Salah satu sifat buruk manusia adalah tergesa-gesa dalam melakukan segala hal. Maka tidak jarang yang terjadi adalah kekecewaan dan penyesalan. Pernyataan ini dipertegas dengan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketenangan berasal dari Allah, sementara tergesa-gesa berasal dari setan”. (HR. Al-Tirmidzi)
Selain itu terdapat pula hadis riwayat Ibnu Abbas yang seirama dengan hadis sebelumnya,“Terdapat dua hal yang dicintai Allah SWT, yaitu sifat kesabaran dan ketenangan,” juga hadis nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah “Doa seorang hamba akan dikabulkan selama tidak tergesa-gesa”. (HR. Bukhori dan Muslim).
Namun demikian, segala sesuatu tentu ada pengecualian. Sebagaimana kaul sahabat Ibnu Abbas, “khoiru al-birri ‘ajiluhu,” sebaik-baiknya perkara yang baik adalah menyegerakannya. Juga ucapan, “la yatimmu al-ma’ruf illa bi ta’jilihi, fainnahu idza ajala hanna’ahu,” sesuatu yang baik tidak akan sempurna kecuali dilakukan dengan segera. Jika seseorang bersegera maka ia pun akan mendapatkan ucapan selamat.
Pendapat sahabat di atas tentu bukan asal-asalan. Dasar yang digunakan adalah firman Allah dalam menyifati orang-orang mukmin: “Mereka itu bersegera dalam kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya”. (Q.S Al-Mukminun : 61).
Selain itu, dalam menyifati orang saleh, Allah juga berfirman: “Mereka bersegera dalam kebaikan-kebaikan, mereka itulah termasuk orang-orang saleh,” (Q.S Ali Imran : 114).
Ayat di atas menjelaskan bahwa menyegerakan sesuatu, terutama dalam hal kebaikan yang bermanfaat bagi sesama dan ibadah kepada Allah sangat dianjurkan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh salah seorang ulama besar dari Khurasan, Abu Abdurrahman Hatim bin Ulwan yang rela dijuluki al-Ashom, situli karena menjaga perasaan perempuan yang tidak sengaja buang gas di depan beliau.
Hatim al-Ashom menyatakan bahwa ketergesa-gesaan merupakan sifat setan kecuali lima hal. Bahkan lima hal tersebut merupakan sunnah-sunnah nabi yang seharusnya dilestarikan. Pertama, memberi suguhan makan kepada tamu selama tidak memberatkan pemilik rumah. Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Amr bin Ash, nabi bersabda :
من أطعم أخاه من الخبز حتى يشبع وسقاه من الماء يرويه بعد من النار سبع خنادق كل خندق مسيرة سبعمائة عام
“Barang siapa memberi makan roti saudaranya sampai dia kenyang dan memberi minum sampai ia meresa segar hilang dahaga, maka orang tersebut dijauhkan dari tujuh jurang neraka, setiap jurang berjarak tujuh ratus tahun”. (HR. Al-Nasa’i, al-Thabrani, al-Hakim, dan al-Baihaqi)
Kedua, menyegerakan untuk mengurus jenazah, baik memandikan, mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan). Dasar yang digunakan adalah hadis nabi :
إن أوّل ما يجازى المؤمن بعد موته أن يغفر لجميع من تبع جنازته
“Sesungguhnya balasan pertama kali seorang mukmin setelah kematiannya adalah diampuninya (dosa) semua orang yang mengantarkan jenazahnya sampai kuburan”. (HR. Al-Baihaqi).
Nabi juga bersabda :
إذا مات الرجل من أهل الجنة استحيا الله عز وجل أن يعذب من حمله ومن تبعه ومن صلى عليه
“Jika seseorang ahli surga meninggal dunia, Allah merasa malu untuk menyiksa orang-orang yang memikul, mengantarkan, dan menyalati janazah tersebut”. (HR. Al-Dailami)
Ketiga, menikahkan anak perawan yang sudah baligh dan sudah siap untuk menikah. Landasannya adalah hadis nabi yang diriwayatkan sayyidah Aisyah :
من زوج بنتا توّجه الله يوم القيامة تاج الملوك
“Barang siapa menikahkan anak perempuannya maka Allah akan memakaikan mahkota raja kepadanya”. (HR. Ibnu Syahin).
Maksud dari ini adalah bahwa orang tua atau wali yang mampu mendidik anaknya dengan baik sehingga jauh dari berbuat zina dan menikahkan anak ketika sudah baligh dan siap untuk menikah, maka balasan dari Allah kepada wali tersebut adalah dipakaikannya mahkota raja di surga nanti.
Keempat, menyegerakan membayar hutang jika sudah jatuh tempo. Hal itu dikhawatirkan kematian akan mendahuluinya. Dalam beberapa riwayat nabi enggan menyalati seseorang jika orang tersebut masih menanggung hutang.
Kelima, menyegerakan bertaubat. Dasar yang digunakan adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah yang menyatakan bahwa setiap hari nabi tidak kurang ber-istighfar dan bertaubat lebih dari seratus kali. Padahal nabi Muhammad jelas maksum dan dijamin surga oleh Allah SWT.
Wallahu A’lam.
Disarikan dari kitab ’Hulyatul Auliya’ karya Syeh Abu Nu’aim al-Ashbahani dan Nashai’il Ibad karya Syeh Muhammad Nawawi Umar al-Bantani