Kisah Dzun Nun al-Mishri Belajar Ilmu Hikmah dari Orang Gila

Kisah Dzun Nun al-Mishri Belajar Ilmu Hikmah dari Orang Gila

Dzun Nun al-Mishri bermimpi mengunjungi penampungan orang gila demi belajar tentang ilmu hikmah. Tak lama, ia memutuskan untuk mencari orang tersebut.

Kisah Dzun Nun al-Mishri Belajar Ilmu Hikmah dari Orang Gila

al-MiSuatu hari Dzun Nun al-Mishri, seorang sufi masyhur pada abad IX bermimpi. Dalam tidurnya ada ia bertemu dengan seseorang yang mengajaknya ke Panti Heraklius, sebuah panti tempat menampung orang gila di Baghdad. Orang dalam mimpinya itu mengatakan bahwa di panti tersebut ada seorang ahli ilmu hikmah.

Setelah terbangun dari tidurnya, Dzun Nun termangu. Mimpi itu tampak nyata. Keesokan harinya, Dzun Nun memutuskan untuk pergi ke tempat tersebut.

Sesampainya di sana, Dzun Nun menemui penjaga dan bertanya apakah ada ahli hikmah di tempat seperti itu. Saat bertemu dengan penjaga, Dzun Nun bertanya,” Apakah di sini ada seorang ahli hikmah?”

“Di sini tidak ada orang yang disebut ahli hikmah, yang ada di sini orang gila semuanya,” ucap penjaga menjawab pertanyaan Dzun Nun al-Mishri.

Dzun Nun tidak menyerah. Ia ngotot bahwa di tempat itu ada seorang ahli ilmu hikmah. Pengurus itu menjawab dengan nada tinggi dan berkata,” Siapakah yang lebih pantas ditampung di tempat ini dan diberi obat? Apa yang diperbuat oleh ahli hikmah di tempat seperti ini?”

“Tolonglah, izinkan aku melihat mereka,” ucap Dzun Nun.

Kemudian Dzun Nun al-Mishri menghampiri ruang demi ruang dan meneliti satu persatu penghuninya. Namun yang dijumpainya memang orang gila yang lazim dirawat di panti dengan berbagai tingkah aneh mereka. Hingga sampailah ia di ruang yang paling ujung. Di dalamnya terlihat seorang laki-laki yang terikat dengan rantai. Dzun Nun kemudian menghampirinya.

Laki-laki itu bergumam, “ Berkatalah dengan baik niscaya engkau beruntung. Atau diamlah niscaya engkau akan selamat!”

Dzun Nun pun tertegun mendengar kalimat penuh ilmu hikmah itu. Kalimat yang tak lazim diucapkan orang gila. Kemudian ia mengucapkan salam. Laki-laki itupun membalas salam.

“Siapa namamu?” tanya Dzun Nun

“Namaku Ali, namun dikenal dengan nama Ulayyan al-Kufi,” katanya.

Mendengar jawaban itu Dzun Nun al-Mishri kaget karena mengenal namanya dan bertanya,”Mengapa engkau seperti ini?”

“Aku ini adalah orang yang berakal (waras). Namun yang mengaturku ini bukan aku, sehingga aku terbuang dari sisi-Nya, dalam belas kasih-Nya. Bila Dia berkehendak, maka Dia mengampuniku, begitu jika Dia berkehendak maka Dia akan Menyiksaku. Bila Dia berkehendak maka Dia akan memberikan cobaan, begitu juga ketika Dia berkehendak maka Dia akan memberi keselamatan. Dia berbuat atas segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Sesungguhnya bagi watak yang bening, cukuplah isyarat sebagai peringatan,” katanya,

“Aku ingin mendapat bimbinganmu,” ucap Dzun Nun.

Ulayyan kemudian menjawab,”Bila maksudmu adalah mencari petunjuk, maka hal itu tidak ada batasnya. Bila engkau maksudkan tentang wujud-Nya, maka sesungguhnya wujud-Nya ada pada bisikan awal hati nuranimu. Bila engkau mampu menanggungnya, maka akan kutambah untukmu.”

Jawaban dari orang gila tersebut membekas di benak Dzun Nun al-Mishri. Sampai akhirnya ia bergumam,”Aku telah banyak melihat ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah merasakan takut sebagaimana rasa takutku kepada Ulayyan.”