Burma, Myanmar, Suu Kyi

Burma, Myanmar, Suu Kyi

Burma, Myanmar, Suu Kyi

Sejak tahun 2007 saya berteman dengan beberapa orang dari Shan State, Karen State, dan Karenee State, beberapa negara bagian di Myanmar yang masih berkubang konflik. Kami tinggal bersama selama 3,5 bulan dan saling berbagi cerita. Salah satunya adalah mantan combatan yang kemudian bertranformasi menjadi aktivis perdamaian. Ia memegang senjata laras panjang sejak masih belia. Kini ia menjadi aktivis pendamping anak-anak muda yang mengembangkan kampanye damai melalui berbagai macam cara. Meski itu hanya bisa ia lakukan dari luar Myanmar, yakni di Thailand.

Lewat mereka, saya tahu apa itu Myanmar, apa itu Burma, bagaimana proses berdirinya Myanmar yang penuh politisasi dan manipulasi. Dan sebagian dri mereka melawan. Mungkin awalnya sebagian besar. Dan perlahan junta militer menundukkan sebagiannya. Perang gerilya berlangsung dan terus berlangsung. Bahkan hingga hari ini.

Sebagian lain, hidup dan besar di pengungsian. Termasuk salah satu temen saya. Saya ingat betul pesan dia sebelum berpisah: “Suatu hari nanti, ketika kami sudah merdeka, aku berharap dan mengundangmu untuk mengunjungi kampung halamanku yang setengahnya masih hutan.”

Bagaimana pendapat mereka tentang Suu Kyi?

“Bagi kami, Suu Kyi adalah bagian dari rezim penjajah kami. Bersuara untuk kamipun tidak. Dia memang pejuang demokrasi, tapi dia hanya mewakili kelompok lain dari rezim besar itu. Ia tidak mewakili kami, kepentingan kami.” “Dan ia adalah putri dari Jendral Aung San, orang yang mencaplok tanah kami dan mengklaimnya sebagai bagian dari wilayah Myanmar, tanpa kami tahu. Tanpa kami mau.”

Saya, dengan perspektif keIndonesiaan saya waktu itu yang menganggap Suu Kyi sebagai Hero, saya tetap ngotot bahwa betapapun, iklim demokrasi akan memungkinkan mereka berjuang secara diplomasi damai. Dan Suu Kyi sedang memperjuangkan demokrasi. Mereka setengah mengiyakannya, dan bahkan mendorong teman-teman yang lain untuk turut mendorong Suu Kyi berjuang mengakhiri Junta Militer yang penuh kekerasan. Tapi tetap, mereka tidak percaya Suu Kyi.

Dan hari ini, ketika kebengisan militer Myanmar ditonton dan dipertontonkan sedemikian rupa oleh khalayak [mungkin sebagian bercampur dengan hoax], saya menunduk, mengingat saudara-saudara saya di Shan State, Karen State, Karenee State, dan negara bagian yang lain. Ribuan. Mungkin jutaan, dari mereka menjadi korban dari kebengisan dan kerakusan sebagian orang, atas kekuasaan.

Semoga Tuhan melindungi mereka semua.

*) Anick HT