Abdullah Ibn Abbas adalah putra pamanda Nabi yang didoakan beliau agar menjadi orang yang faqih dalam agama, mengetahui hikmah dan ta’wïl al Quran. Ibnu Abbas memiliki dedikasi yang tinggi untuk ber-talaqqi; ngaji langsung di hadapan Rasulullah SAW ketika masih hidup. Ketika Rasul sudah meninggal ia tak bersantai-santai, sila kupeng di rumah menunggu sahabat Nabi yang lain agar sowan kepada-nya, sama sekali tidak.
Ia mendatangi sahabat yang satu dan yang lain yang lebih sepuh dan lebih intens berinteraksi dengan Rasulullah. Beliau menyadari, karena pada saat Rasul wafat ia belumlah baligh [hilm], walaupun pada saat masih kecil sudah bergelora gairah ngaji pada Utusan-Nya. Kebiasaan mengajinya tak terhenti setelah Nabi wafat. Terasa ada yang kurang jika tak bermusyafahah dengan para sahabat.
Hingga suatu waktu, demi menghormati ahli ilmu, karena sangat takzimnya Ibnu Abbas kepada ulama-ulama (sahabat besar), tak segan ia menuntun hewan kendaraan Zayd bin Tsabit, seorang sahabat senior, pencatat wahyu. Sebaliknya, demi mentakzimi Ibnu Abbas sebagai saudara dekat Rasul, beliau malah mencium tangan Ibnu Abbas muda saat hendak dituntun kendaraannya.
“Jangan kau lakukan itu [menuntun kendaraan] wahai putra paman Rasulullah SAW.” Ujar Zayd bin Tsabit merasa tak pantas diperlakukan demikian.
“Memang begini-lah Rasulullah memerintah kita untuk memperlakukan ulama.” Ibnu Abbäs tanpa ragu menimpali.
هكذا أمرنا أن نفعل بعلمائنا….!!”
“Kemari kan tangan mu!!” Zayd memohon.
Ibnu Abbas sejurus kemudian langsung mengulurkan tangannya.
Dan tanpa ragu pula diciumnya tangan saudara sepupu Nabi yang masih belia itu.
” Begini lah Rasulullah SAW memerintahkan kita terhadap Ahli Bayt Nabi.
هكذا أمرنا أن نفعل بأهل بيت نبينا صلى الله عليه وسلم “
Kealiman Ibnu Abbas
Kealiman sahabat Ibnu Abbas dalam bidang agama diakui oleh para sahabat Nabi. Umar bin Khattab, karena mengetahui kejujuran dan keilmuan Ibnu Abbas yang begitu luas sering sengaja mendatangkan Ibnu Abbas di majelis-majelis ilmu yang dihadiri para pembesar sahabat Nabi untuk mengaji.
Banyak yang tak sreg dengan sikap Amirul Mukminin, Umar bin Al-Khatthab itu. Mereka mempertanyakan sikap sang khalifah yang lebih sering mengundang sahabat Ibnu Abbas untuk mengisi pengajian. Mereka bergumam, “Mengapa tidak putera-putera mereka saja yang tampil di muka untuk mulang ngaji?”.
“Sesungguhnya ia adalah seorang pemuda yang sangat cerdas yang melebihi rekan-rekannya; lisannya senantiasa digunakan untuk bertanya dan akalnya selalu digunakan berpikir.” Tandas Umar memantapkan sikapnya.
Beginilah akhlak Ibnu Abbas, seorang ulama besar pewaris ilmu yang juga merupakan Ahli Bayt Rasulullah SAW.
*) Sumber bacaan: Ad Dinawari, Mujalasatu Ahlil Ilmi, vol. III, 147
**) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi Pesantren, tinggal di Brebes