Meneroka Kelas Menengah Santri

Meneroka Kelas Menengah Santri

Meneroka Kelas Menengah Santri

Bagaimana memahami pertumbuhan kelas menengah muslim di Indonesia dalam rentang tiga dekade ini? Bagaimana dampaknya bagi komunitas santri, yang mengalami mobilitas dalam bidang pendidikan dan sosial-politik? Selama ini, riset yang membahas tentang pertumbuhan kelas menengah, tidak banyak memberi perhatian bagi kelompok santri. Riset Gerry van Klinken, dalam ‘In Search of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota-Kota Menengah’, (2016); dan The Making of Middle Indonesia: Kelas Menengah di Kota Kupang (2015), serta Ariel Heryanto (2004), tidak banyak memberi ruang perhatian bagi tumbuhnya kelas menengah muslim, terutama yang berbasis sosial santri.

Melalui buku ini, ‘Kebangkitan Santri Cendekia’ (Pustaka Compass, 2016) Mastuki HS berusaha meneroka kelas menengah santri sebagai lapisan baru dalam kultur sosial di negeri ini. Kelas menengah santri, lahir dalam konteks tumbuhnya kelas menengah muslim di Indonesia. Kelas menengah, dalam hal ini, membedakan antara kelas atas dan kelas bawah. Meskipun tidak menggunakan instrumen yang ketat, kelas menengah menjadi penghubung antara kelas atas dan kelas bawah.

Dengan demikian, kelas menengah juga mempunyai lapisan-lapisannya sendiri, yakni kelas menengah atas, kelas menengah dan kelas menengah bawah, atau dalam istilah lain, sebagai kelas menengah baru dan kelas menengah lama.

Dalam buku ini, Mastuki ingin menguatkan khazanah pengetahuan dan diskursus tentang kelas menengah, terutama dalam relasinya dengan kelompok santri yang memiliki populasi besar di negeri ini. Mastuki menilai, bahwa kelas menengah santri, tidak dibaca dalam konteks ekonomi semata, namun lebih ke mobilitas sosial dari pendidikan. Proses pendidikan menjadi santri mengalami mobilitas sosial, hingga dapat dipercaya dalam berbagai lembaga profesional, birokrasi dan pemimpin politik. Selain itu, profesional muda dalam bidang teknologi, juga sudah dihiasi oleh lapisan kelas menengah santri.

“Jika mobilitas sosial (social mobility) diartikan sebagai perpindahan seseorang atau kelompok orang dari kedudukan yang satu, ke kedudukan yang lain, sedangkan mobilitas sosial antar kelas diartikan sebagai gerak dalam struktur kelas,” tulis Mastuki (hal. 27). Ia melanjutkan, bahwa pendidikan sebagai ‘transmission mechanism’, yang membantu seseorang memperoleh kedudukan dalam mobilitas sosial.

Buku ini, menggunakan pendekatan kajian sejarah sosial (social history), sekaligus kajian teori sosial karena konsep mobilitas sosial merupakan unit kajian (unit of analysis) teori sosial atau sosiologi perubahan sosial. Dengan demikian, menggunakan pendekatan ini, akan melihat dinamika perubahan antar kelas sosial, yang terkoneksi dengan faktor di luar dirinya, semisal ekonomi, politik, demografi dan budaya. Pendekatan sejarah sosial, tidak hanya menggunakan analisa sejarah semata, namun juga menggunakan pendekatan ilmu humaniora (hal. 39).

Bagaimana proses mobilitas sosial terjadi, hingga memunculkan kelas menengah santri? Menurut Mastuki, pembangunan ekonomi dan transformasi pendidikan secara bertahap selama kurun pemerintahan Orde Baru, telah berhasil mendorong gerak mobilitas sosial warga, yang termasuk juga kelompok santri (hal. 273). Dari jalur pendidikan, kelompok santri mendapatkan akses untuk meningkatkan kualitas sumber daya, yang kemudian membuka akses dalam bidang profesional, pemerintahan dan lembaga politik. Mobilitas vertikal dan horizontal terjadi melalui pengembangan sumber daya di bidang pendidikan.

Kelas menengah santri, yang oleh penulis disebut sebagai ‘santri cendekia’ memberi warna baru dalam konteks sosial-politik di Indonesia. Kelas menengah santri tidak sekedar berada dalam instrumen ekonomi, namun juga berasal dari proses mobilitas sosial terutama dalam bidang pendidikan. Dari pendidikan inilah, kelas menengah santri mendefinisikan dirinya, menyuarakan aspirasi komunitasnya untuk perbaikan bangsa.

Kelas menengah santri, yang berada dalam beberapa lini struktur birokrasi pemerintahan, pemimpin politik, pengusaha dan akademisi, memiliki visi tentang kebangsaaan dan keindonesiaan, yang berakar dari pengalaman belajarnya yang tetap terkoneksi secara sosial dan budaya. Kebangkitan santri cendekia, menjadi harapan baru bagi perbaikan negeri ini. Buku ini patut menjadi referensi penting bagi pembaca.[]

 

Info Buku

Mastuki HS | Kebangkitan Santri Cendekia: Jejak Hostoris, Basis Sosial dan Persebarannya,

Pustaka Compass, Agustus 2016

ISBN: 978-602-72621-7

 

*Munawir Aziz, peneliti Islam Nusantara, pengurus LTN PBNU (Twitter: @MunawirAziz)