Jejak Kasus FPI yang Gemar Sweeping dan Diskriminatif Terhadap yang Dianggap Berbeda

Jejak Kasus FPI yang Gemar Sweeping dan Diskriminatif Terhadap yang Dianggap Berbeda

FPI memiliki jejak intoleransi yang panjang, ini sebagian kecil saja

Jejak Kasus FPI yang Gemar Sweeping dan Diskriminatif Terhadap yang Dianggap Berbeda

Kita sudah tidak asing dengan FPI, ormas mengatasnamakan Islam yang acapkali bertindak arogan dan bar-bar saat di lapangan. Pun di media sosial, mereka merasa sebagai ‘raksasa’, sehingga acapkali bertindak semaunya: menyebarkan hoax, menebar teror dengan meluapkan sumpah serapah kepada yang dianggapnya berbeda baik dalam segi pemikiran, pandangan, pilihan politik, perbedaan ras, suku, etnis, agama dan kepercayaan.

Dalam sejarahnya, bukan hanya kali ini saja ada wacana pembubaran FPI, namun sejak era pemerintahan Gus Dur. Kala itu Gus Dur ingin membubarkan FPI karena dianggap sangat brutal, namun GusDur tidak memiliki wewenang. Hal itu diungkapkannya setelah tragedi penyerbuan 12 orang dari massa Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) oleh Puluhan orang yang mengenakan atribut FPI di Monumen Nasional (Monas) Jakarta.

Sepanjang perjalanannya, FPI terlibat dalam aksi sweeping dan diskriminasi terhadap beberapa agama. Berikut saya sebutkan beberapa kasus sweeping dan juga kasus diskriminasi berdasarkan fakta yang ada.

1. Kasus Sweeping

FPI berkali-kali bertindak tidak sebagaimana ormas, namun bertindak seperti aparat. Ketika bulan puasa misalnya, FPI di beberapa daerah acapkali melakukan aksi sweeping warung-warung yang dianggap tidak menghormati umat Islam yang sedang berpuasa. Akhirnya FPI tanpa hak menyerukan untuk menutup paksa warung tersebut. Jika melawan, FPI mengeluarkan tindakan represif.

Tidak hanya di bulan puasa saja, namun sering ormas ini melakukan tindakan yang sebenarnya bukan merupakan kewenangannya sebagai ormas. Januari 2018, FPI terlibat bentrok dengan warga Desa Ponteh, Kecamatan Galias, Pamekasan, Madura yang melawan saat dilakukannya sweeping yang dilatarbelakangi adanya praktik prostitusi ilegal.

Akibatnga 10 orang mengalami luka-luka, termasuk ibu rumah tangga dan anak-anak. Apapun alasannya, hal ini bukan kewenangan FPI sebagai ormas, namun merupakan tugas Polri sebagai aparat penegak hukum.

Sebenarnya masih banyak kasus sweeping yang dilakukan oleh ormas ini, namun contoh diatas semoga mewakili kasus-kasus lain yang juga dilakukan oleh ormas yang sama dengan cara yang brutal dan diluar kewenangannya.

2. Kasus Diskriminasi

Indonesia adalah negara yang beragam, ada banyak ragam suku, budaya, adat, bahasa, agama dan kepercayaan. Kesemuanya memiliki hak kebebasan dalam mengekspresikan perbedaan tersebut di muka publik, dan ini sangat jelas dijamin dan dilindungi oleh negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945.

Tindakan yang dilakukan ormas FPI dinilai telah menyalahi dan melanggar hak-hak yang dijamin oleh undang-undang seperti hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak kebebasan berpendapat dan hak kebebasan beribadah. Berikut beberapa fakta terkait tindakan brutal dan diskriminasi yang dilakukan oleh FPI:

Ahmadiyah

Tindakan diskriminatif FPI beberapa tahun silam rupanya membekas sangat jelas di pikiran saudara-saudara Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Pasalnya, yang ditolak dan dipermasalahkan bukan hanya keberadaan Ahmadiyah di Indonesia, namun juga kehidupan para jemaatnya. Dalam sebuah penggalan video yang kembali viral, Ustad Sobri Lubis (salah satu petinggi FPI) pernah menyerukan secara berulang-ulang untuk membunuh para jemaat Ahmadiyah karena dianggap sebagai penganut aliran sesat

Berdasar bincang santai saya dengan seorang Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang namanya sengaja saya samarkan untuk melindungi privasinya, pihaknya mengatakan sebelum FPI datang, kampungnya aman, damai dan tenteram. Namun tatkala FPI hadir ditengah masyarakat, suasana kacau balau menyelimuti kampungnya.

Terlebih kampung yang ditinggali (sebut saja namanya: Mawar) tersebut sebagian besar merupakan Jemaat Ahmadiyah. Sehingga saat ada tragedi penyerangan perkampungan Ahmadiyah itu, kata mawar, kampungnya menjadi salah satu korban.

“Sekolah yang memiliki afiliasi ke Ahmadiyah dilempari batu, rumah-rumah warga juga, Masjid kami disegel,” kata mawar.

Masih kata mawar, hingga kini tindakan diskriminatif itu tidak hanya dilakukan oleh FPI, namun juga Pemerintah baik daerah maupun pusat.

“Teman saya ada yang sampai beasiswa kuliahnya dicabut hanya gara-gara dia ketahuan Ahmadiyah, ada juga yang di PHK dari tempat kerjanya. Saat saya masih sekolah, nilai pendidikan Agama saya tidak boleh lebih tinggi dari yang lain karena saya dianggap sesat. Kemudian diskriminasi itu juga terjadi ketika kami mengurus izin pernikahan, itu dipersulit, KTP juga sebagian besar masih belum dapat,” kata Mawar kepadaku.

Tindakan diskriminatif yang terjadi kepada Jemaat Ahmadiyah haruslah disudahi. Disini saya mempertanyakan kembali peran negara yang seharusnya menjadi pelindung bagi warga negaranya yang lemah dan tertindas, bukan semakin menindas rakyatnya yang sudah ditindas. Ahmadiyah adalah salah satu korban yang menurut saya paling parah mendapatkan tindakan diskriminasi, bahkan tak selesai hingga hari ini.

Kristen dan Katolik

Keduanya hampir sama yang terjadi: Penolakan kegiatan peribadatan dan pendirian rumah Ibadat.Salah satu contoh adalah penolakan pendirian Gereja Santa Clara di Bekasi, 2 tahun silam (2017). FPI menjadi salah satu ormas yang paling getol menyerukan penolakan terhadap gereja katholik yang berlokasi di Bekasi Utara tersebut. Dalam tuntutannya, sejumlah ormas yang tergabung dalam Majelis Silaturrahim Umat Islam Bekasi (MSUIB), menyebut bahwa pembangunan Gereja tersebut tidak sesuai undang-undang (ilegal).

Hal itu bertolak dengan apa yang disampaikan Walikota Bekasi Rahmat Effendi, ia menegaskan bahwa pendirian Gereja Santa Clara telah sesuai dan memenuhi Undang-undang. Pihaknya juga menegaskan bahwa kota Bekasi adalah daerah yang heterogen dan toleran, tidak semestinya ada penolakan pendirian rumah ibadah, pemerintah setempat juga tidak sembarangan dalam menerbitkan IMB Rumah Ibadah (Dikutip dari berbagai sumber).

Seperti diketahui, dalam beberapa kali aksi penolakan pendirian Gereja, FPI berada diantara massa. FPI juga pernah terlibat bentrok pada “Insiden Monas 2008”, yang mana komplotan tersebut berusaha menghadang Jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia yang hendak beribadah.

Pendeta Palti Panjaitan dalam sebuah wawancara dengan CNN pernah mengaku, tak jarang para jemaat harus menerima lemparan telur busuk hingga air comberan dalam perjalanan menuju gereja. Saat beribadah pun, kelompok FPI itu melakukan demo di dengan pengeras suara hingga mengganggu para jemaat yang tengah berdoa

Di atas merupakan sedikit contoh tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh FPI kepada Jemaat Ahmadiyah, Kristen dan Katholik. Sebenarnya jika diungkap lebih dalam lagi, masih ada bejibun kasus yang bisa ditulis. Namun saya rasa cukup segini saja, selebihnya silakan cari-cari info sendiri.

Kembali mempertanyakan peran negara dalam melindungi warga negaranya dari tindakan diskriminasi, saya katakan: FPI ini ormas yang lebih banyak menimbulkan Mudhorot daripada manfaat, lebih banyak menimbulkan perpecahan dibanding persatuan, lebih banyak menimbulkan perspektif bahwa islam adalah agama yang arogan, keras dan diskriminatif, dibanding Islam sebagaimana Rasulullah teladankan yakni menjadi rahmat bagi semesta alam.

Melihat fakta-fakta yang terjadi terkait tindakan diskriminatif ormas FPI, pertanyaannya, apakah negara akan tetap mempertahankan keberadaannya? Apapun keputusannya, semoga atas dasar petimbangan yang matang berdasarkan fakta, dan menjadi keputusan yang maslahat bagi seluruh bangsa Indonesia.

Ini sebabnya saya memang setuju jika–sekali lagi jika–izin FPI diperpanjang asalkan mereka tidak lagi berlaku diskriminatif terhadap umat agama lain, tidak lagi melakukan apa yang bukan menjadi kewenangannya, serta tidak menyebar dan membuat provokasi, hatespeech dan hoax di Indonesia. Tapi, kita layak bertanya, apa bisa?

Apapun alasannya, diskriminasi adalah tindakan dzalim yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diteladankan oleh agama dan Pancasila. Sehingga diskriminasi harus dihapuskan dari kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demi keutuhan dan persatuan NKRI. Dan, FPI tampaknya tidak punya itikad baik untuk itu.

19.