Ahmad Ataka, Doktor Muda Ahli Robotik: Bagikan Tips Agar Anak Muda dan Santri jadi Ahli Robot

Ahmad Ataka, Doktor Muda Ahli Robotik: Bagikan Tips Agar Anak Muda dan Santri jadi Ahli Robot

Salah satu ahli robotik yang dimiliki bangsa ini adalah Ahmad Ataka Awwalur Rizqi. Kecintaan pada robotika membuatnya meneruskan kuliah hingga ke di Universitas King’s College London, Ataka melanjutkan posdoktoral di Universitas Queen Mary, London di bawah bimbingan supervisornya, Kaspar Althoefer

Ahmad Ataka, Doktor Muda Ahli Robotik: Bagikan Tips Agar Anak Muda dan Santri jadi Ahli Robot
Ahmad Attaka

Salah satu ahli robotik yang dimiliki bangsa ini adalah Ahmad Ataka Awwalur Rizqi. Kecintaan pada robotika membuatnya meneruskan kuliah hingga ke di Universitas King’s College London, Ataka melanjutkan posdoktoral di Universitas Queen Mary, London di bawah bimbingan supervisornya, Kaspar Althoefer

Semasa sekolah, Ataka juga merupakan seorang santri dan pelajar yang berprestasi semasa sekolah.  Sebelum  melanjutkan studi di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada jurusan teknik elektro, Ataka—sapaan akrabnya—,  merupakan pelajar yang berprestasi. Hal itu dibuktikan dengan saat Sekolah Menengah  Pertama, ia sudah menerbitkan beberapa buku fiksinya yang berjumlah ratusan halaman. Prestasinya pun berlanjutkan ketika duduk di bangkus Sekolah Menengah atas.  Pada Olimpiade Fisika Internasional ke-41 di Zagreb, Kroasia, Ataka berhasil menyabet perak untuk.

Redaksi Islami.co, beberapa waktu lalu, berhasil mewawancarai Ataka dan berbincang terkait banyak hal, terutama tentang sains dan Islam, tips agar anak muda minat belajar sains, dan pondok pesantren di Indonesia lebih membuka diri untuk belajar sains dan teknologi, tidak monoton dalam bidang agama saja. Pasalnya, zaman senantiasa berkembang pesat. Belajar sains dan teknologi merupakan suatu keniscayaan. Inilah hasil interviews tersebut.

Sejak kapan tertarik sains dan teknologi?

Sebenarnya sudah tertarik belajar sains sejak dari kecil,  tertarik belajar Ilmu Pengatahuan Alam dan matematika. Nah itu didukung dengan prinsip almarhum kakek di Banyuwangi, yang kebetulan termasuk suka matematika, dan kakek saya yang mengajarkan dan memberikan semangat juga untuk belajar sains.  Kemudian kecintaan terhadap sains itu terus berkembang, dan yang benar-benar suka ketika sudah memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) – itu juga menandai saya pindah ke Jogja bersama orang tua. Ketika masa SMP inilah saya mengikuti olimpiade sains nasional (USN), dan berhasil mendapatkan medali.

Yang menarik di waktu SMP saya tertariknya beragam; pernah suka matematika, kimia, dan fisika. Nah pada akhirnya di pelajaran Fisika, saya jatuh cinta. Ketika Sekolah Menengah Atas (SMA) saya masih ikut juga dengan kompetisi olimpiade sains tingkat nasional, dan mewakili Indonesia di olimpiade fisika internasional dan mendapatkan medali perak.

Dari sana, saya ingin nanti kuliah di bidang teknologi, kebetulan suka fisika, maka mengambil teknik. Akhirnya saya diterima di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan mengambil jurusan Teknik Elektro tahun 2010. Saat menempuh studi di UGM, saya berkenalan dan tahu dengan teknologi yang namanya Robotik. Yang akhirnya, membuat saya tertarik dan melanjutkan studi di Universitas King’s College, London, dan mengambil doktor jurusan Robotik.

Dari riset kami, orang tua Anda salah satu ketua PCNU Jogjakarta, tidak menyarankan Anda untuk nyantri di Pondok Pesantren?

 Jadi dulu almarhum abi saya cukup berbeda ya dengan kebanyakan orang lain. Ayah saya dulu, diminta oleh kakek saya untuk mendalami ilmu agama. Jadi mondok di Banyuwangi, Krapyak, dan melanjutkan di IAIN. Itu yang abi saya rasakan. Nah untuk saya, abi saya sedikit berbeda. Beliau mengajari saya mengaji, dan ilmu agama lain khas pondok tetapi memberikan ruang untuk anak-anaknya untuk memilih bidang yang memang tertarik. Terlebih teknologi itu adalah aspek yang sangat penting yang dalam kehidupan bangsa dan umat Islam. Alhamdulillah abi saya mensupport saya untuk melanjutkan di bidang sains dan teknologi. Jadi tidak spesifik harus memilih ilmu agama begitu ya, tetapi ya kita kira-kira berkarya dan kontribusi di mana, dan beliau memfasilitasi dalam ranah itu.

Jadi sembari belajar di SMP dan SMA (umum), Anda juga belajar agama dengan orang tua?

Iya. Kalo yang paling intensif ya waktu kecil ya. Waktu saya tinggal dengan kakek saya. Itu kakek punya Langgar kalau di daerah Jawa Timur namanya, beliau mengajari kami anak-anak kecil mengaji dan juga ada taman Al-Qur’an—sekarang sudah jadi sekolah.

Nah ketika SMP sudah pindah ke Jogja, saya belajar dengan bapak.

Bagaimana Anda menganggap hubungan Islam dan sains, dan sejauh mana urgensitas sains untuk saat ini bagi suatu negara?

 Pertanyaan ini mungkin sebenarnya membayangi saya juga. Sejak saya suka ikut olimpiade fisika dan suka juga membaca buku fisika dan sains populer misalnya yang ditulis oleh Carl Sagan dan Stephen Hawking, yang ketika kita baca, tak sedikit dari mereka yang tidak percaya Tuhan. Ada yang biasa saja terhadap agama, pun ada yang ofensif terhadap agama. Secara umum sebagian besar dari orang-orang ini percaya pada materialisme—bahwa segala sesuatu yang ada ya di dunia ini—, tidak ada sesuatu yang

Sempat terpikir juga ya, masa sih ya ilmuwan harus percaya yang seperti itu. Tapi pada sisi lain, saya terekpos juga ya dengan pandangan yang mungkin 180 derajat berkebalikan. Nah misalnya, di waktu SD saya sempat berjumpa dengan guru ngaji yang misalnya menyalahkan teori Heliosentrisme (bumi mengelilingi matahari), kata guru ini itu teorinya orang kafir. Kalau di Al-Qur’an itu, kata guru tersebut semuanya mengelilingi bumi.

Nah jadi dua yang sebrangan. Pada satu sisi, segala sesuatu itu bisa dijelaskan oleh sains yang ada. Yang sesuatu yang tidak bisa diindrawi dan  tidak bisa diobeservasi, maka kita minimal diam, tidak boleh bicara apa-apa, atau lebih para lagi tidak ada. Itu ada di materialisme dan saintisme. Nah satu sisi, yang tadi misalnya ada ayat di Al-Qur’an yang bisa ditafsirkan bahwa bumi itu pusat tata surya, mungkin tidak qathi ya. Itu yang pernah ternyiang pada saya.

Namun seiring berjalannya waktu, ternyata ada yang ditengah-tengah. Jadi itu yang awal kegelisahan saya waktu zaman kuliah sarjana semester awal-awal. Saya harus akui, saya pada awalnya ketika belajar tidak terlalu fokus pada syariah ya. Saya belajar aqidah yang tidak sampai dalam, saya belajar aqidatul awwam, yang ketika mendengar dua kutub pendapat berbeda itu saya penasaran, kemudian mengaji lagi dan membaca lagi, mulai kenal dengan ilmu kalam lebih jauh untuk mendapatkan pemahaman utuh.

Pada ujungnya, saya merasa ada hal-hal yang tidak perlu dipertentangkan. Jadi misalnya yang tadi disoroti, yang bisa observasi itu alam. Itu kata ilmuwan tadi. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa observasi alam kita untuk pengetahuan. Jadi ya sains sebagai sebuah metode, ia adalah metodologi power full mempelajari alam untuk diobservasi. Tapi untuk mengatakan beyond death itu tidak ada apapun, nah itu menurut pemahaman saya bukan ranah sains lagi.

Karena berhenti ketika observasi apa ini teori atau model yang paling bisa gambarkan dan jelaskan observasi tadi. Jadi dia berhenti di situ sebenarnya. Jadi memang yang bisa dijelaskan oleh sains itu yang bisa diobeservasi. Jadi secara metodologi seperti itu—naturalisme metodelogis. Secara metodologi, membatasi diri pada segala sesuatu yang bisa diobservasi.

Namun sisi lain kita harus menyadari bahwa pengetahuan yang didapat dari sains itu power full sekali, yang dalam banyak bidang. Kalau bahasa agamanya qath’i . Meskipun sains itu di sisi lain dinamis ya. Sains bisa berubah, namun banyak hal sains itu sudah sangat mapan. Yang sudah sulit berubah. Namun pada saat ini, teori itu adalah teori terbaik yang kita punya dan harus menggunakan teori tersebut jadi sumber pengetahuan.

Jadi kalau tadi yang mengatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya, itu bukan sesuatu yang qath’i. Itu bukan persoalan akidah. Itu terbuka kemungkinan untuk ditafsirkan ulang kembali. Jika tidak mengimani itu maka keluar dari Islam, itu bukan masalah akidah ya. Bukan juga rukun iman. Jadi ketika dihadapakan pada yang multi tafsir, sains jadi tool, untuk memahami al-Qur’an lebih baik lagi.

 Menarik penjelasan Anda terkait agama dan sains, pun Islam dan sains, namun faktanya di lapangan masih banyak pondok pesantren yang minat belajar sainsnya terbilang kecil. Hal itu berbalik dengan gairah belajar kita kuning, tanggapan Anda?  

Sebenarnya ini tantangan bersama ya. Terlebih di kalangan pondok pesantren khususnya di NU yang punya basis pondok pesantren yang sangat kuat, bahwa perkembangan teknologi sangat cepat dan kita harus menyesuaikan diri ya.

Pada sisi lain, teknologi itu datang dengan membawa potensi yang sangat besar. Jadi pesantren di beberapa daerah berusaha untuk mandiri, dengan mengembangkan diri dengan pelbagai usaha, misalnya ada yang mengembangkan ternak ikan, pabrik roti, pertanian, kemajuan teknologi merupakan suatu peluang bagi pesantren untuk dimanfaatkan. Itu teknologi krusial ya.

Pun sekarang era sosial media, inikan juga merupakan suatu peluang bagi pondok peantren untuk memanfaatkan ke arah yang lebih bagus. Untuk berdakwah, mengoptimalkan juga sistem di pesantren itu sendiri.

Pendek kata, di saat ini teknologi berkembang pesat, kita mau tak mau harus menerima hal demikian. Jadi di sisi lain, kita bisa memanfaatkan teknologi itu untuk dipakai di pesantren, terlebih jika itu terkait dengan teknologi informasi. Mungkin itu tahap awal ya. Jika terus dipupuk akan datang kesadaran bahwa belajar sains penting. Itu istilah kalau mengutip abi saya dulu fardhu kifayah belajar sainsnya. Ilmu fardu ainnya ya sudah kita pelajari misalnya shalat, puasa dan sebagainya. Nah di sisi lain, ada fardhu kifayahnya yaitu belajar sains.

Bagaimana agar anak muda dan sains agar tertarik belajar sains?

Pertama, di pendidikan dasar dan menengah kita itu, pelajaran sainsnya itu banyak yang kurang menarik itu. Jadi misalnya belajarnya dari rumus. Akhirnya, karena ingin lulus, maka ikut bimbel dan menghafalkan rumus. Ya kalau seperti ini pasti tidak akan menarik. Jadi memang kita harus melihat dari perspektif yang berbeda bahwa kita belajar fisika, misalnya kita tidak sedang belajar rumus, tapi kita sedang mempelajari alam sekitar kita, yang sangat menarik dan ada aturan yang berlaku di alam.  Yang jikalau kita belajar itu kita menemukan berlian, yang sangat indah. Terlebih jika melihat susunan alam yang sangat indah, nah belajar fisika itu seperti itu, bukan belajar rumus.

Nah di sisi lain, kita bisa belajar sains itu dari segi sejarahnya. Ternyata sains itu berkembang, ada ilmuwan di sana dari zaman Yunani, era Islam, kemudian renaisans di Eropa dan Barat dari sosok Newton sama Albert Einstein, dan seterusnya. Itu ilmu mereka selalu berkembang, dan kita sedang berjuang mempelajari alam bekerja.

Mengetahui alam bekerja itu merupakan suatu kepuasan tersendiri, wah ternyata begini cara kerja alam. Ini belum kita bicara dari sisi aplikasinya ya. Bahwa sains dan teknologi itu bisa dipakai untuk sesuatu yang bermanfaat.

Jadi sebagai kesimpulan, mungkin cara belajar yang mengandalkan rumus itu harus diubah menurut saya. Jadi kita bisa belajar dari sejarahnya, belajar dari makna di balik rumus itu. Supaya mendapatkan gairah dan kesenangan dalam belajar tersebut. Yang bisa memahami alam yang misterius dan sangat indah. Seperti kata Albert Einstein, yang menyebutkan “hal yang paling misterius dari alam itu adalah fakta bahwa ia dapat dipahami”. Itu very beautiful.

Bisa Anda bagikan tips dan kiat agar anak muda dan santri Indonesia mengikuti jejak Anda menjadi ahli robotik?

Sebenarnya itu bisa dilihat di akun Youtube Jago Robotika, yang saya buat dengan istri. Berawal dari Youtube dan sekarang sudah menjadi lembaga edukasi yang memberikan pendidikan robotika kepada segala usia. Sebenarnya begini, kenapa robotik? Iya karena saya orang robotik. Waktu di Inggris saya mengajar robotika juga untuk anak-anak. Dan dari situ kemudian saya melihat bahwa pertama, bahwa anak bisa belajar robotika, dan banyak manfaatnya, antara lain; melatih logika, dan kecerdasan berpikir, kreativitas, dan imajinasi. Dan dari sana kemudian muncul keinginan, untuk memberikan pelajaran robotika untuk anak-anak dan remaja.

Nah jadi tips untuk belajar teknologi dan robotika juga, secara umum sebenarnya tidak sulit. Semua bisa dipelajari. Di kita yang ada di Youtube Jago Robotika, semangatnya adalah siapapun kamu, berapa umur mu, bisa belajar robotik. Jadi memang, pertama bahwa robotika tidak sulit dan mempelajarinya bisa lintas usia.

Dan terus tipsnya kita harus terus mencoba, sebab membuat robotika itu tidak bisa itu hanya sekali. Bahkan di kalangan profesional juga sering berkali-kali baru jadi. Jadi jangan menyerah dan cari solusi dan masalahnya. Dan informasi dari pelbagai sumber sudah banyak, nah yuk cari dan digunakan imformasi sedemikian rupa untuk belajar. Bisa dari Youtube, online, dan itu bisa digunakan. Itu tipsnya.