Tsabit bin Qais adalah sahabat Kanjeng Nabi SAW dari golongan Anshar. Ia berasal dari bani Khazraj, yang diketuai Sa’ad bin Ubadah. Ia masuk Islam karena terpesona lantunan ayat-ayat al-Qur’an dari Mush’ab bin Umair, utusan dakwah pertama Kanjeng Nabi Muhammad ke Yatsrib (Madinah) sebelum Beliau SAW melakukan hijrah, setelah baiat pertama orang-orang Madinah di Mekkah.
Tatkala Kanjeng Nabi berhijrah dan tiba di Madinah, orang-orang muslim Madinah yang telah cukup banyak jumlahnya menyambut Beliau SAW, termasuk di antaranya adalah Tsabit bin Qais. Ia yang dikenal ahli pidato, orasi, mewakili kaum muslim Madinah berkhutbah dalam penyambutan tersebut.
“Wahai Rasulullah SAW, kami akan melindungi dan membelamu sebagaimana kami melindungi dan membela diri kami, anak-anak kami, dan istri-istri kami. Lalu apa balasannya?”
Kanjeng Nabi SAW menjawab, “Surga.”
Tsabit bin Qais menimpali dengan sangat sumringah, “Kami ridha, wahai Rasulullah, sungguh kami ridha.”
Sejak saat itulah ia sering diminta oleh Kanjeng Nabi SAW untuk menyampaikan khutbah, orasi, dan pidato, termasuk di antaranya saat menyambut rombongan tamu dari Bani Tamim. Kanjeng Nabi SAW berkali-kali memuji keahlian Tsabit bin Qais ini.
Tsabit bin Qais termasuk kaum kaya raya di Madinah. Ia memiliki hobi-hobi unik khas orang kaya, yakni memiliki onta bagus yang berwarna kemerahan, memiliki baju-baju bagus, juga sendal-sendal bagus.
Suatu hari, Kanjeng Nabi SAW membacakan ayat yang baru turun, yakni surat an-Nisa’ 36: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang menyombongkan lagi membanggakan diri.” (dalam riwayat lain, disebut surat Luqman ayat 18, dengan isi yang sama).
Seketika Tsabit bin Qais pulang dan menangis menderu-deru dengan luar biasa. Tangisnya sangat deras sampai-sampai air matanya menetes di antara jenggotnya.
Sekian waktu Tsabit bin Qais tak berkumpul dengan Kanjeng Nabi hingga Beliau SAW bertanya tentangnya. Sesaat kemudian Tsabit bin Qais diminta datang menghadap Kanjeng Nabi Muhammad.
Kepada Beliau SAW, Tsabit bin Qais berkata, “Wahai Rasulallah, aku menyukai pakaian yang bagus, juga sendal yang bagus, dan sungguh aku takut ayat yang kemarin engkau bacakan adalah tentangku.” (dalam riwayat lain: “Aku memiliki onta yang bagus dan aku kadang membanggakannya kepada orang-orang….”).
Kanjeng Nabi SAW tersenyum dan bersabda, “Wahai Tsabit bin Qais, engkau hidup dalam kebaikan dan engkau akan mati dalam kebaikan, kelak engkau akan masuk surga. Ayat tersebut bukanlah tentangmu….”
Betapa girangnya Tsabit bin Qais–bahwa ternyata hobinya kepada barang-barang bagus begitu bukanlah hal yang dicela oleh Allah Ta’ala dan Kanjeng Nabi SAW.
Di lain waktu berselang, Kanjeng Nabi SAW membacakan ayat lain yang baru turun, yakni surat Al-Hujurat ayat 2: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian di hadapan Kanjeng Nabi SAW dan juga janganlah kalian mengeraskannya kepada Kanjeng Nabi SAW sebagaimana kalian saling mengeraskan suara antarkalian; (siapa yang melakukannya) akan hangus amal-amalnya dan kalian tidak menyadarinya.”
Sebagaimana peristiwa terdahulu, Tsabit bin Qais pulang dan menangis berderum-derum, hingga air matanya menetes di antara jenggotnya. Sekian waktu ia menghindari majelis Kanjeng Nabi SAW hanya untuk menangis dan menangis dengan hati penuh berat.
Kanjeng Nabi SAW lalu menanyakan perihal tersebut dan tatkala Tsabit bin Qais telah hadir ke hadapan Beliau SAW, ia berkata, “Ya Rasulallah, sungguh aku memiliki suara yang keras (lantang); sungguh aku takut ayat tersebut adalah tentangku, lalu semua amalku hangus begitu saja akibat kondisiku tersebut….”
Lagi-lagi, Kanjeng Nabi SAW tersenyum dan bersabda, “Wahai Tsabit bin Qais, ayat tersebut bukanlah tentangmu.”
Betapa girangnya Tsabit bin Qais mendengar tuturan Kekasih Allah Ta’ala tersebut, Khairu KhalqiLlah.
Baca Juga, Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW: Barakah “Rewelnya” Ukasyah bin Mihshan
Kelak, di era kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, Tsabit bin Qais menjemput takdir yang telah dikisahkan Kanjeng Nabi SAW sebelumnya, syahid di medan tempur Yamamah, bersama Zaid bin Khattab, saudara kandung Sayyidina Umar bin Khattab, melawan nabi palsu Musailamah al-Kazzab.