PBNU selenggarakan Halaqah Fiqih Peradaban di Krapyak
Dalam beberapa tahun terakhir, cukup sering dijumpai angka-angka unik sebagai penanda sebuah era, seperti 2.0 hingga 5.0. Entah siapa yang memulai, sepertinya penanda angka menjadi semakin sering dijumpai pada perbincangan tentang hari ini atau masa depan.
Kita, umat Islam, sebenarnya telah memasuki peradaban yang semakin cepat berubah. Oleh sebab itu, keterlibatan organisasi masyarakat, macam Nahdhatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah, dalam perbincangan terkait masa depan bangsa Indonesia adalah hal yang lumrah, terlebih terkait kemaslahatan umat Islam.
Bahkan, bukan hanya itu, kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut dituntut menjadi bagian dalam umat untuk menghadapi aneka perubahan yang terus berkembang. Nahdhatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, meluncurkan Seri Halaqah Fiqih Peradaban yang dimaksudkan untuk menjadi manfaat bagi bangsa dan kemanusiaan, Kamis (12/8/22).
Halaqah Fiqih Peradaban yang diluncurkan di Pesantren Krapyak Yogyakarta terbagi dalam 250 halaqah (pertemuan). Pelaksanaan halaqah akan dimulai agustus 2022 hingga Januari 2023. Halaqah tidak hanya dilaksanakan di sekitar pulau Jawa saja, namun juga ada yang diadakan di luar Jawa.
Halaqah ini adalah bagian dari kerja-kerja Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), sekaligus juga merupakan cita-cita ketua umum PBNU, Gus Yahya Staquf. Halaqah ini juga akan diikuti sekitar puluhan ribu kyai dan ibu nyai dari seluruh Indonesia.
Karna bagian dari kerja PBNU, maka halaqah ini akan mengambil tempat di pesantren-pesantren, dan tentu akan melibatkan banyak kyai dan bu nyai. Kenapa pesantren? Lewat perhelatan halaqah ini, PBNU ingin menghidupkan kembali percakapan intelektual di lingkungan pesantren, terutama di kalangan kyai dan ibu nyai, sebagaimana dulu pernah dilakukan oleh almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Dulu Gus Dur pernah melaksanakan halaqah-halaqah di pesantren sekitar tahun 1990-an. Oleh ketua umum PBNU hari ini, Gus Yahya, ingin menghidupkan kembali perhelatan halaqah ini, agar para pimpinan pondok pesantren tidak lagi disibukkan dalam perbincangan politik, seperti Pilkada. Oleh sebab itu, dengan pelaksanaan halaqah ini, PBNU ingin para kyai dan ibu nyai turut terlibat dalam tema perbincangan yang lebih besar.
Sedangkan untuk alasan kedua yang diutarakan oleh KH. Ulil Abshar Abdalla selaku perwakilan dari PBNU, adalah ingin mempertemukan khazanah intelektual tradisional atau turats pesantren pada kenyataan-kenyataan dalam peradaban baru.
“Kata kuncinya adalah peradaban,” ujar Gus Ulil.
Adapun tema Halaqah Fiqih Peradaban PBNU dibagi menjadi beberapa tema utama, yang akan dibagikan kepada 250 halaqah di berbagai pesantren nantinya. Tema pertama adalah Fiqih Siyasah terkait dengan konteks Negara-Bangsa, agar narasi soal Nation State di Indonesia adalah fakta dari peradaban hari ini, yang harus dijawab atau direspon oleh para kyai dan ibu nyai.
Tema kedua adalah Fiqih Siyasah dalam bingkai kenegaraan. Penting untuk kita ketahui bersama, NU memiliki sekian banyak khazanah turats karya para ulama terdahulu terkait beragam soal kenegaraan. Perbendaharaan tersebut nantinya akan dihadapkan dengan beragam persoalan kontemporer pada halaqah nanti.
Untuk tema ketiga Halaqah adalah Fiqih Siyasah terkait dengan narasi perang dan perdamaian, mulai dari hubungan antar negara hingga antisipasi terjadinya perang di masa akan datang. Adapun tema terakhir akan dibahas dalam halaqah-halaqan kecil yang akan diturunkan di berbagai tingkatan kepengurusan NU.
Gus Ulil menegaskan bahwa puncak dari rangkaian Halaqah Fiqih Peradaban ini adalah pelaksanaan Muktamar Fiqh Peradaban, yang disebut akan dilaksanakan pada bulan Februari. Perhelatan muktamar tersebut akan bertepatan dengan perayaan “Satu Abad NU” dalam kalender Hijriyah.
Muktamat tersebut tidak saja akan diisi oleh beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia, namun juga akan disampaikannya hasil dari seluruh rangkaian Halaqah Fiqih Peradaban yang akan disampaikan para kyai dan ibu nyai.
Lewat Halaqah Fiqih Peradaban, PBNU ingin menjadi bagian dari peradaban hari ini. Gagasan dan langkah progresif PBNU sejalan dengan apa yang selama ini dilakukan oleh para ulama terdahulu, yakni menjadi pendamping umat dalam menghadapi era kehidupan yang terus berubah. (AN)