Suatu ketika Nasruddin Hoja berlayar dengan kapal besar. Saat itu, cuaca cerah menyegarkan, tetapi Nasruddin selalu mengingatkan orang akan bahaya cuaca buruk.
Orang-orang tak mengindahkannya. Tapi kemudian cuaca benar-benar menjadi buruk, badai besar menghadang, dan kapal terombang ambing nyaris tenggelam.
Para penumpang mulai-berlutut, berdoa, dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat.
“Teman-teman!” teriak Nasrudin. “Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!”
Kisah Nasruddin Hoja dan para penumpang kapal di atas merupakan kritik bagi kita, betapa sering kita berdoa hanya di waktu kita benar-benar terhimpit, benar-benar terpuruk, bahkan kita menambahi doa-doa itu dengan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika keadaan kita membaik.
Sementara itu ketika kondisi kita sedang baik-baiknya, sedang bagus-bagusnya kita sering lupa untuk berdoa bahkan sering tak mengindahkan doa.
Saat cuaca cerah para penumpang tak mengindahkan akan peringatan bahwa nanti akan ada cuaca buruk, saat cuaca benar-benar buruk dan kapal nyaris tenggelam barulah mereka sadar, lantas mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat.
Dari cerita ini harusnya kita mengintrospeksi diri, sudahkah kita berdoa dalam kondisi apapun, atau malah kita sama seperti para penumpang dalam kisah Nasruddin Hoja di atas.
Wallahu A’lam