Mengapa Isra dan Mikraj Tidak Terjadi di Hadapan Umat Rasulullah Saw?

Mengapa Isra dan Mikraj Tidak Terjadi di Hadapan Umat Rasulullah Saw?

Tidak seperti mukjizat para nabi sebelumnya, yang terjadi di hadapan kaumnya, mengapa Isra dan Mikraj malah terjadi saat umat Rasul sedang tidur?

Mengapa Isra dan Mikraj Tidak Terjadi di Hadapan Umat Rasulullah Saw?
Ilustrasi Peristiwa isra’ Mi’raj

Seluruh mukjizat yang dimiliki oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW selalu terjadi di hadapan kaumnya dan banyak yang secara langsung menyaksikan. Saat Nabi Ibrahim dilempar ke bara api disaksikan oleh banyak kaumnya. Nabi Musa, ketika membelah lautan juga dihadapan kaumnya, begitu pula Nabi Isa.

Namun, kenapa peristiwa Isra yang merupakan kunci kenabian dan peristiwa sangat penting bagi Rasulullah tidak terjadi sebagaimana mukjizat para nabi yang lain? Peristiwa Isra-Mikraj justru terjadi pada saat malam hari, saat orang-orang sedang terlelap dan tak ada satu pun yang menyaksikan. Padahal, mukjizat nabi Muhammad lainnya banyak yang secara langsung disaksikan oleh ummatnya, seperti, jari mengeluarkan air, dipayungi awan, membelah bulan dan lain sebagainya.

Syeikh Mutawalli As-Sya’rawi salah satu ahli tafsir al-Quran kontemporer memberikan ulasan menarik mengenai hal ini di dalam kitabnya “Al-Mu’jizat Al-Kubra al-Isra` wal Mi’raj“. Ia menjelaskan bahwa tujuan Allah memberangkatkan Rasul di malam hari (Isra’) adalah tak lain sebagai bukti, atau bisa dikatakan semacam ujian terhadapnya bahwa beliau adalah orang jujur yang menyampaikan risalah sesuai dengan apa yang diwahyukan kepadanya.  Oleh sebab itu Allah memberinya suatu mukjizat  yang tidak diperlihatkan di hadapan orang dan sulit untuk dirasionalkan.

Selain alasan di atas, Syeikh Sya’rawi juga memberikan ulasan bahwa dalam sejarah kemanusiaan dan umat-umat sebelum Nabi Muhammad, seringkali kaum-kaum nabi sebelumnya mengingkari mukjizat yang jelas-jelas terjadi di hadapan mereka. Kaum nabi Musa misalnya, mereka kembali menyembah berhala setelah menyaksikan langsung peristiwa nabi Musa membelah lautan dengan menggunakan tongkat hanya gara-gara mereka bertemu dengan para penyembah berhala.

Allah Swt. berfirman:

وَجٰوَزْنَا بِبَنِىٓ إِسْرٰٓءِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا۟ عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚ قَالُوا۟ يٰمُوسَى اجْعَل لَّنَآ إِلٰهًا كَمَا لَهُمْ ءَالِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. QS. Al-A’raf 138

Oleh sebab itu, ketika orang kafir menuntut nabi Muhammad untuk menunjukkan mukjizat kenabiannya, Allah tidak mengabulkannya. Andai saja Rasulullah SAW menampakkan mukjizatnya kepada para orang kafir, mereka akan tetap tidak beriman dan mengatakan apa yang terjadi tersebut hanyalah sihir.

Begitu pula dengan Isra’-Mikraj, jika terjadi pada siang hari dan banyak yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut.

Allah Swt berfirman:

وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ كِتَابًا فِي قِرْطَاسٍ فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ لَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلا سِحْرٌ مُبِينٌ

Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. QS. Al-An’am 07

Menurut Syeikh Sya’rawi, Mukjizat hissiyyah (tampak) hanya ditujukan kepada mereka yang menyaksikan pada saat mukjizat itu terjadi, sehingga mereka yang tidak menyaksikan peristiwa tersebut tidak termasuk.

Padahal Allah menghendaki Isra sebagai mukjizat yang dapat digunakan untuk dalil keimanan yang abadi hingga akhir kiamat, lantaran risalah kenabian Muhammad Saw juga berjalan hingga akhir kiamat pula.

Karenanya, Isra disebut sebagai mukjizat ghaib (tidak terlihat), hal tersebut tak lain agar menjadi bukti abadi kenabian Muhammad SAW.

Wallahu A’lam.