Syair-Syair Hikmah KH Wahid Hasyim

Syair-Syair Hikmah KH Wahid Hasyim

KH Abdul Wahid Hasyim termasuk tokoh yang gemar mencatat. Sejumlah pantun dan sajak pun berhasil ia tulis.

Syair-Syair Hikmah KH Wahid Hasyim
Foto: alvin/islamidotco

KH Abdul Wahid Hasyim termasuk tokoh yang gemar mencatat. Tak heran, sejumlah pantun dan sajak kesukaannya dalam berbagai bahasa tetap tersimpan rapi hingga sekarang. Beberapa syair hikmah berbahasa Arab berikut adalah sebagain warisan berharga dari ulama dan pahlawan nasional ini.

وَلَا شَيْءٌ يَدُوْمُ فَكُنْ حَدِيْثاً # جَمِيْلَ الذّكْرِ فَالدُّنْيَا حَدِيْثُ

Tak ada satu pun di dunia ini yang kekal. Maka, ukirlah cerita indah sebagai kenangan. Karena dunia memang sebuah cerita

أَلَا لِيَقُلْ مَا شَاءَ مَنْ شَاءَ إِنّماَ # يُلاَمُ الفَتىَ فِيْمَا اسْتَطَاعَ مِنَ اْلأَمْرِ

Ungkapkanlah apa yang ingin diungkapkan. (Jangan ragu) pemuda memang selalu dicemooh lantaran kecakapannya.

ذَرِيْنِيْ أَنَالُ مَا لَا يُناَلُ مِنَ اْلعُلَى # فَصَعْبُ العُلىَ فِي الصَّعْبِ وَالسَّهْلُ فِي السَّهْلِ
تُرِيْدِيْنَ إِدْرَاكَ المَعَالِي رَخِيْصَةً # فَلَا بُدَّ دُوْنَ الشَّهْدِ مِنْ إِبَرِ النَّحْلِ

Biarkan aku meraih kemuliaan yang belum tergapai. Derajat kemuliaan itu mengikuti kadar kemudahan dan kesulitannya. Engkau kerap ingin mendapatkan kemuliaan itu secara murah. Padahal pengambil madu harus merasakan sengatan lebah.

سَتُبْدِيْ لَكَ الأَيَّامُ مَا كُنْتَ جاَهِلاً # وَيَأْتِيْكَ بِاْلأَخْبَارِ مَا لَمْ تُزَوِّدِ

Kelak waktu akan memperlihatkan dirimu sebagai orang yang bodoh, dan membawakan kabar untukmu tentang perbekalan yang kosong.

لَقَدْ غَرَسُوْا حَتَّى أَكَلْناَ وَإِنَّناَ # لَنَغْرَسُوْا حَتَّى يَأْكُلَ النَّاسُ بَعْدَنَا

Para pendahulu telah menanam sehingga kita memakan buahnya. Sekarang kita juga menanam agar generasi mendatang memakan hasilnya.

إِذَا فَاتَنِيْ يَوْمٌ وَلَمْ أَصْطَنِعْ يَدًا # وَلَمْ أَكْتَسِبْ عِلْماً فَمَاذَاكَ مِنْ عُمْرِيْ

Tatkala waktuku habis tanpa karya dan pengetahuan, lantas apa makna umurku ini?

Dikutip dan diterjemah ulang dari
KH A Wahid Hasjim, Mengapa Saya Memilih Nahdlatul Ulama, Bandung: Mizan, 2011