Mana Ucapan yang Lebih Tepat, Bersalah atau Berdosa?

Mana Ucapan yang Lebih Tepat, Bersalah atau Berdosa?

Karena orang yang bersalah belum tentu berdosa.

Mana Ucapan yang Lebih Tepat, Bersalah atau Berdosa?
ilustrasi

K.H Sahal Mahfudz dan Gus Dur adalah paman dan keponakan yang kompak. Duo ini pernah tampil bersama saat Mbah Sahal menerima penghargaan Doktor Honoris Causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Gus Dur yang diminta sambutan mewakili keluarga Mbah Sahal, menyampaikan sambutannya dengan cerita menarik.

Suatu hari Gus Dur meminta Mbah Sahal untuk memeriksa draf yang diberikan Yayasan Simon Peres yang nanti akan ditandatangani bersama.

“Kami atas nama Islam dan Yahudi menolak segala tindak kekerasan yang dapat menyebabkan kematian orang-orang yang tidak berdosa,” begitulah bunyi pernyataannya.

Mbah Sahal yang sudah membacanya, meminta kepada Gus Dur agar redaksi “berdosa” (innocent people) diganti dengan “bersalah” (unguilty people). Menurut Mbah Sahal, berdosa atau tidak itu urusan Allah. Melihat usulan revisi tersebut, Rabi, Ketua Yayasan Simon Peres pun kagum dengan ide itu.

Usulan Mbah Sahal tersebut nampaknya tidak hanya cocok bagi draft di atas, tetapi juga layak untuk dipraktikkan dalam keseharian. Jika biasanya saat melihat orang melakukan kesalahan, buru-buru dihakimi dengan kata berdosa, mulai saat ini hal itu perlu dirubah.

Secara kasat mata, bisa jadi kita mampu melihat kesalahan orang lain. Tapi kita tidak mampu mengetahui apakah kesalahan yang dibuat itu berdampak pada dosa yang ditimpakan Allah kepada orang tersebut atau malah kesalahannya diampuni oleh-Nya.

Kita pasti pernah mendengar kisah seorang tunasusila masuk surga setelah dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Musababnya, ia memiliki kasih sayang kepada seekor anjing. Allah pun memberikan rahmatnya dan mengampuni dosanya.

Oleh karena itu, dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Mājjah disebutkan

كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.

Kullu Banī Ādama Khathā’un. Wa khairul khaththā’īn at-tawwabūn.

Setiap manusia memiliki kesalahan. Orang bersalah yang paling baik adalah orang yang bertaubat. (H.R Ibn Majjah)

Dalam hadis di atas, tidak menggunakan kata dzanbun (berdosa), melainkan dengan kata khaththaun (bersalah).  Karena orang yang bersalah masih ada potensi untuk bertaubat. Sehingga dalam hadis di atas disebutkan, agar orang-orang yang bersalah segera bertaubat.

Seburuk apapun kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, kita tetap tidak boleh mengadili mereka dengan kata “berdosa”, apalagi sampai bernafsu memberi julukan kepada mereka sebagai ahli neraka. Karena akhir hidup kita hanya Allah yang tahu. Siapa tahu, orang yang sering kita juluki sebagai ahli neraka malah masuk surga. Sebaliknya, kita yang menyangka akan masuk surga, malah masuk neraka. (AN)

Wallahu a’lam.