Tidak Ada Pesta Seks di Surga. Begini Loh Penjelasannya

Tidak Ada Pesta Seks di Surga. Begini Loh Penjelasannya

Terkait pertakaan seorang ustadz di televisi bahwa di surga ada pesta seks, bagaimana kita menyikapi? Yuk kita cari tahu lebih banyak di sini.

Tidak Ada Pesta Seks di Surga. Begini Loh Penjelasannya

Disclaimer: Rubrik ini bekerjasama dengan media islam damai NU Online www.nu.or.id 

Redaksi Bahtsul Masail NU Online, pak ustadz belakangan ini masalah pesta seks di surga ramai diperbincangkan masyarakat. Pertanyaan saya, sebebas apa hubungan seksual di surga? Apakah ada keterangan agama perihal ini. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hj Indah Nurkholifah/Ciamis).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kami hanya menemukan entri “pesta kawin” dan “pesta nikah” yang pengertiannya merujuk pada pesta perayaan perkawinan. Sedangkan pesta seks tidak ditemukan di KBBI.

Meskipun begitu, kami mencoba memaknai pesta seks dari pengertian “pesta” yang secara harfiah merujuk pada perjamuan makan dan minum (bersuka ria dan sebagainya); perayaan (keramaian dan sebagainya).

Kami mengandaikan istilah pesta seks itu sebagai sebuah perayaan yang melibatkan banyak orang dalam beraktivitas seksual dengan suka ria sebebas-bebasnya. Kalau ini yang dimaksud dengan pesta seks sebagai sebuah kenikmatan di surga, maka hal ini jelas keliru. Sepanjang informasi agama yang kami ketahui, salah satu nikmat Allah di surga itu adalah kenikmatan berhubungan seksual, bukan pesta seks. Itu pun tetap diatur melalui perkawinan seperti keterangan kitab Hasyiyatul Baijuri dan Hasyiyah I’anatut Thalibin dengan redaksi sedikit berbeda.

والنكاح من الشرائع القديمة فإنه شرع من لدن أبينا آدم عليه السلام واستمر حتى في الجنة فإنه يجوز للإنسان النكاح في الجنة ولو لمحارمه ما عدا الأصول والفروع فلا ينكح أمه ولا بنته فيها وفائدته في الدنيا حفظ النسل وتفريغ ما يضر حبسه من المني واستيفاء اللذة والتمتع، وهذه هي التي تبقى في الجنة

Artinya, “Nikah merupakan syariat terdahulu. Ia disyariatkan sejak Nabi Adam AS dan berlangsung hingga di surga kelak. Seseorang boleh menikahi sekalipun mahrahmnya selain pokok dan cabangnya di surga. Dari sini, seseorang tidak boleh menikahi ibunya (serta nenek ke atas) dan anak perempuannya (serta cucu perempuan ke bawah). Tujuan perkawinan di dunia (menurut kalangan medis) adalah menjaga keturunan, mengeluarkan cairan mani yang memudharatkan jika tertahan di dalam badan, dan merasakan kenikmatan. Tujuan (ketiga) ini yang tersisa di surga,” (Lihat Syekh M Ibrahim Al-Baijuri, Hasyitul Baijuri, cetakan kedua, 1999 M/1420 H, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah, juz 2 halaman 169).

Kenapa tujuan ketiga perkawinan ini tetap berlangsung di surga? Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi dalam I‘anatut Thalibin menjawab, di surga sudah tidak ada lagi beranak pinak dan tidak perlu menahan dorongan seksual.

إذ لا تناسل هناك ولا احتباس

Artinya, “(Hanya tujuan ketiga yang tersisa di surga) karena di sana tidak ada lagi keturunan (baru) dan tidak (perlu) lagi menahan (dorongan seksual),” (Lihat Sayyid Bakri bin Sayyid M Syatha Dimyathi, I‘anatut Thalibin, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyah, Isa Al-Babi Al-Halabi, juz IV, halaman 253).

Dari keterangan ini, kita menyimpulkan bahwa kenikmatan sesksual di surga adalah benar adanya. Meski begitu, hubungan seksual tetap diatur, bukan sebebas-bebasnya seperti pengertian yang tercakup dalam istilah pesta seks.

Hubungan seksual di surga diatur melalui perkawinan dan orang-orang yang bisa dinikahi. Salah satu peraturan perkawinan di surga adalah larangan untuk menikahi istri orang lain, ibu (dan juga nenek ke atas [ushul]), anak perempuan (dan juga cucu ke bawah [furu’]), istri para nabi dan rasul termasuk para istri Nabi Muhammad SAW sebagaimana disinggung Ibnu Katsir dalam Qashashul Anbiya.

Adapun mahram selain ibu dan anak perempuan boleh dinikahi, tentu yang bukan istri orang lain. Sedangkan seorang perempuan yang menikah lebih dari sekali akan menjadi istri dari suami terakhir dalam hidupnya.

Simpulan kami, tidak benar kalau di surga ada pesta seks. Saran kami, para dai hendaknya berhati-hati sekali dalam menjelaskan nikmat surga agar tidak membuat kekeliruan persepsi masyarakat.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.