Tafsir QS Ar-Rûm ayat 41: Kerusakan Bumi, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Tafsir QS Ar-Rûm ayat 41: Kerusakan Bumi, Siapa yang Bertanggung Jawab?

QS Ar-Rûm: 41 ini mengisahkan banyak hal tentang bumi dan sifat manusia

Tafsir QS Ar-Rûm ayat 41: Kerusakan Bumi, Siapa yang Bertanggung Jawab?

Dhahar al-fasâdu fi albarri wa al-bahri bimâ kasabat aidinnâs, liyudzîqahum ba’dha al-ladzî ‘amilû la’allahum yarji’ûn

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

(QS Ar-Rûm: 41)

Berbagai kerusakan atau bencana yang terjadi merupakan ulah tangan manusia. Pernyataan awal pada ayat ini menegaskan bahwa manusialah yang telah mendapat mandat menjadi khalifah di bumi. Segala hal yang terjadi di muka bumi tidak lepas dari campur tangan manusia

 

Tertulis dalam Al-Qur’an dan Tafsirnya yang diterbitkan oleh Universitas Islam Indonesia juz 2 hal. 596-600, hanya manusia yang memiliki inisiatif dan daya kreatif, sehingga diberi tugas sebagai khalifah di bumi, sedangkan makhluk lain hanya mempunyai tabiat dan instink yang abadi. Dengan semua itu manusia menciptakan berbagai tekhnologi, membangun gedung, jembatan, jalan raya, dan sebagainya. Juga membuat bom, membakar hutan, merusak sungai dengan limbah dan seterusnya.

Pernyataan Allah dalam ayat ini menunjukkan bahwa kerusakan itu insidental sifatnya. Sebelum ada manusia tidak ada kerusakan, namun setelah muncul manusia barulah timbul kerusakan di darat maupun di lautan.

Tafsir Al-Qurtubi (juz 14 hal. 4), Tafsir Al-Maraghi (juz 21 hal. 54), Tafsir Alusi (Ruhul Ma’ani juz 21 hal. 48), dan Tafsir Ibnu Katsir (juz 3 hal. 435) sepakat memaknai darat dalam ayat itu sebagai perkampungan atau desa yang terdapat di darat atau padang pasir. Sementara laut yang dimaksud adalah desa atau kota yang berada di pinggir laut.

Di sini jelas bahwa kerusakan itu adalah kerusakan yang akibatnya menimpa pada manusia yaitu pada desa atau kota yang mereka bangun melalui ‘tangan-tangan’ mereka. Namun manusia melakukan penyelewengan terhadap tugasnya sebagai khalifah di bumi. Manusia tak lagi memelihara lingkungan, melakukan perbuatan yang menyeleweng, saling berkelahi, saling khianat, saling memerah satu dengan yang lain.

Akhirnya terjadilah bencana itu, yang oleh Allah di akhir ayat ini dijadikan sebagai warning (peringatan) bagi manusia. Agar manusia kembali ke jalan yang benar sebagai khalifah di bumi yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan alam semesta.