Islam merupakan agama yang paling realistis dengan kehidupan, memanusiakan manusia sebagaimana keinginan hatinya, bakat minatnya, dan tabiat kepribadiannya. tidak mewajibkan pemeluk islam untuk menjadikan semua omongannya dzikir, semua diamnya berfikir, segala imajinasinya ilmu, semua kekosongannya ibadah.. akan tetapi islam memberikan sesuai porsi fitrah manusia; yang bisa senang, bermain, bercanda selama itu masih dalam batasan yang baik.
Alangkah baiknya jika kita mendengarkan hadits sahabat Handzolah yang menceritakan tentang kisah dirinya;
Aku bertemu dengan Abu Bakar ia berkata padaku “bagaimana keadaanmu duhai Handzolah?”, aku menjawab “Handzolah seorang munafiq”, ia berkata “Subhanallah, apa yang kau katakan?”, aku berkata “dulu kami bersama Rosulullah beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga seolah-olah kami mengingatnya, ketika kami keluar dari Rosulullah kami masih bermain dengan istri dan anak maka kami melupakan segalanya!!!”
Abu Bakar berkata “ demi Allah sesungguhnya kami juga menemui hal itu”, Handzolah berkata “Maka aku pergi bersama Abu Bakar menemui Rasulullah kemudian aku berkata;
Handzolah telah menjadi orang munafiq ya Rosulallah!”,
Maka rasulullah bersabda; “apakah yang dimaksud itu?”, aku berkata; “wahai Rosulullah dahulu kami bersamamu dan engkau mengingatkan kami tentang surga dan neraka seolah olah kami melihatnya, setelah kami keluar dari mu, kami bermain dengan anak dan istri kami hingga kami banyak lupa (tentang surga dan neraka).”
Rasulullah s.a.w bersabda ; “demi dzat yang diriku ada pada genggamannya, andaikata kalian terus menerus di dekatku dan terus menerus berdzikir, niscaya para Malaikat akan berjabat tangan dengan kalian dikasur dan dijalan jalan kalian, akan tetapi wahai Handzolah ada waktunya masing masing (kalimat ini di ulangi 3 kali).” (al Hadits).
Dari hadits panjang diatas kita bisa memahami bagaimana ending dari percakapan Rosulullah yang menganjurkan juga untuk meluangkan waktu bercanda dan bermain bersama keluarga dan istri, dengan bersikap lembut dan menyenangkan hati mereka karena sebenarnya hal ini sangat relevan dengan tabiat setiap manusia.
Dalam hadits lain juga dikatakan ;
روحوا على النفس فإن النفس تمل
“Berikan hiburan pada diri, karena diri terkadang mengalami kejenuhan”(al Hadits).
Dari sisi lain Sejatinya setiap anak mengalami perkembangan tumbuh kembang mengikuti fase fase tertentu, anak kecil membutuhkan permainan guna melatih kemampuan berfikir dan menghayati kehidupan. Bahkan terkadang orang dewasa juga perlu menghibur diri agar sirkulasi peredaran darah dan tensinya bisa seimbang sehingga terhindar dari penyakit-penyakit berat dan mematikan seperti darah tinggi, stroke, jantung dan lain lain.
Menghibur diri dalam Islam tidak dilarang apalagi dalam rangka menghibur keluarga dan idkholussurur (menyenangkan) kepada mereka, dan itupun merupakan kesunnahan yang dicontohkan nabi kepada anak, istri dan cucunya.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tobroni dari sahabat jabir ia berkata; “saat aku menemui nabi s.a.w dan aku temui beliau sedang berjalan empat kaki (main kuda kudaan), dan diatas punggungnya ada Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain dan rosulullah pun bersabda; “sebaik baiknya Unta adalah Unta kalian berdua (Rosulullah), dan sebaik baik orang adil adalah kalian berdua.” (al Hadits).
Sungguh indah agama Islam, perkara yang kecilpun bernilai ibadah. kita lihat Ulama’ dan Habaib disekitar kita bagaimana mereka juga sering kita lihat berlibur bersama keluarga dan anak mereka, bahkan kepada anak anak kecil yang bukan keluarga mereka. Misalnya dengan memberikan uang kecil, permen, mencium tangan atau keningnya, mendoakan “barokallah, mabruk” dlsb.
Imam Tobroni meriwayatkan dari sahabat Jabir ia berkata; kami menemui Rosulullah s.a.w dan di undang untuk makan, seketika itu Nabi melihat Husain r.a bermain di jalan bersama anak anak kecil lain, nabipun bersegera mendekatinya dan menjulurkan tangannya, dan bergerak berlari kesana kemari, dan rosulullah membuat Husain tertawa hingga bisa ditangkap rosulullah. Dan nabi meletakkan salah satu tangannya di dagunya dan tangan lainnya dikepala dan telinganya, kemudian Husain dipeluk dan dicium dan nabi berkata; “Husain adalah bagian dariku dan aku bagian darinya!! Allah mencintai siapa orang yang mencintainya, Hasan dan husain dua putra dari segenap putra.” (al Hadits).
Demikian sedikit contoh kelembutan dan cara bermain rosululullah bersama anak anak kecil, jangan sampai kita terlalu memforsir anak anak kita hingga menghilangkan waktu bermainnya. Nanti secara psikologis bukan justru mencerdaskan anak malah membuat anak bosan dan enggan untuk belajar. Orang tua dan guru tugasnya adalah mengarahkan anak dan mendampingi agar si anak menemukan interpersonal skill dalam dirinya.
Syidi syeikh Muhammad bin Ali Ba’atiyah mengatakan; “sebenarnya setiap anak yang terlahir kedunia ini terlahir dalam keadaan pintar/tahu. Hanya saja para pendidik membutuhkan kata kunci untuk membuka cakrawala pengetahuan si anak.”
Ulama sekaliber Imam Ghozali pun dalam kitab Ihya Ulumuddin juga memberikan gambaran tentang pentingnya bermain bagi anak kecil ia berkata;
“Seyogyanya si guru mempersilahkan murid untuk bermain setelah usai dari pelajarannya, bermain dengan permainan indah yang mengistirahatkan dari lelahnya bangku pelajaran sekiranya tidak lelah dalam bermain. Apabila si guru melarang si anak bermain dan memforsir untuk selalu belajar maka akan mematikan hatinya, membatalkan kecerdasannya, mengajarkan untuk berlaku curang, sehingga mencari cara untuk keluar dari semua itu.”
Kemudian tugas selanjutnya bagi orang tua untuk memilhkan jenis permainan yang baik yang mendidik bagi anak, hindarkan anak dari permainan permainan yang menghabiskan waktu panjang hingga ia lupa sholat dan lupa makan, seyogyanya pilihkan permainan yang tradisional yang membantu membentuk interpersonal skill si anak, dan sebisa mungkin jauhkan anak dari ketagihan dengan gadget yang menjadikan anak menjadi malas bergerak dan berkomunikasi.
Demikian sekelumit mengenai permainan sebagai pendidikan dalam islam, semoga bermanfaat.
Yaman 23 syawwal 1438 H