Tadi pagi, sebelum berangkat mengisi pengajian, seperti biasa, saya main-main dulu, bercengkerama dulu sama si kecil yang baru bangun. Sambil juga sesekali memantau berita-berita ter-update.
Kali ini mata tertuju pada satu postingan di media sosial, postingannya simpel dalam bentuk pertanyaan: Apa yang membuat kalian menyesal dalam hidup ini? Tidak tahu kenapa, ribuan komentar ternyata menjawabnya: menikah dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya.
Astaghfirullah, lumayan kaget saat mendapati komentar demi komentar yang saya baca untuk lebih memastikan dan memperjelas.
Sebagai seorang laki-laki yang telah menjadi suami dan ayah, saya tercenung, lalu merenung, apa iya banyak para suami setega dan sejahat itu? Namun, bisa jadi penyebabnya kelihatan sepele, tetapi yang sepele itu justru bisa menjalar menjadi penyebab untuk masalah yang lebih berat lagi.
Ada 3 hal yang berhasil saya catat, mengapa ada banyak para istri yang merasa menyesal menikah dengan laki-laki yang menjadi suaminya.
Pertama, silent treatment, perlakuan mendiamkan istri. Meskipun sebetulnya bisa jadi ada istri yang mendiamkan suami, kali ini saya akan ulas yang berkaitan dengan perilaku mendiamkan istri.
Suami malas merespon manakala istri bertanya, curhat, apalagi bercanda dan lainnya. Suami sengaja membuat istri kebingungan, merasa serba salah.
Kedua, feeling lonely, merasa kesepian. Setelah pernikahan, nyaris istri akan menumpahkan segala hidupnya kepada suami.
Istri berharap bahwa suamilah tempat terbaik untuk mengadu, curhat, bercanda dan lainnya. Tetapi kalau suami malah berbalik arah, menganggap istri tidak penting, menyepelekan keberadaan istri dan menyebabkan istri menjadi kesepian, ini sungguh pengingat untuk para suami agar tidak terlanjur membiarkan istrinya kesepian.
Mungkin bosan dan jenuh, tetapi caranya bukan dengan membiarkan istri seorang diri dan kesepian.
Ketiga, trust issue. Kecenderungan seseorang untuk tidak percaya, suami kepada istri ataupun sebaliknya. Suami yang misalnya kerap menuduh istri tidak becus mengurus anak, boros dalam keuangan, dan lain sebagainya. Saya tidak menampik bahwa ketiga masalah tersebut akan sangat berpotensi terjadi pada pasangan manapun. Bahwa istri maupun suami akan dilanda kebosanan dan kejenuhan.
Hanya saja kecenderungannya, apabila istri merasakan kejenuhan, biasanya cukup curhat dengan suaminya. Dalam level yang paling parah, memang ada juga para istri yang kerap hobi belanja, ke salon, makan-makan enak, dan lain serupanya.
Demikian kejenuhan para suami, berdasarkan pengalaman dari para jamaah pengajian dan pembaca buku, mereka kerap jarang ada di rumah, tidak lagi peduli anak istri, bahkan ada yang akhirnya poligami, selingkuh, terjebat judi online, tidak bantu istri di rumah, nyuekin istri, gampang marah-marah dan berujung KdRT.
Sungguh, melalui catatan harian ini, saya hendak mengingatkan diri sendiri dan siapapun yang menjadi para suami agar apapun yang terjadi, kita tidak boleh semau sendiri. Dalam beberapa kesempatan, saya malah mendapatkan cerita nyata dari temen-temen, terjadi ada orang yang suka sama istri temannya, ada juga yang sudah gonta-ganti istri berkali-kali.
Tidak ada pengendali terbaik dari setiap nafsu dan segala potensi keburukan kecuali dengan memperkuat ilmu dan iman. Kalau menikah hanya asal dan sambil lalu, secantik apapun istri kita, sekaya apapun harta kita, dst, tidak akan membuat kita merasa puas. Yang ada justru memang, seiring dengan bertambahnya harta, jabatan dan status sosial, bukan sesuatu yang aneh apabila para suami berpoligami, nikah siri, gengsi dan haya hidup makin tinggi.
Tidak mudah, sebab pernikahan sendiri disebut Al-Qur’an sebagai “mitsaqan ghalizha”, perjanjian yang berat, sebab bukan sekadar untuk setahun dua tahun, rupawan, hartawan dan apapun itu, tidak ada yang bisa menjadi jaminan. Karena itu, pegang sebuah prinsip dan keyakinan bahwa Allah Maha Adil.
Di sinilah kesetiaan itu menjadi mahal harganya. Yuk terus perbaharui jalinan rumah tangga kita, jangan sampai bergantung pada makhluk, harta dan lainnya. Bergantung saja kepada Allah Swt.
Atas fenomena istri kesepian dan tersiksa batin seperti itu, sebaiknya para suami terus memperbaiki diri, tidak usah gengsi meminta maaf kepada istri, lalu segera perbaiki segala sesuatu yang sempat rusak. Sebab, sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa keberkahan suami ada kontribusi istri.
Do’anya istri akan berpengaruh pada suami. Istri sebagaimana suami, boleh tetap bekerja, beraktivitas, dll.
Pernyataan bahwa “istri sebaiknya di rumah saja, dengan alasan memuliakan dan memanjakan istri”, ini sebetulnya pernyataan yang bermasalah juga. Minta petunjuk kepada Allah, ajak suami bicara baik-baik, do’akan yang baik-baik, akan tetapi kalau sekian lama tudak ada perubahan baik dari suami, istri boleh menentukan sikap yang tegas: apakah bertahan atau berpisah saja di tengah jalan.
Wallahu a’lam
Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Tahfidz Al-Qur’an Al-Insaaniyyah, 19 November 2024, 15.21 WIB