Shalat berjemaah sangat dianjurkan dalam Islam, bahkan orang yang melakukannya akan mendapat pahala yang berlipat ganda. Nabi SAW bersabda:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ، ﺃﻧﻪ ﺳﻤﻊ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: «ﺻﻼﺓ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺗﻔﻀﻞ ﺻﻼﺓ اﻟﻔﺬ ﺑﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺩﺭﺟﺔ
Artinya
Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri, Ia mendengar Nabi bersabda: ‘Shalat berjemaah lebih utama daripada shalat sendirian terpaut dua puluh lima derajat.’” (HR. Bukhari).
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa shalat berjemaah mengajarkan kekompakan antara imam dan makmum, maka dari itu seorang imam harus mengetahui kondisi makmumnya, ia tak boleh egois atau terlalu mementingkan diri sendiri.
Menurut Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin ada sepuluh kriteria atau syarat menjadi imam shalat agar menjadi sempurna:
Pertama, seorang imam harus mampu membaca Al-Qur’an dengan baik, tidak boleh ada kekeliruan dalam bacaan.
Kedua, takbiratul ihram harus yakin dan benar.
Ketiga, harus menyempurnakan ruku’ dan sujud.
Keempat, menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan dan belum jelas hukum dan statusnya, dalam bahasa lain menjauhkan diri dari perkara syubhat.
Kelima, menjaga tubuh dan pakaian dari kotoran dan najis.
Keenam, tidak boleh membaca surat yang terlalu panjang pada saat shalat kecuali sudah ada kesepakatan dengan makmum.
Ketujuh, tidak boleh merasa bangga (ujub) pada diri sendiri.
Kedelapan, bacalah istighfar atau meminta ampunan kepada Allah sebelum mengerjakan shalat.
Kesembilan, setelah selesai mengerjakan shalat, seorang imam tidak boleh berdoa untuk diri sendiri dan mengabaikan makmumnya.
Kesepuluh, bila ada seorang musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan mampir ke masjid tersebut, lalu mereka minta sesuatu yang dibutuhkan, maka seorang imam dianjurkan untuk membantunya.
Dengan demikian, seorang imam mesti mempersiapkan ilmunya terlebih dahulu sebelum menjadi imam.