Ini Hukum Menggunakan Masker dan Kaca Mata Saat Ihram Bagi Perempuan

Ini Hukum Menggunakan Masker dan Kaca Mata Saat Ihram Bagi Perempuan

Perempuan dilarang menggunakan penutup wajah saat ihram. Lalu bagaimana dengan masker dan kaca mata?

Ini Hukum Menggunakan Masker dan Kaca Mata Saat Ihram Bagi Perempuan

Di antara hal yang diharamkan bagi perempuan saat tengah ihram ialah mengenakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup wajah menurut pandangan ‘urf (keumuman) seperti cadar ataupun semacamnya. Namun, hari ini banyak ditemukan fenomena wanita ihram yang mengenakan kacamata dan masker.

Tujuannya di antaranya ialah selain untuk menghindari kontak mata dan pandangan dari lawan jenis yang dapat menimbulkan fitnah, juga sebagai pelindung dari terik sinar matahari yang menyengat di Tanah Haram. Sedangkan masker dikenakan sebagai pelindung dari debu dan polusi udara.

Guna menyikapi problematika di atas, dalam fiqih terdapat pemilahan hukum perihal penggunaan kacamata dan masker saat tengah melakukan ihram:

Pertama, terdapat hajat (kebutuhan). Maka keadaan seperti ini, muhrim (orang yang berihram) tidak lagi dilarang mengenakan sesuatu yang dianggap sebagai penutup wajah. Syekh Ibn Qasim Al-Ghazi (w. 918 H) menyatakan:

(وَ) تَغْطِيَةُ (الْوَجْهِ) أَوْ بَعْضِهِ (مِنَ الْمَرْأَةِ) بِمَا يُعَدُّ سَاتِرًا، وَيَجِبُ عَلَيْهَا أَنْ تَسْتُرَ مِنْ وَجْهِهَا مَا لَا يَتَأَتَّى سَتْرُ جَمِيْعِ الرَّأْسِ إِلَّا بِهِ. قَوْلُهُ (وَ تَغْطِيَةُ الْوَجْهِ أَوْ بَعْضِهِ) أَيْ إِلَّا لِحَاجَةٍ فَيَجُوْزُ مَعَ الْفِدْيَةِ

Artinya: “Tentang menutup keseluruhan atau sebagian wajah perempuan dengan sesuatu yang dianggap penutup, maka wajib baginya menutup sebagian wajah ketika tidak akan mudah untuk menutup kepala tanpa bagian tersebut. (Menutup keseluruhan dan sebagian wajah) kecuali terdapat hajat (kebutuhan), maka diperbolehkan seraya membayar fidyah.” (Muhammad bin Qasim Al-Ghozi, Fath Al-Qarib Al-Mujib Ma’a Hasyiyah Al-Bajuri [Surabaya: Al-Haramain], vol. 1, h. 325)

Batasannya adalah ketika seseorang merasa tak mampu menahan kepayahan meskipun belum memenuhi kategori uzur (halangan) dibolehkan tayamum (mubih at-tayammum).

Meski begitu, ia tetap berkewajiban untuk membayar fidyah (denda). Pendapat ini disampaikan oleh pemuka mazhab Syafi’i Syekh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H) dalam kitabnya:

(إِلاَ لِحَاجَةٍ) وَيَظْهَرُ ضَبْطُهَا فِيْ هَذَا الْبَابِ بِمَا لاَ يُطَاقُ الْصَّبْرُ عَلَيْهِ عَادَةً ، وَإِنْ لَمْ يُبِحْ الْتَّيَمُّمَ كَحَرٍّ أَوْ بَرَدٍ فَيَجُوْزُ مَعَ الْفِدْيَةِ قِيَاسًا عَلَى وُجُوْبِهَا فِيْ الْحَلْقِ مَعَ الْعُذْرِ بِالْنَّصِّ

Artinya: “Kecuali terdapat hajat (kebutuhan) dan batasannya dalam bab ini ialah dengan sesuatu yang tak kuasa menahan kepayahan tersebut menurut kebiasaannya, meski tidak melegalkan terhadap praktek tayamum. Seperti halnya kepanasan atau kedinginan maka diperbolehkan baginya menggunakan penutup besertaan dengan membayar fidyah sebab di samakan atas wajibnya denda tersebut dengan praktek mencukur rambut dalam kondisi uzur dengan adanya nash.” (Ahmad bin Hajar Al-Haitami, Tuhfah Al-Muhtaj Bi Syarh Al-Minhaj [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 2, h. 64)

Jika perempuan tersebut menutupi wajahnya sebab khawatir dapat menimbulkan fitnah, maka terjadi silang pendapat (khilaf) di kalangan ulama: Menurut versi mazhab Syafi’i hukumnya ia tetap berkewajiban untuk menunaikan fidyah.

Namun, menurut mazhab Hanbali dan pendapat yang dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri (w. 1360 H) dalam Syarh Al-Yaqut An-Nafis fi Mazhab Ibn Idris, ia tidak berkeharusan untuk membayar fidyah. Karena masker dan kacamata tidak dikategorikan sebagai penutup wajah pada umumnya:

Syekh Abdurrahman Al-Jaziri (w. 1360 H) dalam kompilasi fiqih lintas mazhabnya memberikan penjelasan lebih lanjut pernyataan mazhab Hanbali:

الْحَنَابِلَةِ قَالُوْا : لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَسْتُرَ وَجْهَهَا لِحَاجَةٍ كَمُرُوْرِ الْأَجَانِبِ بِقُرْبِهَا وَلاَ يَضُرُّ إِلْتِصَاقُ الْسَاتِرِ بِوَجْهِهَا وَفِيْ هَذَا سَعَةٌ تَرْفَعُ الْمَشَقَّةَ وَالْحَرَجَ

Artinya: “Ulama mazhab Hanbali berkata: Bagi perempuan diperbolehkan untuk menutup wajahnya karena faktor kebutuhan, seperti lewatnya orang lain yang bukan mahram didekatnya, dan tidak bermasalah mengenakan penutup wajah dalam kondisi demikian sebagai bentuk menghilangkan kesukaran dan kesusahan.” (Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahib Al-Arba’ah [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], vol. 1, h. 583)

Kedua, tidak terdapat hajat (kebutuhan). Seperti halnya menggunakan kacamata ataupun masker hanya karena ikut-ikutan ataupun hanya sekadar fashion ataupun style saja. Maka hukumnya haram dan wanita yang mengenakannya harus menunaikan fidyah.

Kesimpulan

Hukum menggunakan masker dan kacamata saat ihram bagi wanita diperbolehkan apabila terdapat kebutuhan (hajat), seperti kepanasan, kedinginan, juga karena paparan debu. seperti halnya guna menjauhi kontak mata dengan lawan jenis yang dapat menimbulkan fitnah. Jika tidak terdapat hajat yang jelas maka hukumnya tidak diperbolehkan.

Mengenai kewajiban untuk membayar fidyahnya, masih terjadi tarik-ulur pendapat di kalangan ulama: Berdasarkan ulama Syafi’iyyah tetap berkeharusan untuk membayar fidyah. Akan tetapi, menurut ulama Hanabilah dan pendapat yang dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar Asy-Syathiri dalam kitab Syarh Al-Yaqut An-Nafis fi Mazhab Ibn Idris tidak wajib untuk membayar fidyah. Wallahu a’lam bis shawab. (AN)