Piping merupakan sosok perempuan ulet dengan jiwa kepemimpinan yang baik. Keuletan membawa Piping menjadi Kepala Sesi (Kasi) Unit Kewaspadaan Daerah Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Tasikmalaya. Piping dengan penuh dedikasi mengemban tugasnya dalam mendeteksi dini keadaan di Kabupaten Tasikmalaya. Ia mengawasi potensi konflik dan berusaha menanganinya sebelum menjadi besar. Tugasnya tentu tak mudah. Ia dituntut agar kondisi daerahnya selalu kondusif.
Posisi Piping menghadapkannya pada beragam persoalan. Kabupaten Tasikmalaya, tempat Piping mengabdi penuh dinamika. Tegangan antar-golongan dan aliran keagamaan bahkan pendampingan mantan napiter (napi terorisme) menjadi ‘makanan’-nya sehari-hari. Tidak hanya itu, sengketa antara serikat buruh dengan perusahaan pun dihadapi. Situasi pandemi seperti saat ini, membawanya menjadi SatGas (Satuan Tugas) Penanganan Covid-19 di Kabupaten Tasikmalaya. Piping menghadapi beberapa persoalan yang terjadi dengan mediasi. Dinamika di masyarakat membuatnya menjadi seorang mediator.
Learning by doing, begitulah Piping mempertajam kelihaiannya dalam memediasi. Pada awalnya, Ia selalu memutus perkara dengan solusi yang menurutnya adalah win-win solution. Namun para pihak tidak serta-merta menyukai putusannya. Misalnya kasus antara serikat buruh dan perusahaan, di mana perusahaan tidak membayarkan THR karena terdampak Pandemi Covid-19. Kalah-mengalahkan, menang-memenangkan terasa panas dari kedua belah pihak. Win-win solution yang Ia tawarkan ditolak mentah-mentah. Proses mediasi pun menjadi berlarut-larut dan mengalami kebuntuan.
Keadaan penuh tekanan semakin mencekam kala para pihak saling menuduh Ia tidak netral. Mediasi tak bisa dilanjutkan. Kiranya perlu jeda untuk mendinginkan para pihak. Tekanan lebih melelahkan justru berasal dari luar ruang mediasi. Aksi massa terasa menekannya. Ia bingung di antara pemahamannya memahami kedua belah pihak dan bagaimana solusi yang tepat? Misalnya dalam permasalahan antara perusahaan dan buruh. Ia memahami keadaan perusahaan terdampak Covid dengan bayang-bayang gulung tikar, lantas bagaimana untuk menggaji karyawan? Pada sisi lain, Ia pun memahami keadaan para buruh yang berhak atas hak-nya, terlebih lagi mereka membutuhkannya di tengah keadaan yang serba sulit.
Loka Latih Mediasi dan Paradigma Baru
Suatu ketika, tawaran menarik hadir untuk lembaganya. FKUB Kabupaten Tasikmalaya dan LK Kompas mengundang perwakilan Kesbangpol untuk mengikuti pelatihan mediasi. Mengapa perwakilan Kesbangpol diharapkan mengikuti pelatihan? Kabupaten Tasikmalaya menyimpan sumbu konflik yang rentan dimainkan pada momen tertentu. Kesbangpol kerap menjadi penengah meskipun juga rentan berada dalam benturan kepentingan. Hal ini misalnya perihal penutupan Masjid Al-Aqso, Masjid Jamaah Ahmadiyah oleh Bupati sebagai peraturan turunan dari SKB terkait pelarangan Ahmadiyah. Hal ini kemudian diselesaikan dengan kesepakatan, masjid dapat beroperasi tetapi spanduk SKB terkait pelarangan Ahmadiyah berada di depan masjid.
Piping menyadari banyak sekali permasalahan di Kabupaten Tasikmalaya perlu diselesaikan melalui mediasi. Ia pun berharap mendapat kesempatan mengikuti pelatihan mediasi. Terlebih lagi, pelatihan mediasi difasilitasi mediator bersertifikat PMN (Pusat Mediasi Nasional) dari PUSAD Paramadina yang didukung HARMONI. Gayung bersambut, Ia menjadi salah satu delegasi Kesbangpol untuk mengikuti pelatihan mediasi. Pelatihan mediasi terbagi dalam dua tahap, basic dan advance. Ia melaluinya dengan penuh suka cita bahkan merekomendasikan kepada temannya untuk mengikuti pelatihan mediasi jika gelombang kedua dibuka.
Tahap pertama, Ia diajarkan pengertian mediasi, tahapan mediasi segitiga atas (persiapan, sambutan mediator, presentasi para pihak, identifikasi kesepahaman, mendefinisikan dan mengagendakan masalah), soft skill reframing atau lebih akrab dikenal DUT (dengar – ulang – tanya), dan bagian menariknya banyak praktik simulasi. Lalu di tahap kedua, berlanjut dengan tahapan segitiga bawah (negosiasi, pertemuan terpisah bila perlu, pengambilan keputusan, kesepakatan, dan penutup), soft skill ABG (Alternatif Bila Gagal) atau kerap dikenal BATNA.
Dua tahapan training telah dilalui, paradigma baru hadir. “Dulu saya mengartikan mediasi sebagai proses penyelesaian masalah dengan cara mediator memberikan solusi dan cenderung menasehati para pihak yang berkonflik. Saya ternyata keliru, mediator bukanlah pemberi solusi melainkan pemandu proses mediasi di mana para pihak saling menemukan kesepakatan. Sikap saya sebagai pemberi solusi rentan dikambing-hitamkan para pihak dan masalah menjadi semakin panjang. Selain itu saya baru menyadari senjata mediator adalah bertanya, reframing, dan berempati mendengarkan para pihak bukan simpati. Mediasi bukan hanya sebuah masalah selesai tetapi bagaimana relasi antar-para pihak tidak rusak.”
Forum Mediasi Kabupaten Tasikmalaya
Piping tergabung dalam Forum Mediasi Kabupaten Tasikmalaya. Forum ini merupakan tindak lanjut lokalatih yang dikelola FKUB Kabupaten Tasikmalaya. Piping senang bergabung dengan Forum Mediasi karena di dalamnya hadir beragam utusan ormas dan agama, termasuk kelompok minoritas dari IJABI (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Syiah) dan JAI (Jamaah Ahmadiyah Indonesia). Hal ini tentunya untuk meminimalisir benturan kepentingan, menyemai, dan memperkuat toleransi di Kabupaten Tasikmalaya.
Piping bersama rekan-rekan mediator dalam Forum Mediasi melakukan koordinasi untuk memetakan permasalahan di Kabupaten Tasikmalaya. Semua menyadari bahwa permasalahan kerap terjadi di Pasar, terlebih lagi saat situasi Pandemi. Untuk itu, Piping mengusulkan peningkatan kapasitas bagi Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Kecamatan Se-Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini agar saat menghadapi permasalahan di lapangan, mereka tidak langsung mengambil pendekatan keamanan yang terkadang berujung bentrokan.
Piping bersama Kesbangpol siap memfasilitasi pelatihan mediasi untuk Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Kecamatan Se-Kabupaten Tasikmalaya. FKUB Kabupaten Tasikmalaya menyambut baik hal ini. Hal ini kemudian ditindak-lanjuti dengan rapat internal Forum Mediasi untuk mengutus siapa saja mediator yang akan memfasilitasi pelatihan. Pelatihan mediasi pun dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Kegiatan ini menjadi salah satu inisiatif baik, di mana Satpol PP mendapatkan peningkatan kapasitas.
Piping, Covid-19, dan Tantangan Mediasi
Paska pelatihan, skill yang didapatkan saat pelatihan Ia terapkan dalam menghadapi permasalahan pemakaman dengan protokol Covid-19 bagi jenazah terkonfirmasi positif. Hal ini tentu tidak mudah, apalagi berdasarkan survei yang dilakukan pemerintah provinsi Jawa Barat, Kabupaten Tasikmalaya masuk dalam kategori terendah penerapan protokol kesehatan. Kenyataan di lapangan, masih banyak masyarakat yang percaya bahwa Covid-19 adalah konspirasi dan jika positif Covid-19 adalah aib.
Kala itu, Dinas Kesehatan meminta bantuan Piping untuk memediasi pihak keluarga yang menolak pemakaman menggunakan protokol Covid-19. Dinas Kesehatan sudah memberikan edukasi namun dari pihak keluarga masih bersikeras bahwa almarhum meninggal bukan karena Covid-19. Piping pun mencoba melakukan mediasi, Ia kini menjadi mediator yang lebih banyak mendengarkan dan bertanya perihal solusi kepada para pihak. Hal ini membuat para pihak merasa didengar. Keluarga pun akhirnya memahami dan mengikuti penguburan jenazah menggunakan protokol Covid-19.
Proses mediasi memang tak selalu mulus namun Ia merasa perubahan baik hadir paska pelatihan, Ia menjadi lebih sabar dan mendengar para pihak bahkan pelan-pelan Ia belajar reframing. Saat ini, Ia tak hanya fokus pada pendekatan hak melainkan juga melihat pada pendekatan kepentingan. Meskipun tak selalu hasil mediasi berhasil, namun Ia tidak menyangka kepercayaan atasan kepadanya semakin baik.
Saat Piping hendak mengundurkan diri dari Tim Satgas Covid-19 karena tak kuasa dari hari ke hari harus mendengar kabar duka dan membuatnya kelelahan secara psikologis, atasannya tidak mengizinkan. Atasannya mengakui, tak ada yang sebaik Piping dalam menangani permasalahan Covid-19 dan khususnya terkait permasalahan pemulasaran jenazah. Ia dengan gesit akan berperan sebagai mediator jika mesti melakukan mediasi antara Dinas Kesehatan dengan keluarga pasien.