Mas Pur yang Patah Hati, Belajarlah dari Kisah Asmara Nabi

Mas Pur yang Patah Hati, Belajarlah dari Kisah Asmara Nabi

Mas Pur viral dan patah hati. Meskipun itu kisah sinetron, kisahnya dapat jadi pelajaran buat kita. Pukpuk mas Pur

Mas Pur yang Patah Hati, Belajarlah dari Kisah Asmara Nabi

Pasca Dilan, nyaris tidak ada rider yang menguasai jagat dunia maya. Entah karena membahas percintaan rider kurang menarik atau karena memang rider lebih otoritatif diajak diskusi tentang otomotif. Semua berubah dengan kisah cinta bersahaja Mas Pur dan Novita yang viral.

Siapa sih mas Pur? Mas Pur hanyalah seorang tukang ojek pengkolan yang masih bertahan dari gemerlap dunia online. Mas Pur menasbihkan Novita sebagai ceng-cengman dan romansa mereka layu sebelum mekar. Saya hanya tahu seputar itu tentang Mas Pur, kurang lebih sama dengan pengetahuan kita tentang peran Amerika dalam jatuhnya orde lama. Tidak banyak.

Perihal mengikhlaskan yang paling dicintai, Rasulullah pun punya kisah demikian jauh sebelum kita melihat viralnya romansa Mas Pur.

Muhammad muda pernah jatuh cinta kepada putri pamannya sendiri, Abu Thalib. Nama gebetan Nabi itu adalah Fakhitah, populer dengan nama Umm Hani’.

Meski berstatus ponakan kesayangan Abu Thalib, tetapi keinginan Nabi Muhammad menikahi putrinya bertepuk sebelah tangan. Sang paman mempunyai rencana lain, Umm Hani’ akan dinikahkan dengan Hubayrah, lelaki kaya dan sekaligus penyair berbakat.

Pupus sudah harapan Muhammad. Beliau dikisahkan cukup galau beberapa waktu. Namun dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa seorang nabi juga manusia, punya rasa dan punya hati. Dicintai dan mencintai beresiko menderita perih tapi tidak berdarah, tidak terkecuali nabi sekalipun.

Cinta itu kenyamanan dan Menjadikan Progresif

Seperti kita ketahui bersama, Rasulullah kemudian berjodoh dengan Khadijah, seorang janda kaya raya yang menerima Muhammad seorang brondong proletar berusia 20 tahun lebih muda darinya. Kematangan Khadijah menjadi kekuatan, dan kenyamanan bagi dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ketika menerima wahyu pertama di gua Hira, Rasullullah menggigil ketakutan dan beliau berlari pulang, melompat ke tangan istrinya Khadijah sambil menangis dan berkata “Selimuti aku! Selimuti aku!”. Dengan lembut, Khadijah menenangkan hingga Rasulullah bisa menceritakan apa yang baru saja dialami.

Setelah mendengar kisah tersebut Khadijah berkata

“Sama sekali tidak. Demi Allah, Allah selamanya tidak akan menghinakan engkau. Sesungguhnya engkaulah orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, selalu menanggung orang yang kesusahan, selalu mengusahakan apa yang diperlukan, selalu menghormati tamu dan membantu derita orang yang membela kebenaran.”

Tidak lama setelah itu, turunlah firman Allah surah Al Muddatsir ayat 1-5.

“Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, lalu berilah (manusia) peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu sucikanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah!” (QS. al Muddatsir : 1-5).

Prof Quraish Shihab menjelaskan surah Al Muddatsir mengandung perintah bagi Rasulullah saw. untuk tidak menghiraukan mereka yang menentang segala nikmat Allah. Sebab, orang seperti itu bukan saja menentang, bahkan malah meminta ditambahkan karunia tanpa penghargaan dan rasa syukur sedikit pun.

Dijelaskan pula bagaimana cara berfikir orang yang mengingkari al-Qur’ân. Kemudian dituturkan balasan bagi orang-orang yang melakukan kebaikan maupun kejahatan.

Surat ini kemudian ditutup dengan pembicaraan tentang al Qur’an yang dapat dijadikan sebagai pelajaran bagi siapa saja yang menerimanya. Pada bagian ini pula kita bisa belajar bahwa cinta yang sejati membuat kita progresif, yakni peduli terhadap kehidupan umat manusia dan menghindari sikap menganggap dunia milik berdua, yang lain hanya ngontrak. Wallahu ‘alam bishawab.