K.H Ma’ruf Amin: Bukan Zamannya Menerjemahkan Arab ke Indonesia

K.H Ma’ruf Amin: Bukan Zamannya Menerjemahkan Arab ke Indonesia

K.H Ma’ruf Amin: Bukan Zamannya Menerjemahkan Arab ke Indonesia

Entah apa yang melatar-belakangi Kiai Ma’ruf hadir di Podcast Deddy Corbuzier. Tahun lalu, Luhut Binsar Panjaitan pun didatangkan. Nampaknya podcast Dedy memang beda dari yang lain. Kali ini, RI Dua mendapat panggung ekslusif untuk buka suara tentang aktifitasnya yang dianggap gaib. “wapres ko gak keliatan, apa masih ada?”.

Bagi penikmat media, konten podcast Deddy dinilai sangat bermanfaat dan menginspirasi. Pasalnya, bintang tamu yang diundang pun beragam. Kali ini Deddy mengundang orang nomor dua di Indonesia. Sebelum beranjak ke pembahasan. Teruntuk Deddy “keren sih” karena sudah memberikan panggung eksklusif untuk kiai berusia 78 tahun itu. Bahkan, kolom komentar dipenuhi permintaan nitizen untuk segera mengundang Jokowi.

“Wapres udah diundang, seru dan menginspirasi. Repuest om ded, undang presiden dong,” ujar salah satu akun di kolom komentar kanal YouTube Deddy Corbuzier, Selasa (4/1).

Bagi warga nahdliyin, Kiai Ma’ruf Amin tidak bisa dipisahkan dari NU. Ia dianggap tokoh sentral. Pasalnya, sejak dirinya diminta untuk mendampingi Jokowi pada Pilpres 2019 silam dan meraih hasil memuaskan, Kiai Ma’ruf semakin dipuja-puja oleh pendukungnya. Meski di awal jabatannya ada sebagian tokoh politik yang meragukan kemampuannya, nyatanya hingga kini masih tetap eksis.

Pada podcast Deddy yang sudah ditonton 3 juta sejak di rilis. Kiai Maruf mengawali perbincangannya dengan candaan. Ia menyebut dirinya sebagai remako (remaja kolot). Orang nomor dua RI ini akhirnya buka suara terkait aktivitasnya sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia; dari membuat progam, kunjungan dari satu kota ke kota lain hingga pesan mendalam tentang toleransi.

Singkatnya, toleransi menurut Kiai Ma’ruf adalah sikap menghargai sesama. Ia menilai Indonesia merupakan negara paling toleran. Sejak kali pertama menjabat hingga saat ini, dirinya sering kali bertemu tokoh luar negeri. Menariknya setiap tokoh mengajukan pertanyaan tentang keberagaman di Indonesia dan ingin belajar bukan mengajari.

“Belum lama ini Dewan Hukkama dari Mesir bertemu saya. Mereka datang ke Indonesia mau belajar tentang toleransi di Indonesia bukan mengajari. Makanya sekarang bukan lagi zamanya menerjemahkan Arab ke Indonesia, tapi sebaliknya menerjamahkan Indonesia ke Arab tentang tradisi, tatanan kehidupan di Indonesia”, katanya.

Lanjut kata dia, mereka melihat bahwa Indonesia bisa membangun keutuhan bangsa, karena didasari atas Pancasila.

“Mereka kagum dengan kita, tapi kita sendiri tidak merasa menjadi sorotan berbagai negara”, imbuhnya.

Saat Deddy mengajukan pertanyaan jika Indonesia menjadi negara Khilafah apakah bisa. Persoalannya, isu semacam ini sering disuarakan dengan cara-cara negatif bahkan berkedok agama. Bagi Kiai Ma’ruf, isu Khilafah akan terus ada namun tidak bisa diterapkan karena Pancasila sudah menjadi konsensus nasional yang harus di jaga.

“Pancasila itu hasil kesepakatan bersama, jika ada yang melanggar namanya mukhalafatul mitsaaq (menyalahi kesepakatan). Nabi Muhammad juga pernah membuat kesepakatan di Madinah dengan orang-orang non-muslim untuk tidak saling menganggu dan berdampingan secara damai. Itu di pakai nabi, sebutannya piagam Madinah”, tegasnya.

Kiai yang biasa menggunakan pakaian santri itu kini nampaknya sudah tidak memakai sarung. Sejak menjadi Wapres, ia menyesuaikan diri. Namun, peci ala santri tetap digunakan. Baginya, peci adalah identitas bangsa. Sementara, ketika Deddy bertanya sejauh mana Wapres bekerja, pasalnya Wapres dianggap kinerjanya tidak pernah kelihatan.

Saat menjawab, meski di umur yang tidak muda lagi, ia masih sanggup bertutur kata dengan jelas. Dirinya menilai bahwa anggapan itu tidak masalah baginya. Sebab itu hak masyarakat, namun ia membantah tuduhan itu. Selama ini, selain menjabat Wapres dengan tugas yang diembannya, juga mempunyai tugas khusus salah satunya membangun ekonomi syariah.

Terakhir, poin utama di atas kata Kiai Ma’ruf adalah bagaimana kita harus tetap merawat, menjaga dan membangun keberagaman Indonesia dengan cara-cara santun. Pesan yang dapat diambil dari obrolan itu bahwa “Jangan terbang ketika dipuji dan jangan tumbang ketika di caci,” pungkasnya. (AN)