Ketika membaca sejarah perjuangan dakwah Nabi Muhammad SAW maka kita akan mendapati bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seseorang Ummi, yang secara sederhana berarti tidak bisa membaca dan menulis. Hal ini dipertegas oleh Allah SWT dalam firmanya:
وَمَا كُنْتَ تَتْلُو مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ
“Dan Kamu tidak pernah membaca sebelumnya (al-Qur’an) sesuatu kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkarimu).” (Q.S al-Ankabut:48)
Bukan berarti ketidakmampuan Nabi Muhammad SAW dalam membaca dan menulis tidak ada hikmahnya. Dijelaskan dalam tafsir al-Maroghi karangan Syaikh Musthafa al-Maroghi, bahwa hal ini untuk menghilangkan anggapan bahwa Al-Qur’an berasal dari Nabi Muhammad SAW, bukan dari Allah SWT.
Bukan berarti ketidakmampuan Nabi Muhammad SAW dalam membaca dan menulis menunjukkan bahawa beliau bodoh. Gus Baha, dalam salah satu video ceramahnya yang diunggah di Youtube, menjelaskan bahwa ketidakmampuan Nabi Muhammad SAW dalam membaca dan menulis itu bukan menunjukkan sifat Zamm (mencela), akan tetapi menunjukkan sifat madh (pujian).
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW dilindungi oleh Ilmunya Allah SWT, yakni Ilmunya langsung dari Allah SWT dan menunjukkan kemurnian ajaran yang berasal dari Allah SWT dan kenabianya, bukan dari hasil bacaan kitab-kitab terdahulu, sehingga menimbulkan sangkaan bahwa Islam adalah agama buatan Nabi Muhammad SAW, hasil dari inspirasi bacaan kitab-kitab terdahulu.
Lalu, bagaiamana jika ada hadis yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bisa membaca dan menulis? Bagaimana kita memahaminya? Dalam kitab Shahih al-Bukhori, ada hadis yang menjelaskan tentang peristiwa Umrotul Qodho. yang penggalan redaksinya sebagai berikut:
… ثُمَّ قَالَ لِعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ امْحُ رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَلِيٌّ لَا وَاللَّهِ لَا أَمْحُوكَ أَبَدًا فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْكِتَابَ وَلَيْسَ يُحْسِنُ يَكْتُبُ فَكَتَبَ هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ…
…Kemudian Rasulullah Saw berkata kepada Ali bin Abi Thalib RA: “Tolong hapuslah redaski Rasullah”. Ali berkata: “Tidak, demi Allah, saya tidak akan menghapusnya selama-lamanya”. Rasulullah SAW kemudian mengambil kertas tersebut, padahal beliau tidak bisa menulis dengan baik-dan beliau tulis ‘Inilah ketetapan yang diterima Muhammad bin Abdullah….’.
Inti cerita hadis di atas ialah, umat muslim melakukan negoisasi kepada penduduk Makkah agar mengizinkan masuk ke kota ini dan melakukan Ibadah Umroh. Umat muslim dalam surat negoisasinya menulis “Inilah ketetapan yang diterima Muhammad seorang Rasulullah”. Akan tetapi, penduduk Makkah saat itu tidak mau mengakuin kerasulan beliau dan mempermasalahkannya. Akhirnya, untuk mengakhiri poloemik tersebut, Nabi Muhammad SAW mengganti dengan redaksi “Muhammad bin Abdullah” tanpa gelar Rasullah.
Jika kita lihat hadis di atas secara sekilas, kita akan mendapatkan pemahamaman bahwa Nabi Muhammad SAW bisa menulis dan membaca. Jika benar, maka hadis ini bertentangan dengan ayat al-Qur’an yang telah disebutkan di atas. Lalu, bagaiman kita memahami hadis ini?.
Semua penjelasan berikut dikutip dari kitab Fathul Bari karangan Imam Ibnu Hajar al-Asqolani. Untuk pertama, redaksi ‘…Rasulullah Saw kemudian mengambil kertas tersebut, padahal beliau tidak bisa menulis dengan baik…’ menimbulkan presepsi bahwa Nabi Muhammad SAW bisa membaca tulisan di kertas tersebut, sehingga mengambilnya untuk mengganti redaksi yang ada di kertas tersebut. Ternyata, ada hadis lainya sebagai pelengkap dalam menjelaskan hadis ini, yaitu:
…قَالَ فَأَرِنِيهِ قَالَ فَأَرَاهُ إِيَّاهُ فَمَحَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ…
Rasullah Saw berkata; “Tunjukkan kepadaku tulisan kalimat”. Perawi berkata: “Maka Ali menunjukkanya lalu Nabi Saw menghapusnya dengan tangan beliau…”.
Sehingga, jika kita menggabungkan hadis-hadis ini, maka kita akan mendapatkan pemahaman, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak bisa membaca tulisan di kertas tersebut, sehingga meminta bantuan Sayyidina Ali untuk menunjukkan tulisan tersebut. Ketika sudah mendapatinya, maka Nabi Muhammad SAW mengambil kertas tersebut dan menghapus tulisan yang dimaksud.
Lalu bagaimana dengan redaksi
فَكَتَبَ هَذَا مَا قَاضَى عَلَيْهِ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ…
“Dan beliau tulis ‘Inilah ketetapan yang diterima Muhammad bin Abdullah….’.
Jika kita baca sekilas dan hanya berpegangan zahir teksnya saja, maka kita mendapatkan pemahaman bahwa Nabi Muhammad SAW bisa menulis.
Masih dalam penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, bahwa Fakataba di sini artinya bukan Nabi Muhammad SAW menulis, akan tetapi Nabi Muhammad SAW memerintahkan Sayyidina Ali untuk menulis.
Semoga, dengan penjelasan ini, kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW bisa bertambah.