Menelusuri Lahan Subur Terorisme di Internet

Menelusuri Lahan Subur Terorisme di Internet

Internet menjadi salah satu media penyebaran terorisme, para teroris merekrut orang di sana. Bagaimana cara menangkalnya?

Menelusuri Lahan Subur Terorisme di Internet

Abdul Rahman, pelaku tindak pidana terorisme yang menyerang Mapolsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan pada awal Juni lalu adalah salah seorang simpatisan ISIS yang direkrut melalui internet. Ia bergabung dengan jaringan teroris ISIS melalui sebuah grup di Facebook.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan, Abdul Rahman juga kerap menunjukkan dirinya menjadi relawan ISIS di akun Facebook. Abdul Rahman merencanakan teror di Mapolsek Daha dengan AS dan TA yang telah diringkus tim Densus 88 pada 5 Juni lalu.

Begitu juga dengan AR (21), ia ditangkap Densus 88 dan Brimob Polda Kalimantan Barat di Jalan Raya Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, pada Jumat (5/6/2020) lalu. AR diduga menjadi relawan ISIS melalui medsos. AR mengakui dirinya mengenal ISIS melalui Grup Facebook. Awalnya AR tidak menampakkan aktivitas apapun, namun belakangan AR kemudian berani menampakkan identitasnya sebagai relawan ISIS di medsos.

Internet dan Bahaya Terorisme

Pergerakan jaringan teroris melalui internet cukup signifikan. Berdasarkan laporan dari laman kominfo.go.id, mulai tahun 2009 hingga 2019 lalu mereka telah menghapus sebanyak 11.803 konten radikalisme dan terorisme di internet.

Kominfo merincikan konten yang terbanyak diblokir berada di facebook dan instagram, yakni sebanyak 8.131 konten. Sementara di twitter sebanyak 8.131 konten. Konten radikalisme dan terorisme yang diblokir di google/youtube sebanyak 678 konten. Kemudian 614 konten di platform telegram, 502 konten yang berada di filesharing, dan 494 konten di situs web.

Sebagaimana disebut dalam laporan tersebut, medsos seperti facebook dan instagram menjadi tempat penyebaran yang sangat tinggi. Hingga saat ini, konten dan narasi bermuatan dukungan kepada jaringan teroris masih terus bersilweran di medsos seperti facebook dan twitter.

Pergerakan ISIS di medsos

Medsos adalah sarana berkomunikasi dan bertukar informasi yang sangat praktis. Siapa saja bisa terhubung dengan medsos asalkan memiliki jaringan internet. Pun, setiap orang bisa memiliki lebih dari satu akun, mengikuti lebih dari satu grup dan berteman dengan lebih dari ratusan orang. Sehingga, perlu kewaspadaan yang ketat terhadap kemudahan-kemudahan yang ada di medsos.

Terlebih sejak awal ISIS kuasai Suriah dan Irak, ISIS kerap menggunakan medsos seperti facebook, telegram, twitter dan whatsapp untuk sarana rekrutmen, doktrinasi dan menyebarkan ideologi, bahkan untuk merencanakan sejumlah teror.

Seperti yang diketahui, ISIS menciptakan sebuah aplikasi yakni Alrawi dan Amaq Agency. Kedua aplikasi ini hanya bisa diunduh melalui software tertentu, sehingga yang bisa menggunakannya pun hanya orang-orang yang tergabung dengan ISIS.

Dilansir melalui portal carubannusantara.or.id, jaringan teroris mulai menggunakan media sosial sebagai perantara Jihad Faradiyah mulai tahun 2004-2009. Dari situ terkumpulah 3.400 anak muda dari Negara Barat yang berhasil direkrut jaringan teroris yang mana dari jumlah tersebut 1/6nya didominasi kaum perempuan.

Dari portal sama, bersumber dari hasil penelitian Universitas Miami Amerika Serikat pada 2015-2016 lalu, penulis menemukan data yang cukup mengejutkan. Disebutkan bahwa ada 166 grup di medsos yang digunakan untuk membangun jaringan seperti doktrinasi dan rekrutmen. Sehari bisa mencapai 90.000 pesan pro terhadap gerakan teroris bertebaran di medsos. Ada 270 kicauan pro ISIS setiap harinya, serta ada 106.000 aktivitas propaganda teroris yang tersebar di medsos setiap harinya. Mengerikan bukan?

Bagaimana Kita Menangkalnya?

Selalu berusaha bijak dalam menggunakan internet adalah kunci terpenting agar kita tidak terjerumus kepada konten dan narasi propaganda terorisme. Wajib untuk mencari guru agama yang mumpuni serta jelas sanad dan keilmuannya supaya menghindarkan diri dari pengaruh doktrinasi radikalisme dan terorisme.

Kita juga perlu untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama dan menafsirkan ajaran agama. Pun dalam mempelajari kitab suci, perlu objektifitas dan kontekstualitas supaya tidak terjerumus dalam kedangkalan pikiran dalam menyimpulkan teks-teks suci agama Islam.

Selain itu, selalu mengutamakan nalar kritis, logika sehat dan perspektif kemanusiaan menjadi hal yang menjadi sangat wajib dalam berinternet. Sebab banyak konten dan narasi di internet kita yang sangat rentan menjadi perantara kita dalam ketersesatan jalan hidup dan memahami ajaran-ajaran agama.