Piala Dunia telah usai, Argentina memenangi adu pinalti setelah menjalani pertandingan sengit melawan Perancis. Gegap gempita Piala Dunia tidak hanya dirayakan oleh penggemar sepak bola saja, tetapi juga bagi masyarakat Arab di berbagai negara.
Tidak hanya karena tempat penyelenggaraan Piala Dunia 2022 yang berada di negeri yang terletak di Jazirah Arab, yaitu Qatar, tetapi juga karena Piala Dunia kali ini menyuguhkan kisah-kisah “heroik” yang membangkitkan rasa solidaritas bagi masyarakat Arab itu sendiri.
Bagi Qatar, penyelenggaraan Piala Dunia ini bisa dikatakan berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan, dengan dukungan dari negara-negara tetangga, mengingat perseteruan Qatar sebelumnya dengan negara “kuartet Arab” yaitu Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Bahrain sudah diakhiri. Perlu diketahui, perseteruan itu terjadi sejak Juni 2017 dengan diblokadenya ruang udara dan jalur laut dari Qatar ke negara-negara tersebut.
Negara-negara kuartet Arab yang dipimpin oleh Arab Saudi itu menuduh Qatar mendukung dan menjadi basis bagi jaringan kelompok teroris di Timur Tengah dan belahan dunia lainnya. Setelah sekitar 4 tahun perseteruan tersebut berlangsung, rekonsiliasi antara negara-negara kuartet dengan Qatar mulai dilakukan pada 2021 dengan diselenggarakannya KTT GCC (Gulf Cooperation Council) di al-Ula, Arab Saudi. Keempat negara Arab itu setuju untuk memulihkan kembali hubungan diplomatik dengan Qatar dan mengakhiri blokadenya.
Dukungan Arab Saudi pada penyelenggaraan Piala Dunia itu dibuktikan dengan kehadiran Pangeran Mahkota sekaligus Perdana Menteri Muhammad bin Salman (MBS) dalam pembukaan Piala Dunia. MBS nampak dekat dan mesra dengan Emir Qatar Tamim bin Hamad al Thani, hal yang mustahil terjadi pada masa-masa blokade sebelumnya. Bahkan, MBS memakai syal bermotif bendera Qatar dan bergandengan tangan dengan Emir Qatar.
Tentunya pertemuan tersebut semakin menandakan hubungan antar kedua negara yang sudah pulih sepenuhnya, apalagi dengan kehadiran langsung MBS di sana.
Euforia masyarakat Arab semakin bertambah ketika Arab Saudi berhasil memenangi duel melawan Argentina, di laga pembuka. Tidak hanya warga Saudi saja yang merayakannya, tetapi juga oleh warga Arab lainnya. Telah banyak video yang beredar di media sosial bahwa kemenangan Arab Saudi kala melawan tim kuat Argentina itu juga dirayakan oleh masyarakat Arab di berbagai belahan dunia.
Salah satu sisi yang menarik dalam pertandingan itu adalah ketika Al-Thani membawa bendera Arab Saudi dan mengibarkannya di hadapan penonton yang hadir di stadion, sebagai wujud dukungan Emir Qatar tersebut kepada kesebelasan Arab Saudi ketika melawan Argentina.
Dunia Arab juga bergembira ketika tim Maroko muncul sebagai tim kuda hitam dan melangkah jauh hingga ke semifinal. Sebuah pencapaian yang pertama kali bagi kesebelasan asal Afrika di Piala Dunia. Kemenangan demi kemenangan Maroko di laga-laga Piala Dunia tidak hanya dirayakan oleh masyarakat Maroko sendiri, namun juga oleh warga Arab di berbagai belahan dunia.
Banyak video yang tular/viral di media sosial memperlihatkan warga Arab baik di Maroko, Qatar, Arab Saudi, Mesir, dan negara lain ikut bergembira dengan pencapaian tim yang berjuluk Singa Atlas tersebut. Di media sosial, banyak komentar yang disematkan kepada Maroko sebagai “fakhrul Arab”, atau kebanggaan Arab.
Keberhasilan Maroko yang heroik tersebut semakin menjadi sorotan ketika tim Maroko sengaja menghadirkan ibu dari para pemainnya untuk datang langsung di stadion, sehingga para pemain bisa merayakan kemenangan langsung dengan ibu mereka, seperti yang dilakukan Achraf Hakimi dengan mencium sang ibu, atau Boufal yang menari bersama ibundanya.
Segera saja potret perayaan pemain Maroko dengan ibundanya menjadi viral di media sosial, dan menjadikan warganet menjadi bersimpati dengan mereka, terkhususnya bagi masyarakat Arab dan juga muslim lainnya yang diajarkan sangat untuk menghormati ibu.
Upaya yang dilakukan Maroko itu menjadi hal yang menarik dan luar biasa karena tidak pernah dilakukan oleh tim sepakbola manapun sebelumnya. Biasanya, para pemain hanya ditemani oleh istri atau pasangannya saja. Meskipun langkah Maroko hanya berhenti sampai di semifinal dan hanya menempati urutan keempat setelah kalah dari Kroasia, mereka telah berhasil “menang” di hati masyarakat Arab.
Selain itu, momentum Piala Dunia juga digunakan sebagai wadah dukungan bagi Palestina. Jamak ditemui bendera Palestina dikibarkan baik itu dari penonton di stadion, terutama yang berasal dari Arab, maupun oleh pemain sepak bola itu sendiri. Seperti yang dilakukan oleh Maroko, dalam perayaan kemenangan setelah pertandingan, selain merayakannya bersama sang ibu, mereka juga sujud bersama, lalu berfoto dan membawa serta bendera Palestina di depan para awak media yang meliputnya.
Hal lain yang membuat bagaimana kemenangan Maroko dapat membangkitkan solidaritas Arab adalah dengan komentator bola di televisi Arab. Komentator bola Arab ini memang begitu semangat ketika mengulas pertandingan dan berkali-kali mengatakan bahwa tim Maroko menjadi kebanggaan Arab. Ulasan itu juga terkadang disertai dengan kata-kata puitis dan bahkan memasukkan lirik lagu kebangsaan Maroko yang patriotik. Hal itulah yang membuat penonton dari kalangan Arab ikut tergugah dan mendukung tim Maroko.
Oleh karena itu, jika Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dianggap sebagai perayaan Afrika dengan kata-kata “this time to Africa”, maka Piala Dunia 2022 di Qatar telah berhasil menjadi perayaan solidaritas Arab dengan kegemilangan tim Maroko di perhelatan akbar tersebut. Hayya hayya!.
(AN)