Puasa adalah waktu di mana setiap muslim dewasa dan mampu diwajibkan untuk mengendalikan diri dari perbuatan yang diperbolehkan di luar bulan Ramadhan, seperti makan dan minum. Namun di samping yang dapat mengakibatkan batalnya puasa, kita musti juga memahami apa yang dimakruhkan saat berpuasa, agar puasa yang kita jalanin bernilai sempurna.
Tulisan ini akan menjelaskan hal-hal yang makruh dilakukan ketika sedang berpuasa. Makruh adalah perbuatan yang tidak menimbulkan dosa atau batal apabila dilakukan, namun berdampak pada berkurangnya nilai ibadah yang kita lakukan. Tulisan ini penting mengingat banyak orang yang tidak mengerti apa saja yang makruh dilakukan saat berpuasa. Di samping itu perbedaan yang tipis antara makruh dan batal saat berpuasa. Sehingga perlu kehati-hatian agar apa yang kita anggap makruh tidak berujung pada hal yang justru membatalkan puasa.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw telah mengingatkan agar menjalankan puasa dengan sungguh-sungguh dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa. Sebagaimana sabda beliau dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Sahabat Abu Hurairah:
«كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Artinya: Betapa banyak banyak orang yang berpuasa, namun tidak ada yang ia dapatkan kecuali hanya rasa lapar, dan betapa banyak orang yang melakukan ibadah malam harinya tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya begadang
Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya yang berjudul al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu menjelaskan beberapa hal yang makruh dilakukan saat berpuasa.
Pertama, puasa wishal
Wishal artinya adalah puasa sepanjang hari, tanpa ada jeda. Puasa ini dilakukan di luar bulan Ramadhan. Berbeda dengan puasa daud yang disunnahkan bagi orang yang sanggup. Puasa daud dilakukan dengan cara sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa.
Kedua, berciuman suami istri.
Dalam sebuah hadis Riwayat Ahmad ibn Hanbal dari Sahabah ‘Aisyah, Rasulullah saw pernah mencium istrinya (‘Aisyah) saat itu beliau sedang berpuasa. Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang berpuasa diperbolehkan sebatas mencium istrinya.
Kasus lain dalam Musnad al-Syafi’i dan Musnad Ahmad walau ada seorang perawinya yang mubham (tidak jelas perawinya), menceritakan bahwa seorang sahabat mengadu kepada Rasulullah saw bahwa ia mencium istrinya saat berpuasa, Rasulullah saw mengingatkan beliau dengan berkata “Saya adalah orang yang paling takwa diantara kalian dan yang paling tau batasan-batasan yang diberikan Allah.
Dari cerita tersebut nampak bahwa makruhnya mencium istri atau sebaliknya mencium suami karena khawatir akan mengakibatkan keluarnya air mani yang pada akhirnya dapat membatalkan puasa.
Ketiga, berlebihan dalam memakai wangi-wangian, mandi terlalu lama, atau tidur terlalu lama.
Keempat, membayangkan sedang berjimak (bersetubuh).
Kelima, mencicipi makanan dan permen karet, karena dikhawatirkan akan tertelan. Biasanya ibu rumah tangga sering melakukan hal ini saat sedang mempersiapkan untuk berbukan, untuk itu perlu hati-hati atau lebih baik untuk memberikan kepada orang yang tidak berpuasa.
Keenam, berlebihan dalam berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung (istinsyaq) pada saat berwudhu. Namun apabila dapat dipastikan tidak mampu mengendalikan air agar tidak masuk ke dalam tubuh maka berkumur-kumur dan istinsyaq tidak boleh dilakukan.
Ketujuh, sikat gigi setelah tergelincirnya matahari, artinya setelah masuk waktu zuhur. Kemakruhan ini berdasarkan Hadis Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh
Kedelapan, berbekam. Ada beberapa hadis yang menjalaskan tentang hukum berbekam saat puasa. Ada sebuah hadis yang mengatakan batal sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Ibnu Majah dari Sahabat Abu Hurairah :
«أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ»
Artinya: batal puasa bagi orang yang dibekam dan yang membekam.
Namun hadis lain yang mengatakan tidak batal, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari sahabat Ibnu ‘Abbas, Rasulullah saw mengatakan:
احْتَجَمَ وَهُوَ مُحْرِمٌ, وَاحْتَجَمَ وَهُوَ صَائِمٌ.
Artinya: Rasulullah saw berbekam ketika dia sedang ihram, dan beliau pernah berbekam ketika beliau berpuasa.
Sama halnya ketika imam Malik ditanya soal orang yang melakukan bekam saat berpuasa beliau katakan itu tidak membatalkan puasa, namun akan membuat orang tersebut lemah. Sehingga apabila resiko ini dianggap akan muncul maka berbekam lebih baik tidak dilakukan.
Wallahu a’lam.