Syaikh Muhammad Shalih bin ‘Umar as-Samarani, dikenal sebagai Mbah Soleh Darat. Beliau merupakan ulama utama, punjer tanah Jawa. Mbah Soleh lahir di Jepara dan wafat di Darat, kampung pesisir Semarang. Dari didikan Mbah Soleh, lahir para kiai yang menjadi jaringan Islam di tanah Jawa dan Nusantara, yakni Syaikh Hasyim Asy’ari, Kiai Ahmad Dahlan, Kiai Mahfudh (Tremas), Kiai Amir (Pekalongan), Kiai Idris (Surakarta) serta kaka beradik Raden Ajeng Kartini dan Raden Sosrokartono.
Dalam prinsip kaum sufi, sebagaimana disusun Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari (1250-1309), bahwa tanda-tanda orang yang masuk bertumpu pada amal usahanya adalah kurangnya pengharapan (terhadap rahmat Allah), ketika terjadi kesalahan/dosa. Min ‘alamatil I’timadi ‘ala al-‘amal, nuqshonu ar-raja ‘inda wujuudi al-zalal.
Menurut Mbah Soleh Darat, ilmu thariqah itu melaksanakan syariah dengan benar secara dzahir dan bathin. Cara dzahir yakni dengan menghindari hal-hal halal-haram yang ada di lingkungan maupun makanan yang dikonsumsi. Sementara, cara batin yakni dengan azimah, secara sungguh-sungguh berharap, dengan cara riyadlah atau melakukan usaha-usaha spiritual untuk mengekang hawa nafsu serta mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dalam uraian Mbah Soleh Darat, riyadhah dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yakni: (1) Tahan melek (menyedikitkan tidur), (2) tahan lapar, (3) tahan membisu, (4) tahan berpisah dengan manusia. Dalam pesan Mbah Soleh Darat, tahan melek merupakan upaya untuk menyedikitkan tidur, hingga dapat menggunakan waktu yang ada untuk mengingat seraya bermunajat kepada Allah. Waktu terjaga dan tidak tidur, menjadi anugrah yang mendekatkan manusia kepada Khaliq-nya.
Sementara, tahan lapar akan menjadikan orang dapat mudah menyerap ilmu-ilmu maupun cahaya kebijaksanaan Tuhan. Dengan berpuasa secara rutin, orang akan dapat menahan nafsunya. Kemudian, tahan membisu dapat dimaknai sebagai upaya mempersingkat pembicaraan yang tidak perlu. Banyak bicara pada hal-hal yang tidak perlu, akan membuat orang tergelincir pada kesalahan dan pertengkaran. Tahan berpisah dengan manusia, atau biasa disebut khalwat, merupakan upaya untuk mengheningkan batin dan menyegarkan jiwa, seraya khusyu’ beribadah kepada Allah.
Mbah Soleh Darat mengungkapkan, ada dua cara agar orang dapat diterima tariqahnya, yakni riyadhah dan wara’. Menurut Mbah Soleh, wara’ ada empat hal. Yakni, wara’ al-adl, wara’ as-shalihin, wara’ al-muttaqin, dan wara’ as-shiddiqin.
Penjelasan Mbah Soleh Darat tentang tariqah, bersumber dari karya beliau, Minhajul Atqiya’ fi Syarhil Ma’rifatil Adzkiya’ ila Thariqatil Auliya. Dalam kitab ini, Mbah Soleh menjelaskan tentang tasawuf, tariqah dan pendakian spiritual manusia. Dengan memahami tariqah, sebagai jalan menuju Tuhan, manusia akan dapat menyempurnakan agamanya, yang diawali dari proses iman dan Islam. Tentu saja, seorang penempuh sufi harus melalui tahapan syariah, sebagai basis ibadah dan mu’amalahnya (Munawir Aziz).