Kairo salah satu kota terpenting di Mesir yang terletak di tepi timur sungai Nil. Nama Kairo berasal dari kata Al-Qahirah yang berarti kota kemenangan. Al-Qahirah merupakan lokasi ibukota kerajaan Syiah Bani Fathimiyyah yang didirikan tahun 970 Masehi kemudian terkenal dengan sebutan kota Kairo.
Sejarah awal kota Kairo bermula saat Mu’izz Lidinillah sebagai khalifah Fatimiyah berniat melakukan ekspansi ke Mesir dengan mengutus Jauhar Al-Khatib As-Siqilli menaklukan Mesir. Semenjak itu lah Kairo berdiri tahun 970 Masehi di bawah pemerintahan Abu Tamim bin Muhammad Muis Al-Lidinillah khalifah ke-4 dari kerajaan Bani Fatimiyah yang beraliran Syiah.
Sejarah awal berdirinya kota Kairo
Sejarah berdirinya Kairo cukup panjang bermula keinginan Dinasti Fatimiyah mengasingkan istana dari rakyat. Atas dasar inilah kemudian Dinasti Fatimiyah mendirikan sebuah kota yang letaknya beberapa kilometer sebelah utara Misr Al-Fustat kemudian dijuluki kota benteng.
Kota benteng tersebut dibangun seluas 4 kilometer persegi berisi halaman,taman hingga istana yang indah.Mereka menyebut istana tersebut dengan nama Al-Qahirah berasal dari nama Arab.Ketika masyarakat Italia yang berdagang di daerah itu tidak memiliki kemampuan melafalkan bahasa Arab sampai akhirnya menyebutnya sebagai Kairo.
Pada perkembangan selanjutnya Bani Fatimiyah dipimpin oleh Abu Tamim Maad Al-Mu’izz li-Dinillah atau Al-Moezz. Abu Tamim Maad adalah khalifah Fatimiyah keempat dan Imam Ismaili ke-14, menjabat dari 953-975. Ia berencana melakukan ekspansi ke Mesir dengan memindahkan ibukota ke Mesir.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, ia bertekad dan semangat tinggi merebut Mesir dengan menerapkan strategi baru. Ia mengutus panglima Jauhar Al-Katib As-Siqili menaklukan Mesir. Panglima ini dikenal cerdas dalam masalah ekspansi. Tidak heran jika ia berhasil menaklukan Mesir.
Setelah berhasil menaklukan Mesir, ia mulai membangun kota di tepi sungai Nil. Pembangunan kota Kairo awalnya dilakukan di lembah Muqattam. Hal tersebut bertujuan supaya tidak terdampak banjir luapan sungai Nil. Pihak kerajaan Bani Fatimiyah mengetahui hampir sepanjang tahun air dari sungai Nil meluap dan menyebabkan banjir. Untuk itu lah, kota Al-Qiharah dibangun agak jauh dari sungai Nil.
Selain itu, kota Kairo dibangun ditepi sungai Nil tidak lain sebagai pusat pemerintahan baru tahun 969 M. Kota Kairo awalnya bernama kota Al-Manshurah. Nama tersebut diberikan untuk menghormati khalifah ke-3 Bani Fatimiyah yang bergelar Al-Manshur.
Nama tersebut kemudian diganti menjadi al-Qahirah yang berarti kota kemenangan. Al-Qahirah adalah nama yang disarankan oleh seorang ulama kepada Al-Mu’izz. Nama tersebut menjadi doa agar Bani Fatimiyah mendapatkan kemenangan melawan Bani Abbassiyah. Semenjak itu, kota yang berada di tepi sungai Nil ini menjadi Al-Qahirah. Tahun 973 M pembangunan kota Kairo selesai, menjadikannya sebagai ibukota baru kekhalifahan Fatimiyah di Mesir.
Kairo, kota seribu menara
Kota Kairo yang didirikan di tepi sungai Nil ini demikian megah dan banyak dibangun pintu gerbang. Pintu gerbang tersebut ada di setiap sudut kota dengan nama berbeda-beda. Nama di setiap pintu gerbang tersebut memiliki makna.
Pintu gerbang Babun Nasr yang terletak di timur kota Kairo berarti gerbang kemenangan, juga disebut sebagai Al-Qahiratul Muiz. Babun Nasr memiliki makna ketika tentara Bani Fatimiyah melakukan ekspansi dan memperoleh kemenangan melalui gerbang Babun Nasr.
Babul Futuh yang terletak di utara Kairo yang berarti gerbang penaklukan ini juga dibangun atas perintah panglima Jauhar As-Shiqili. Pintu gerbang Babun Zuwaila adalah salah satu menara yang dibangun Jauhar saat menjadi panglima Bani Fatimiyah dan terletak di selatan Kairo.
Nama Zuwaila berasal dari kabilah suku Berber yang menetap di wilayah Maroko. Salah satu keistimewaan pintu gerbang ini adalah menaranya yang menjulang tinggi. Selain pintu gerbang, dibangun juga ratusan masjid, mulai masjid Biamrillah hingga masjid Ahmad Rifa’i dengan ciri khas menaranya yang menjulang tinggi.
Ciri khas ribuan menara di setiap masjid dan pintu gerbang penjuru kota membuat Kairo dijuluki sebagai kota seribu menara. Masjid dan gerbang yang dihiasi menara-menara nan indah itu telah ada sejak awal Kairo berdiri.
Selain dihiasi menara-menara yang menjulang tinggi, kota Kairo juga memiliki bangunan benteng megah yang dibangun oleh panglima Salahuddin Al-Ayubi 1176-1183 M. Benteng yang dikenal dengan nama Benteng Salahuddin Al-Ayubi ini dibangun untuk melindungi kota Kairo dari serangan musuh, terutama tentara perang Salib saat itu.
Benteng Salahuddin Al-Ayubi terletak di atas bukit dan dilengkapi menara-menara kokoh menjulang tinggi dalam jarak setiap seratus meter. Bangunan benteng ini sangat tinggi, besar dan megah berdiri kokoh berlokasi tidak jauh dari pusat kota Kairo.
Kairo, kota peradaban Islam yang saingi Bagdad dan Cordoba
Seiring bergulirnya waktu kota Kairo terus menunjukan kemajuan yang luar biasa. Hal ini dilukiskan oleh James.E.Lidsay dalam buku Daily Life in the Medieval Islamic Word yang menyebut bahwa arsitektur bangunan di wilayah Kairo sangatlah megah dan indah.
Masjid Al-Azhar, istana kerajaan di pusat kota, benteng, pintu gerbang berplat besi, mushalla, hingga lahan pemakaman merupakan ciri khas kota Kairo. Berbeda dengan masjid yang ada di pusat kota, mushalla lebih banyak dibangun di kawasan pinggir kota.
Kawasan istana dan kota Kairo yang indah menawan kini masih bisa dilihat dari kawasan Bab Al-Futuh hingga Bab Zuwayla. Dari kawasan Bab Al-Ghu Rayyib sampai luar masjid Al-Azhar di Khalq Street terlihat megah tujuh gerbang untuk akses masuk serta akses keluar. Bagian lainnya juga terlihat sebuah lapangan seluas setengah mil yang disebut Rahba, kemudian di sisi timur dijumpai Istana Al-Muizz.
Sejarawan Makrizia menyebut ada 4000 kamar di dalam istana. Ruang istana dilengkapi aula dengan pilar dari marmer. Aula dalam istana yang disebut Makriza sebagai Aula emas terdapat singgasana di dalamnya. Keindahan istana Al-Muizz diungkap oleh William dari Tirus yang sempat singgah di sana tahun 1168 sebagai duta tentara Salib.
William menyebut istana Al-Muizz dihiasi koridor panjang dan banyak pintu yang dijaga pengawal. Ia juga menjumpai ruang pengadilan yang tiangnya terbuat dari marmer. Bangunan agung lainnya di Kairo yaitu masjid Al-Azhar yang dibangun tahun 970-972 M.
Di bawah Dinasti Fatimiyah, Kairo mengalami puncak kejayaan sebagai pusat pemerintahan. Wilayah kekuasaannya mencakup Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman hingga Hijaz. Tidak hanya sebagai pusat pemerintahan, Kairo juga berkembang menjadi pusat perdagangan luas di Laut Tengah dan Samudera Hindia. Kairo menggabungkan Fustat sebagai bagian dari wilayah administratifnya
Kota Kairo terus menunjukan perkembangan luar biasa di masa pemerintahan Abu Mansur Nizar Al-Aziz 975-996 M. Al-Aziz putra Al-Muizz memerintah selama 21 tahun dan berperan penting dalam mengukir sejarah. Di bawah Al-Aziz Kairo mampu saingi Bagdad di bawah Dinasti Abbasiyah dan Cordoba di bawah pemerintahan Dinasti Ummayah. Tak heran, Kairo saat itu tumbuh sebagai salah satu metropolis modern di dunia. (AN)