Dalam hadis riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah pernah kencing berdiri. Hadis tersebut berbunyi:
ﻋَﻦْ ﺣُﺬَﻳْﻔَﺔَ، ﻗَﺎﻝَ «ﺃَﺗَﻰ اﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻﻠّﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳُﺒَﺎﻃَﺔَ ﻗَﻮْﻡٍ ﻓَﺒَﺎﻝَ ﻗﺎﺋﻤﺎ، ﺛُﻢَّ ﺩَﻋَﺎ ﺑِﻤَﺎءٍ ﻓَﺠِﺌْﺘُﻪُ ﺑِﻤَﺎءٍ ﻓَﺘَﻮَﺿَّﺄَ
Dari Hudzaifah bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam mendatangi tempat pembuangan kotoran, lalu Nabi kencing berdiri. Nabi meminta diambilkan air, kemudian saya membawa air dan Nabi berwudhu’.
Namun dalam riwayat lain disebutkan:
ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ، ﻗَﺎﻟَﺖْ: ﻣَﻦْ ﺣَﺪَّﺛَﻜُﻢْ ﺃَﻥَّ اﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺒُﻮﻝُ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻓَﻼَ ﺗُﺼَﺪِّﻗُﻮﻩُ، ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻳَﺒُﻮﻝُ ﺇِﻻَّ ﻗَﺎﻋِﺪًا
Aisyah berkata: “Jika ada yang mengatakan bahwa Nabi kencing berdiri maka jangan dipercaya. Nabi tidak kencing kecuali duduk” (HR Tirmidzi)
Imam Tirmidzi menulis bab dispensasi ini dengan mengutip dari para ulama:
ﻭَﻗَﺪْ ﺭَﺧَّﺺَ ﻗَﻮْﻡٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻫْﻞِ اﻟْﻌِﻠْﻢِ ﻓِﻲ اﻟْﺒَﻮْﻝِ ﻗﺎﺋﻤﺎ
“Sebagian ulama memberi keringanan untuk kencing berdiri”
Dua hadis yang sepertinya saling bertentangan ini kemudian diformulasikan oleh Imam Nawawi:
ﻭَﻳُﻜْﺮَﻩُ ﺃَﻥْ ﻳَﺒُﻮﻝَ ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﻋُﺬْﺭٍ ﻟِﻤَﺎ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﻋُﻤَﺮَ ﺭَﺿِﻲَ اﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻪُ ﺃَﻧَّﻪُ ﻗَﺎﻝَ (ﻣﺎﺑﻠﺖ) ﻗﺎﺋﻤﺎ ﻣﻨﺬ ﺃﺳﻠﻤﺖ ﻭﻻﻧﻪ ﻻ ﻳﺆﻣﻦ اﻥ ﻳﺘﺮﺷﺶ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻻﻳﻜﺮﻩ ﺫَﻟِﻚَ
Makruh kencing posisi berdiri jika tidak ada uzur. Berdasarkan riwayat dari Umar bahwa beliau berkata, “Aku tak pernah kencing berdiri sejak aku masuk Islam”. Dan dikarenakan kencing berdiri dapat menyebabkan air kencing terpercik kemana-mana, namun tidak makruh” (Al-Majmu’ 2/82)
Masalah semacam ini hampir sama dengan banyak kejadian, sebagian sahabat menyaksikan namun sahabat yang lain tidak melihatnya. Misalnya dalam bacaan Fatihah menurut Sahabat Anas Nabi tidak mengeraskan Basmalah. Namun menurut Sahabat Abu Hurairah dan Sahabat Ibnu Abbas Nabi membaca Basmalah dengan suara keras.