Guru Marzuki dan Tarekat Masyarakat Betawi

Guru Marzuki dan Tarekat Masyarakat Betawi

Guru Marzuki dan Tarekat Masyarakat Betawi

Orang Betawi adalah hasil pembauran antara berbagai etnik dari berbagai penjuru Indonesia dan antarbangsa. Agama Islam merupakan salah satu unsur yang melekat kuat bagi masyarakat Betawi.

Seperti dikemukakan Mahbub Djunaidi, “Kebudayaan Betawi sebagai satu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan Islam. Mustahil bagi seorang Betawi hidup tanpa bersentuhan dengan langgar dan masjid, jika tidak taat beragama dia akan terkucil dalam arti yang sebenar-benarnya.”

Masuknya Islam di Jakarta diperkirakan pada abad ke-14 dan ke-15. Hipotesa ini berdasarkan peta suatu daerah yang disebut Nusa Kelapa yang diduga peta Jakarta. Saat itu Nusa Kelapa masih merupakan daerah kekuasaan Pajajaran. Ramainya pelabuhan Sunda Kelapa juga termasuk datangnya pedagang Islam. Pedagang Islam dapat membangun pemukiman meskipun Pajajaran adalah kerajaan Hindu dikarenakan jauhnya pusat kerajaan dari pantai Sunda Kelapa. Daerah Nusa Kelapa juga berada di bawah pengawasan vasal dan bukan pengawasan langsung Pajajaran.

Dalam penyebaran Islam di Jakarta ada beberapa tokoh penting. Salah satunya adalah Guru Marzuki. Guru Marzuki merupakan tokoh Islam sentral di Jakarta. Ia memperoleh ijazah penyebaran tarekat Alawiyyah dari Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Hal ini juga menandakan pengaruh tarekat dalam penyebaran Islam di Jakarta pada masyarakat Betawi.

Tarekat diambil dari bahasa Arab thariqa. Tarekat adalah suatu perkumpulan sufistik. Geertz menyebut tarekat sebagai suatu, “Mistisisme di bawah panji-panji sufisme. Mereka biasanya berjalan atas dasar teori perkembangan mistik 4 tahap: sarengat, tarekat, hakekat, dan makrifat”.

Pimpinan tarekat atau biasa disebut mursyid adalah guru mistik yang disegani dan tokoh sentral dalam tarekat tersebut. Guru mistik sudah memperoleh latihan dari tarekat lain dan sudah mendapatkan ijazah. Seorang guru mistik dapat mendirikan tarekat baru dengan ijazahnya itu. Biasanya guru mistik memiliki silsilah perguruan yang panjang. Tarekat menganut aliran mistik sesuai orientasi pemimpinnya ini.

Di Jakarta sendiri terdapat banyak ulama. Beberapa ulama saling terjaring dalam suatu jaringan ulama berdasarkan silsilah tarekat. Jaringan ulama terbentuk ketika seorang murid belajar kepada gurunya hingga ke guru-gurunya yang paling awal. Silsilah ini sangat penting sebagai bukti kesahihan tarekat dan bukti sesuai dengan syariah (mu’tabarah). Beberapa ulama Betawi terikat dalam suatu jaringan tersendiri berlandaskan tarekat.

Ulama memiliki peranan penting dalam masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi amat menghargai nilai-nilai agama Islam. Nilai-nilai Islam ini mempengaruhi berbagai aspek seperti misalnya pendidikan. Pendidikan keagamaan merupakan suatu hal penting untuk diberikan kepada generasi penerus bagi masyarakat Betawi. Dalam hal ini, ulama-ulama berlatar belakang tarekat berpengaruh dengan membuat pesantren.

Guru Marzuki, misalnya, merupakan seorang ulama Betawi yang berlatar belakang tarekat. Sebelum menjadi ulama yang disegani, ia berguru pada banyak guru dan bahkan menuntut ilmu sampai ke Mekkah. Di antara guru-gurunya banyak yang merupakan tokoh penting dalam penyebaran tarekat seperti misalnya Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (mufti Mekkah) yang memberinya ijazah untuk menyebarkan Tarekat Alawiyyah.

Penyebaran Islam dilakukan Guru Marzuki di wilayah Kampung Muara atau sekarang wilayah Cipinang Muara Jatinegara. Hampir seluruh orangtua ingin mengirimkan anaknya ke pesantren Cipinang Muara milik Guru Marzuki. Banyak murid Guru Marzuki yang menjadi ulama juga dan mendirikan pesantren lain.
Dengan kata lain tarekat memiliki pengaruh pada masyarakat Betawi terutama dalam aspek keagamaan.

Tarekat sebagai suatu kelompok sufistik yang biasa melakukan ritual keislaman mempengaruhi agama Islam di Betawi. Masyarakat Betawi memang amat erat dengan Islam. Pengaruh tarekat dapat dibuktikan dengan silsilah tarekat pada ulama Betawi yang juga menjadi guru dari banyak ulama lainnya seperti Guru Marzuki. Hal ini dikarenakan ulama Betawi saling berjejaring berdasarkan hubungan guru-murid.

 

Artikel ini diterbitkan kerja sama antara islami.co dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemkominfo