Tangan Tukang Pemecah Batu Dicium Rasulullah

Tangan Tukang Pemecah Batu Dicium Rasulullah

Kisah Rasullah dan tukang batu membuat kita berpikir keras

Tangan Tukang Pemecah Batu Dicium Rasulullah

Rasulullah saw adalah teladan sempurna bagi umat manusia. Banyak peristiwa yang dilakukan beliau dapat dijadikan contoh hingga kini. Salah satunya ketima bertemu dengan seorang buruh tukang batu.

Diriwayatkan pada saatsuatu saat Rasulullah baru tiba dari Perang Tabuk. Sebuah peperangan dengan bangsa Romawi. Saat itu banyak sekali sahabat yang ikut berperang. Tidak ada yang tertinggal di kota Madinah kecuali yang sudah uzur dan berhalangan.Kaum muslimin kala itu semua ikut berjuang.

Rombongan Rasulullah saw pun datang mendekati kota Madinah. Sesampainya di salah satu sudut jalan, Rasulullah berhenti. Hal ini menjadi tanda tanya para rombongan. Ada Apa dengan Rasulullah yang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ternyata Rasulullah saw berjumpa dengan seorang buruh tukang batu. Saat itu Rasulullah saw melihat tangan melepuh dan kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. Orang tersebut tampak tertegun sejenak.

Rasulullahpun kemudian bertanya kepada orang itu “Kenapa tanganmu kasar sekali?” Kemudian si tukang batupun menjawab, “Ya Rasulullah, pekerjaan saya setiap hari adalah membelah batu. Belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan saya kasar.” Tak lama kemudian Rasulpun menarik tangan pekerja itu dan menggenggamnya. Bahkan kemudian Rasulullah pun mencium tangan orang itu sambil bersabda “Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya’.

Itulah yang dilakukan Rasulullah. Beliau sangat senang dengan para pekerja yang membnating tulang untuk menafkahi keluarganya. Konon Rasulullah saw tidak pernah mencium tangan para pemimpin quraisy, tangan para pemimpin kabilah, raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah.

Dikisahkan pula suatu ketika ada seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu dikenal sebagai pekerja keras. Kemudian seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah?” Mendengar pertanyaan itu Rasulpun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.”