Pesan Terakhir Umar bin Khattab kepada Putranya Sebelum Wafat

Pesan Terakhir Umar bin Khattab kepada Putranya Sebelum Wafat

Pesan Terakhir Umar bin Khattab kepada Putranya Sebelum Wafat
Ilustrasi: Screen Capture film Umar.

Ada pesan terakhir Umar bin Khattab yang menarik untuk kita simak. Dalam kitab Tarih Khulafa’ dijelaskan Nama asli beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qirath bin Razah bin Adi ibn Ka’ab bin Lu’ay. Umar bin Khattab lahir 13 tahun setelah peristiwa Abrahah dengan pasukan bergajahnya menyerang Ka’bah.

Umar bin Khattab merupakan salah satu dari pembesar kaum Quraisy dan sangat dihormati dan ditakuti pada saat itu. Umar bin Khattab masuk Islam ditahun ke-enam masa kenabian Rasulullah SAW.

Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abi Bakar Ash-Shiddiq. Umar menjabat sebagai Khalifah selama 10 tahun, tepatnya pada tahun 13 sampai 23 Hijriyah. Di akhir hayatnya terjadi peristiwa yang sangat melukai hati Umat Islam, yakni peristiwa penikaman pada waktu subuh yang membuat Umar bin Khattab wafat.

Pesan terakhir yang tak terlupakan  

Dalam “Abdulllah bin Umar Duplikasi dan Figur Pilihan Rasulullah SAW” dijelaskan, pada saat Umar bin Khattab ditikam oleh pisau penghianatan dan dianggap akan segera meninggal dunia, maka Umar segera memanggil putranya yang paling besar, yakni Abdullah bin Umar untuk dititipi pesan terakhirnya. Umar menganggap bahwa Abdullah sebagai orang yang layak untuk menjalankan wasiatnya, membayar hutang-hutangnya, dan mengatur seluruh persiapan pemakaman bagi dirinya.

Utsman bin Affan pernah berkata, “Aku adalah orang terakhir di antara kalian (para sahabat Umar) yang menerima wasiat dari Umar bin khattab. Pada saat itu, aku masuk menemuinya dan mendapati kepala Umar tengah berada dipangkuan putra tertuanya, Abdullah bin Umar.”

“Letakkanlah pipiku di tanah!” pinta Umar kepada Abdullah bin Umar.

“Apakah pahaku dan tanah tidak sama?” tanya Abdullah kepada sang ayah.

Umar berkata untuk yang kedua dan ketiga kalinya, “Letakkanlah pipiku ke tanah yang tidak memiliki ibu bagimu!”

Kemudian di antara kedua kaki Umar merapat, di mana kemudian kami (Utsman dan Abdullah bin Umar ) mendengarkan Umar berkata, “Celakalah aku dan ibuku! Jika saja Allah tidak mau memberikan ampunan  kepadaku,” sampai akhirnya Umar meninggal dunia.

Baca Juga: Kisah Umar bin Khattab Menikahkan Putranya dengan Gadis Penjual Susu

Hutang Umar bin Khattab

Umar bin Khattab pernah bertanya kepada anaknya, Abdullah bin Umar, “Wahai Abdullah, hitunglah berapa jumlah hutangku?” Maka Abdullah menghitungnya dan menemukan bahwa seluruh hutang ayahnya berjumlah 1086 Dirham.

Lalu Umar berkata, “Jika seluruh harta peninggalan keluarga Umar digunakan untuk membayar dan ternyata mencukupi untuk pembayaran hutang yang aku tinggalkan, maka bayarlah dari harta itu. Namun, jika tidak mencukupi maka mintalah kerelaan kepada Bani Adi bin Ka’ab. Jika harta mereka tidak mencukupi juga, maka mintalah kepada kaum Quraisy, dan janganlah engkau hanya mengandalkan mereka saja. Akan tetapi, berusahalah terlebih dahulu kepada selain mereka (kaum Quraisy).” Mendengar semua itu, Utsman bin Affan berkata kepada Abdullah bin Umar, “Aku akan menanggung semua pembayaran seluruh hutang yang ditinggalkan oleh Umar bin Khattab.”

Baca juga: Kata Umar bin Khattab, Perempuan Ini Lebih Baik Darinya

Utsman bin Affan kemudian menanggungnya, “Umar tidak dikuburkan sampai Abdullah bin Umar meminta kesaksian Dewan Syura dan beberapa orang dari Kaum Anshar atas peristiwa tersebut. Tidak lebih dari hari Jumat setelah jasad Umar dikuburkan, janji atas pemenuhan hutang itu dibawa oleh Utsman bin Affan, lalu dihadirkan beberapa orang saksi atas kebebasan Umar bin Khattab dari tanggungan seluruh hutangnya melalui penyerahan milik Utsman.”

Pesan Terakhir Umar bin Khattab kepada Abdullah bin Umar

Sebelum meninggal dunia, Umat bin Khattab pernah memberikan pesan terakhir, meminta kepada Abdullah bin Umar menemui Ummul Mukminin (Aisyah ra) untuk meminta izin agar diperkenankan dimakamkan di sisi kedua sahabatnya, yakni Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Nama Abdullah bin Umar selalu terucap oleh lisan ayahnya, Umar bin Khattab melalui setiap hembusan apasnya yang hangat dan berkesinambungan, karena sadar akan bahaya berat yang bisa saja menimpa diri putra tercintanya. Sementara Abdullah bin Umar mengiyakan seluruh permintaan ayahnya. Hal itu ia maksudkan untuk meringankan rasa sakit akibat tikaman yang tengah dideritanya. Sekaligus menghilangkan trauma yang dapat berakibat buruk bagi masa depannya.

Umar bin Khattab enggan mengangkat pengganti dirinya sebagai khalifah, sepeninggalnya, sekalipun ada desahan dari putranya dan para sahabat yang lain. Sudah ada enam orang kandidat yang masuk dalam catatan Dewan Syura pada saat itu, yakni Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dan Saad bin Abi Waqash. Sementara Umar bin Khattab pernah menyebut nama putranya dan juga memuji semua pengorbanannya bagi perjuangan menegakkan Islam, yang menjadikan itu sebagai kelayakan seorang pemimpin.

Walau demikian, Umar bin Khattab tidak secara eksplisit memasukkan anaknya, Abdullah bin Umar sebagai calon kandidat. Ini merupakan pertimbangan yang sangat baik, penghormatan, dan pemuliaan maknawi yang sangat besar, di mana hal itu mengindikasikan posisi Abdullah bin Umar dalam jiwa ayahnya. (AN)

 

Referensi :

Jalaluddin As-Suyuthi, Tarih Khulafa’, Mesir: Daar el-Kutub al-Islamiyyah, 2011.

Muhyiddin Mastu, “Abdulllah bin Umar duplikasi dan figur pilihan Rasulullah saw”, Jakarta : Samara Publishing, cet 1, 2019.