Apakah politik dan ilmu sosial mempunyai hubungan dengan filsafat? Apakah sains dan kedokteran juga punya keterekaitan serupa? Lalu, bagaimana dengan seni? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul ketika sebagian orang membincangkan filsafat. Bahkan bagi sebagian kalangan dianggap sebagai sesuatu yang abstrak, melangit dan jauh dari tatanan praktis.
Tapi, di tangan Iqbal, filsafat menjadi sedikit berbeda, filsafat tidak lagi hanya sebagai pemuas dahaga intelektualitas belaka, melainkan juga menjadi wilayah aksi, menjadi wilayah amal. Selasa, 4 Oktober 2016 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Himpunan Mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam mencoba mengetengahkan pemikiran filsafat Iqbal tersebut dengan membedah bukunya yang berjudul Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam.
Hadir sebagai pembedah dalam acara itu adalah Dr. Haidar Bagir dan Dr. Ammar Fauzi. Haidar, menyebut bahwa filsafat yang dikembangkan oleh Iqbal, meski sudah lebih dari tujuh puluh tahun lamanya, namun masih tetap relevan dikaji sampai sekarang.
Hal ini menurut Haidar karena pemikiran filsafat Iqbal yang termuat dalam buku Rekonstruksi Pemikiran Religius dalam Islam, bahkan itu di halaman awal buku, menyebut bahwa al Qur’an adalah kitab suci yang menekankan pada amal ketimbang pemikiran. Haidar kemudian menggarisbawahi pernyataan itu dengan mengatakan, “Pemikiran itu penting jika ia membawa atau menuntun manusia pada aksi nyata atau amal.
“Oleh karenanya, yang kita lihat saat ini, dalam bidang politik, sosial, sains dan bahkan kedokteran mempunyai akar pada filsafat,” ungkap Haidar.
Filsafat adalah ibu dari ilmu pengetahuan, sebagaimana yang diketahui filsafat berada pada area epistemologi, ontologi dan aksiologi. Sementara itu, Ammar Fauzi memandang apa yang dilakukan oleh Iqbal seperti apa yang dikakukan Rasulullah dan empat sahabat sepeninggalnya, dalam hal rekonstruksi.
Iqbal mencoba membangun kembali pemikiran (Islam) yang sempat mandek. Tidak bergerak. Iqbal menawarkan rekonstruksi atas pemikiran filsafat dan tasawuf, yang selama hampir 500 tahun dianggap Iqbal telah tertidur.
Pemikiran Filsafat dan tawasuf yang ditawarkan oleh Iqbal adalah penawar untuk kejumudan pemikiran Islam. Dan jikalau inti filsafat diri (khudi) yang digagas Iqbal itu dilakukan dengan sungguh-sungguh akan mengantarkan masyarakat atau bangsa menjadi lebih baik dan bangun dari keterpurukan. Dan hal itu masih relevan sampai saat ini, setelah tujuh puluh tahun Iqbal meninggalkan kita semua’ pungkas Ammar Fauzi.
Jadi, masihkah bertanya untuk apa dan apa guna, atau hubungan, filsafat dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang sedang kita nikmati dan kita (puja) kagumi saat ini? (Fahmi Iqbal/ed.Ddk)