Menjawab Tuduhan Amaliah NU yang Dianggap Keroyokan dan Suka Pamer

Menjawab Tuduhan Amaliah NU yang Dianggap Keroyokan dan Suka Pamer

Amaliah NU yang dituduh sebagai tempat pamer dan keroyokan itu justru jadi rumah kembali orang-orang biasa yang kesehariannya berburu dunia.

Menjawab Tuduhan Amaliah NU yang Dianggap Keroyokan dan Suka Pamer

Secara tidak sengaja saya melihat akun twitter @Khazanah GNH meluruskan twit orang yang berisi kritikan terhadap amaliah NU. Amaliah NU dinilai sebagai ibadah yang pamer dan tidak mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Ini tentu konteksnya adalah amaliah-amaliah NU yang pelaksanaannya dengan berjama’ah dan bersuara nyaring, sehingga ia menyebut keroyokan dan teriak-teriak.

Baiklah, saya tulis di sini saja bagaiamana pengalaman saya mengikuti dan melihat amaliah-amaliah NU yang disebut keroyokan dan teriak-teriak ini menjadi tempat banyak orang untuk kembali.

Jamak kita ketahui beberapa amaliah-amaliah NU memang banyak dilakukan secara berjama’ah. Sebut saja ada istighosah, mujahadah, salawatan, tarekatan, tahlilan, manaqiban, hingga tadarusan atau khataman Al-Qur’an, dan masih banyak lagi yang lain. Bahkan langgar depan rumah nenek saya setiap bulan mengadakan mujahadah dan sholat-sholat sunnah bakda sholat isyak. Jama’ahnya adalah para petani sekitar langgar.

Sebatas pengalaman sejak kecil, saya melihat antusiasme luar biasa dari masyarakat ketika kegiatan-kegiatan itu diadakan. Ibu-ibu sibuk menyiapkan konsumsi, bapak-bapak menyiapkan karpet dan sound system, dan anak-anak bergembira karena banyak pedagang yang menjejer aneka daganganya.

Begitu juga dengan acara-acara lainnya seperti tadarusan atau khataman Al-Qur’an dan muludan di musala atau masjid, dengan sukarela warga melakukan iuran makanan dan minuman untuk konsumsi bersama setelah acara.

Pengalaman berharga saya ketika pulang dari perantauan, ibu mengajak saya mengikuti acara semacam dzikir di masjid bakda sholat tarawih. Kemudian saya menyadari itu adalah kegiatan salah satu gerakan tarekat.

Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin, para jama’ah mayoritas mengenakan pakaian serba putih. Ketika acara dimulai lampu dimatikan. Jama’ah dengan khusu’ mengikuti dzikir yang diucapkan oleh imam. Dzikir berlangsung cukup lama.

Jangan mengira kegiatan  ini hanya diikuti oleh tokoh-tokoh agama saja. Justru kegiatan ini seperti menjadi tempat kembali bagi banyak orang setelah bergelut dengan duniawi. Saya melihat pedagang bakso depan lapangan mengikuti kegiatan ini. Saya juga mendapati para buruh pabrik, petugas puskesmas beserta cucu-cucunya yang masih muda, pensiunan ASN, ibu rumah tangga, petani, guru, dan berbagai profesi lainnya. Semua tumplek blek dalam kekhusuan berdzikir.

Tidak hanya kegiatan tarekatan, kegiatan-kegiatan lainnya seperti khataman Al-Qur’an, dibaa’an, tahlilan, juga demikian. Menjadi sarana orang untuk kembali atua pulang ke dimensi religi setelah bergelut dengan duniawi alias pekerjaan masing-masing.

Menjawab twit di atas yang menuduh bahwa kegiatan-kegiatan ini cenderung keroyokan, teriak-teriak, dan pamer jelas tidak benar adanya. Justru di berbagai wilayah, orang merasa berterima kasih karena ada sarana untuk mencharge energi ukhrowi.

Melalui kegiatan kegiatan tersebut, banyak orang mengkonversi dirinya bak terlahir kembali dengan mengisi jiwa dengan kegiatan-kegiatan rohani. Justru kegiatan-kegiatan ini mengajak orang dari banyak kalangan untuk memenuhi dirinya dengan kegiatan rohani, tenggelam dalam suasana dzikir dan sholawat.

Tuduhan tidak mendapat kebaikan baik dunia dan akhirat tentu tuduhan tak baik, bagaimana bisa ia melangkahi Tuhan untuk memberikan label baik atau tidak baik dunia dan akhirat atas imbalan amalan.

Jika masih tak percaya coba datang dan rasakan. Selain mencharge rohani denga dzikir (akhirat), kegiatan ini juga memperkuat ukhuwah antar sesama warga dan mengembangkan perekonomian masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang dihadiri banyak masa, sehingga masyarakat bisa menjajakan dagangannya (duniawi).