Nabi Musa AS merupakan seorang nabi yang terlahir di zaman pemerintahan raja Fir’aun yang zalim. Pada zaman itu, Raja Fir’aun terkenal sebagai raja yang takabur, lalim, dan menganggap dirinya sendiri sebagai seorang Tuhan.
Suatu malam Fir’aun bermimpi negeri Mesir habis terbakar dan yang tersisa hanyalah kaum bani Israil saja. Fir’aun pun menanyakan kepada para ahli nujum mengenai arti mimpi tersebut. Kemudian para ahli nujum memberitahu bahwa akan ada seorang anak laki-laki bani Israil yang akan menumbangkan kekuasaan Fir’aun sebagai raja.
Mendengar hal tersebut, Fir’aun kemudian memerintahkan pasukannya untuk membunuh semua bayi laki-laki yang baru lahir di Negeri Mesir. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari mimpinya menjadi kenyataan. Hal tersebut pun didengar oleh ibunda Nabi Musa AS yang saat itu tengah mengandung Musa. Ia merasa sangat khawatir jika kelak bayinya terlahir sebagai laki-laki dan akan dibunuh oleh para pasukan Fir’aun.
Kemudian saat nabi Musa AS lahir, Allah memberikan ilham kepada ibunda Musa agar menghanyutkan Musa di sungai. Allah memberi ilham tersebut sebagaimana disebutkan dalam Alquran surat Al-Qashash ayat 7. Allah berfirman, “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.” (QS. Al-Qashash: 7)
Menurut buku Kisah 25 Nabi dan Rasul karya Mahfan, S.Pd, saat itu juga Musa dibuang ke Sungai Nil di dalam sebuah peti yang terapung mengikuti arus sungai Nil. Peti tersebut rupanya menuju ke kolam pemandian istana Fir’aun dan ditemukan oleh para pembantu istri Fir’aun.
Saat melihat bayi Musa, istri Fir’aun yang bernama Siti Asiah rupanya merasa sangat gembira dan membawa bayi Musa ke istana. Di sana, Asiah memohon kepada Fir’aun agar mereka mengangkat Musa sebagai anak angkat mereka.
Awalnya, Fir’aun hendak membunuh bayi Musa namun sang istri justru mencegahnya. Dengan berat hati dan atas rasa cinta kepada sang istri, akhirnya Fir’aun pun memenuhi istri tercintanya. Saat itu istri Fir’aun memang tidak bisa memiliki anak sehingga saat melihat Musa pun Siti Asiah merasa sangat bergembira. Sejak saat itu Musa resmi menjadi anak angkat Fir’aun dan Siti Asiah.
Kuasa Allah pun begitu terasa nyata kepada Nabi Musa AS dan keluarganya ketika Musa dapat kembali ke pangkuan ibu kandungnya. Saat itu, istri Fir’aun memanggil seluruh wanita menyusui untuk memberikan ASI kepada bayi Musa namun bayi Musa selalu menolaknya. Akhirnya, tidak ada satu wanita pun yang air susunya mau diminum oleh bayi Musa kecuali ASI dari ibu kandungnya sendiri. Hal tersebut telah Allah terangkan dalam surat Al-Qashash ayat 13.
Dalam ayat tersebut Allah berfirman, “Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Al-Qashash: 13)
Sejak saat itu, ibu kandung Musa merasa tenang meskipun anaknya harus menjadi anak angkat Fir’aun dan sang istri. Bahkan ibu kandung Musa juga mendapatkan upah dari kerajaan karena mau menyusui dan merawat Musa AS. Demikianlah kekuasaan Allah yang telah menyelamatkan Musa saat masih bayi dari kekejaman Fir’aun.
Wallahu a’lam.