramah dan nyaman bagi korban, khususnya anak dan kelompok rentan.

Rekomendasi diatas diharapkan dapat menguatkan komitmen pemerintah dalam mengintergrasikan dan internalisasi perspektif gender di dalam setiap program, kebijakan dan anggaran kerja pemerintah. Pokja PUG COVID 19 ini diikuti oleh 160 lembaga, baik pemerintah maupun masyarakat sipil di 21 provinsi.

Pokja ini dibentuk dengan kepentingan kuat bersama  untuk memastikan implementasi kebijakan PUG di Indonesia diterapkan ke dalam Penanganan Bencana, khususnya masa pandemi sebagai momentum penting bagi negara dan semua elemen masyarakat untuk  mewujudkan pemenuhan hak setiap warga adil, setara dan inklusif.