Penangkapan Adnan Oktar atau lebih dikenal dengan nama Harun Yahya oleh otoritas Turki membuat publik, khususnya muslim, terkaget-kaget. Betapa tidak, namanya begitu harum di kalangan muslim Indonesia dengan pelbagai dakwah yang memadukan antara sains (atau seolah-olah sains: pseudosains ) yang dihubungkan dengan tafsir agama plus audiovisual yang cukup keren. Sosoknya dielu-elukan dan dianggap sebagai representasi muslim modern: jago sains, pinter agama.
Begitu terkenalnya Harun Yahya sampai-sampai banyak yang menganggapnya sebagai ilmuwan muslim berpengaruh. Bahkan, banyak sekali yang menjadikan video-video yang tersebar di youtube dan media sosial itu sebagai bahan pembelajaran di sekolah atau halaqoh-halaqoh.
Tidak percaya? Anda bisa dengan gampang saja menemukan Harun Yahya dan pelbagai hal tentangnya dijajakan di lapak-lapak penjual kaset atau di pengajian-pengajian, berjejer dengan video pengajian ustadz atau kiai yang sedang ceramah. Video Harun Yahya ini menjadi salah satu yang paling laris diburu oleh para jamaah atau mereka yang ingin tahu tentang pembenaran islam dan sains.
Baca juga: Harun Yahya Ditangkap Otoritas Turki
Itulah persoalan terbesarnya, kebanyakan umat islam justru percaya kepada ‘seolah-olah sains’yang dibuat Harun Yahya ini. Ia dianggap melawan pelbagai narasi dan teori dalam dunia sains yang sudah diverifikasi dan bertahan lama.
Dalam sains, tentu saja mengenal perdebatan dan bakal melahirkan teori-teori. Dan tentu saja teori-teori ini nantinya akan saling membantah. Siapa yang kuat metodologi, data, argumentasi dan fakta tentunya bakal bertahan lama sebagai sebuah ilmu pengetahuan.
Tapi, apa yang dilakukan Harun Yahya justru tidak menampakkan hal tersebut.Bahkan, Harun Yahya, cenderung mencampuradukkan antara fakta teologis (tafsir, hadis dll) dan berusaha dicocok-cocokkan dengan teori. Salah satu yang paling terkenal adalah usaha Harun Yahya untuk membongkar teori evolusi sosial dari Charles Darwin tentang penciptaan alam dan proses pembentukan manusia. Bahkan, menurut laporan Guardian, ia sempat menentang para ilmuwan tentang ini.
Klaim atas bantahan inipula yang membuat Harun Yahya terkenal, plus ia melakukan persebaran gagasan ini, baik berupa buku, video bahkan TV dengan sangat masif dengan jejaring penerbitan yang juga kreatif, bahkan dengan gampang bisa diunduh gratis. lambata laun, pengaruh Harun Yahya pun tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Di negeri ini pula kita mengenal istilah cocokologi, sesuatu yang tampak sama dan dihubung-hubungkan untuk sebuah pembenaran atas suatu hal. Dan, tentu saja, hal ini ilusi semata dan tidak ilmiah. Dalam dunia sains kita mengenal pseudoscience (ilmu semu) atau seolah-olah itu sains padahal bukan. ilmu semu ini tampak ilmiah tapi sebenarnya tidak mengikuti standar untuk bisa dikatakan ilmiah karena meniadakan metode ilmiah sebagai pijakannya.
Baca juga: Melawan Gelombang Pura-pura Sains: dari Habbatuss Sauda’ Hingga Gaj Ahmada
Faktanya, Harun Yahya tidak memiliki background studi biologi yang relevan dengan apa yang dikritiknya. Bahkan, ia kerap menjadi bahan olok-olok para ilmuwan lain yang menggeluti studi evolusi. Hal itu belum lagi argumentasinya tentang Holocaust–ia menolaknya dengan sangat keras dan masih banyak lagi yang lainnya.
Pertanyaan penting bagi kita: apa karena Harun Yahya seorang muslim maka dengan mudah kita percaya apa yang ia katakan? Atau karena justru kita yang kehilangan inspirasi dari sosok-sosok muslim kontemporer yang berjasa bagi dunia sains dan islam. Atau, kita sebagai muslim kian merasa inferior dengan sains yang memang harus diakui diambil alih peradaban Barat.
Otokritik ini penting bagi kita umat muslim biar tidak terjebak hal yang sama, seperti halnya keterjebakan kita kepada sosok Harun Yahya dan retorika ilmiah yang dibuatnya.
Padahal, kalau mau sedikit berusaha, kita bisa denggan gampang menemukan ilmuwan-ilmuwan muslim lain. Anda tinggal menjentikkan jari di google dan berjumpa dengan banyak pemikir dan ilmuwan muslim lainnya yang benar-benar menjadi ilmuwan, bukan seolah-seolah menjadi ilmuwan seperti Harun Yahya.