Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya melarang umat Islam untuk melakukan intimidasi, teror, atau ancaman terhadap orang lain. Tulisan ini akan menyebutkan beberapa hadits terkait tindakan intimidasi dan teror yang tercela.
Berikut ini adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim.
وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُشِيرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيهِ بِالسِّلَاحِ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنْ النَّارِ
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah salah seorang kalian mengarahkan [mengacungkan] senjata ke saudaranya karena ia tidak tahu bisa jadi setan mencabut senjata itu dari tangannya sehingga ia jatuh ke lubang neraka,’” HR Bukhari dan Muslim.
Pada riwayat Imam Muslim, tindakan intimidasi dengan pengacungan senjata atau cara-cara lain yang menciptakan suasana mencekam dapat mendatangkan laknat malaikat hingga pelaku meninggalkan praktik tercela tersebut.
عَنْ ابْنِ سِيرِينَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى يَدَعَهُ وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لِأَبِيهِ وَأُمِّهِ
Artinya, “Dari Ibnu Sirin, aku mendengar Abu Hurairah RA berkata, ‘Abul Qasim Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa yang mengarahkan [mengacungkan] senjata ke saudaranya, sungguh malaikat akan melaknatnya hingga ia menyudahinya sekalipun ia adalah saudaranya satu ayah dan satu ibu [sekandung],’’” HR Muslim.
Sebagaimana diketahui, intimidasi masih menjadi cara-cara alternatif untuk kepentingan politik. Intimidasi untuk tujuan politik melalui simbol-simbol, ekspresi-ekspresi lisan, dan artikulasi secara fisik masih saja digunakan untuk memuluskan tujuan politik tertentu.
Imam An-Nawawi memberikan anotasi atas hadits riwayat Imam Muslim di atas. Menurutnya, hadits tersebut mengandung larangan Islam atas praktik intimidasi terhadap sesama warga negara atas alasan apapun dan latar belakang apapun.
فيه تأكيد حرمة المسلم والنهي الشديد عن ترويعه وتخويفه والتعرض له بما قد يؤذيه وقوله صلى الله عليه و سلم وإن كان أخاه لأبيه وأمه مبالغة في ايضاح عموم النهي في كل أحد سواء من يتهم فيه ومن لا يتهم وسواء كان هذا هزلا ولعبا أم لا لأن ترويع المسلم حرام بكل حال ولأنه قد يسبقه السلاح كما صرح به في الرواية الاخرى ولعن الملائكة له يدل على أنه حرام
Artinya, “Hadits ini menegaskan kehormatan seorang Muslim, keharaman keras untuk menakuti dan mengintimidasinya, serta menunjukkan sikap yang menyakitinya. Redaksi ‘sekalipun ia adalah saudaranya satu ayah dan satu ibu [sekandung]’ ini menunjukkan secara hiperbolis penjelasan keumuman larangan tersebut terhadap siapa pun baik ia yang dituduh maupun yang tidak dituduh, dan sama saja baik intimidasi itu bersifat gurauan atau main-main maupun serius. Pasalnya, tindakan menakut-nakuti [intimidasi] seorang Muslim haram dalam segala kondisi dan itu didahului senjata sebagaimana riwayat lain. Laknat malaikat atas tindakan tersebut menunjukkan keharaman,” (Lihat Imam An-Nawawi, Minhajul Muslim bi Syarhi Shahih Muslim, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], cetakan keempat, juz VIII, halaman 417-418).
Rasulullah SAW mengingatkan betapa tercelanya tindakan intimidasi terhadap orang lain. Riwayat Imam At-Thabarani berikut ini menyebut dengan jelas ganjaran pahit bagi pelaku intimidasi.
عن عبد الله بن عمر قال سَمِعْتُ رسولَ الله صلى الله عليه و سلم يقول مَنْ أَخَافَ مُؤْمِنًا بِغَيْرِ حَقٍّ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُؤَمِّنَهُ مِنْ أَفْزَاعِ يَوْمِ القِيَامَةِ
Artinya, “Dari Ibnu Umar RA, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang menakut-nakuti [intimidasi atau meneror] orang yang beriman tanpa hak, maka Allah berhak untuk tidak menjamin keamanan baginya dari ketakutan di hari kiamat,’” HR At-Thabarani.
Intimidasi atau cara-cara lain yang menciptakan suasana mencekam dan menakutkan dilarang dalam Islam. Bahkan keusilan dan keisengan terhadap sahabat yang diekspresikan dengan cara menakut-nakuti tetap dilarang Islam meski pada dasarnya gurauan dan candaan sesama sahabat tidak dilarang dalam Islam.
عن عبد الرحمن بن أبي ليلى قال حدثنا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أنهم كانوا يسيرون مع النبي صلى الله عليه وسلم فنام رجل منهم فانطلق بعضهم إلى حبل معه فأخذه ففزع فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يحل لمسلم أن يروع مسلما
Artinya, “Dari Abdurrahman bin Abu Laila, ia berkata, kami dikisahkan oleh paa sahabat Rasulullah SAW bahwa mereka suatu kali bepergian dengan Rasul. Ketika salah seorang dari mereka tertidur, seorang lainnya [karena usil bercanda] membawakan tali kepadanya, lalu dipegangkannya sehingga yang tertidur tadi kaget ketakutan [karena mengira tali tersebut adalah ular]. Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Seorang Muslim tidak halal untuk menakut-nakuti seorang Muslim lainnya,’” HR Abu Dawud.
Secara lugas Rasulullah SAW mengatakan bahwa intimidasi merupakan perbuatan aniaya. Intimidasi untuk tujuan politik tertentu dan kepentingan lainnya merupakan musuh bersama yang harus dihentikan.
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لا تروعوا المسلم فإن روعة المسلم ظلم عظيم
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Jangan kalian menakut-nakuti [intimidasi] seorang Muslim karena tindakan menakut-nakuti [intimidasi] seorang Muslim adalah sebuah kezaliman besar,’” HR Al-Bazzar dan At-Thabarani.
Semua riwayat dan keterangan ini cukup sebagai pandangan Islam atas intimidasi demi tujuan-tujuan politik. Dengan demikian, praktik intimidasi dan cara-cara kasar seperti ini harus segera dihentikan karena cara demikian tercela dalam agama dan melanggar UU pemilu yang berlaku.
Tujuan-tujuan politik sebaiknya diwujudkan dengan cara-cara yang konstitusional dan nilai-nilai kesantunan yang berlaku di Indonesia, serta tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Tujuan politik tidak boleh diraih dengan cara-cara kasar seperti intimidasi, hoaks, fitnah, atau ujaran kebencian yang menciptakan suasana sosial dan politik menjadi bising, tegang, mencekam, saling curiga, dan retakan-retakan yang tidak perlu.
Tujuan politik dapat dicapai dengan jalan-jalan kreatif dan santun. Banyak cara-cara kreatif dan menghibur dapat ditempuh untuk kepentingan dan tujuan politik tertentu tanpa harus melanggar norma hukum dan norma dalam Islam agar pemilu tidak mengganggu persatuan warga negara yang memiliki perbedaan aspirasi politik.