Jual beli emas, umumnya terjadi di pasaran konvensional. Ciri dari pasar konvensional adalah terjadi pertemuan langsung penjual dan pembeli, barang diketahui secara langsung, dan serah terima terjadi secara langsung pula antara harga dan barang. Karena emas adalah barang ribawi, yaitu barang yang senantiasa fluktuatif harganya, maka model transaksi jual belinya – dalam konteks ini – dibedakan menjadi dua. Pertama, transaksi barter barang ribawi sejenis, dan kedua, transaksi jual beli barang ribawi tidak sejenis yang disertai instrumen transaksi berupa harga (‘iwadh).
Untuk transaksi barang sejenis, mensyaratkan wajibnya pertukaran harus hulul (kontan), tamatsul (kesamaan takaran / timbangan) dan harus taqabudh (saling serah terima antara barang pengganti dan barang yang diganti). Adapun transaksi barang ribawi tidak sejenis, maka syarat dibolehkannya transaksi itu harus memenuhi kaidah dua saja, yaitu harus hulul (kontan) dan harus taqabudh (saling bisa diserahterimakan). Melanggar ketentuan-ketentuan ini menjadikan transaksi yang dilakukan menjadi bathil (batal karena hukum).
Contoh transaksi dari barang ribawi sejenis adalah transaksi pertukaran antara emas dengan emas. Meskipun produsen cetakannya berbeda, asal itu masih berbentuk Logam Mulia (LM) dengan kadar karat yang sama, maka wajib berlaku tiga kaidah di atas. Adapun untuk contoh transaksi barang tidak sejenis, misalnya adalah emas ditukar dengan perak, atau emas ditukar dengan uang, atau sama-sama produk emas, namun yang satu berbentuk perhiasan, sementara yang lainnya berbentuk emas batangan dengan kadar karat yang berbeda. Untuk contoh transaksi model terakhir, maka wajib berlaku dua ketentuan, yaitu wajib kontan dan bisa diserahterimakan.
Konsepsi tentang serah terima dalam transaksi barang ribawi, tidak hanya berlaku yadan bi yadin (serah terima konvensional), melainkan juga mencakup di dalamnya kondisi imkanu al-qabdli (kondisi yang memungkinkan untuk diserah terimakan). Kondisi imkanu al-qabdli ini sudah pasti mensyaratkan harus adanya jaminan (dhaman) bila suatu ketika terjadi hal yang tidak diinginkan pada barang, maka penjual harus menggantinya, selagi belum sampai ke tangan konsumen. Bila sudah sampai, maka tidak ada pertanggungan risiko bagi penjual. Dan gambaran kondisi ini akan senantiasa berkembang seiring perkembangan jaman dan teknologi.
Dewasa ini, transaksi barang ribawi tidak hanya terjadi pada pasar konvensional. Dunia online juga sudah mulai mengakomodir transaksinya dalam bentuk perdagangan berjangka namun bersifat satu titik (spot). Misalnya seperti yang dipraktekkan oleh beberapa marketplace dan sejumlah aplikasi jual beli online. Yang paling masyhur dalam pandangan penulis, adalah aplikasi Tabunganku yang dirilis oleh PT. Pegadaian, Tbk., E-Mas oleh PT Orori Indonesia yang bekerjasama dengan PT Aneka Tambang (Antam), Tbk., dan PT Pegadaian Tbk dan Aplikasi ORORI yang diproduksi oleh PT ORORI Indonesia sendiri dengan konsentrasi pada jual beli perhiasan emas, secara cash, dan dikirim langsung ke pembelinya.
Dua aplikasi Tabunganku dan E-Mas, memiliki pola transaksi yang sama. Demikian juga dengan sejumlah iitem pada situs marketplace Bukalapak, juga memiliki memiliki pola yang sama dengan kedua aplikasi di atas. Ada beberapa pelapak yang memasarkan transaksi perhiasan. Model terakhir ini memiliki kesamaan dengan aplikasi ORORI. Karena ada dua model obyek yang berbeda pola transaksi ini, maka transaksi jual beli emas dalam pasaran online juga dibedakan menjadi dua. Saat ini kita konsentrasi pada aplikasi sejenis E-Mas dulu saja.
Model jual beli emas dilakukan dengan cara pembeli memesan emas dengan berat 0,01 gram. Sebuah angka yang menunjukkan berat sangat kecil. Jika harga 1 gram emasnya adalah 700 ribu, maka untuk emas dengan berat 0,01 gram, harganya adalah 7 ribu. Selanjutnya, karena kecilnya emas yang dibeli, kemudian emas itu disimpan dalam bentuk saldo deposit dalam bentuk berat (gram) yang dibeli. Bila membeli sejumlah 0,02 gram, maka saldo deposit itu juga dituliskan bahwa emas kita adalah 0,02 gram. Bila suatu ketika kita mampu membeli tambahan seberat 1 gram, maka saldo deposit kita otomatis bertambah menjadi 1,02 gram, hasil penjuamlahan dengan transaksi sebelumnya.
Bila kita ingin mencetak emas dari saldo deposit E-Mas yang kita miliki, maka diperlukan adanya transaksi baru, yaitu: pertama, jika saldo deposit kita minimal telah mencapai 1 gram. Kedua, ada biaya cetak yang harus dibayarkan oleh pembeli, misalnya untuk 1 gram emas, dikenakan biaya cetak sebesar 10 ribu, 2 gram emas dikenakan tarif 20 ribu, dan seterusnya.
Yang menjadi persoalan adalah, apakah transaksi semacam ini diperbolehkan oleh syariat, seiring barang yang dijualbelikan adalah barang ribawi (barang rawan fluktuasi)? Bagaimana kita menjelaskan ketentuan fikih bahwa barang tersebut harus taqabudh (saling serah terima barang).
Untuk menjawab hal ini, sebenarnya kita cukup berkonsentrasi pada dua hal, yaitu: status imkanu al-qabdhi (kemungkinan bisanya diserahkan) barang dan bisa dijaminnya barang. Maksud dari bisa dijaminnya barang, adalah seandainya terjadi risiko emas hilang di perjalanan pengantaran kepada konsumen / pembeli, maka barang itu masih menjadi tanggung jawabnya penjual (PT Orori Indonesia) sehingga pihak produsen wajib mengganti. Sebagaimana hal ini ditetapkan oleh fiqih bahwa:
المبيع قبل القبض في ضمان البائع
“Barang yang dijual sebelum diserahkan ke pembeli, adalah masih menjadi tanggung jawab penjual.”
Ketentuan ini sudah menjadi pakem oleh ulama fiqih sehingga tidak bisa dilanggar. Jika hal ini terpenuhi, maka jual beli tersebut adalah sah.
Adapun bila pembelian itu adalah berupa emas seberat 0,01 gram, maka masih dimafhumi tidak bisanya diserahkan secara langsung, melainkan dalam bentuk catatan deposit di akun pemilik. Setiap akun adalah menyatakan hak kepemilikan dan sifat kepemilikannya ini adalah milik sempurna (milkun tamm), seiring pemiliknya bisa mengendalikan akun tersebut, mengganti passwordnya, dan mengelola saldo deposit yang ada.
Suatu misal pemilik akun hendak menjual saldo deposit emasnya, maka ia bisa melakukan melalui fitur yang sudah disediakan dan bisa diakses lewat akunnya. Orang lain tidak bisa mengaksesnya kecuali diberitahukan kuncinya (password). Itulah sebabnya pula, saldo deposit itu sudah memenuhi syarat sebagai harta kanzun (harta tersimpan). Syarat dari harta kanzun adalah bila pemilik sendiri yang bisa mengakses atau orang yang dipercayainya.
Hal yang sama juga terjadi, bilamana terdapat transaksi pembelian emas 0,01 gram, kemudian saldo depositnya ditulis pada akun pembeli, maka bukti penambahan saldo deposit itu sudah termasuk memenuhi syarat penerimaan oleh pemilik, berdasarkan status “privasi” akun. Alhasil, tidak ada yang dilanggar secara syara’ oleh praktik jual beli lewat aplikasi tersebut sehingga jual belinya adalah sah.