Bertakwa, Jangan Hanya di Bulan Ramadhan!

Bertakwa, Jangan Hanya di Bulan Ramadhan!

Pada bulan Ramadhan, orang-orang berlomba-lomba menjadi umat yang bertakwa. Tapi setelah Ramadhan, semuanya sirna.

Bertakwa, Jangan Hanya di Bulan Ramadhan!

Ketika memasuki bulan Ramadhan, orang-orang muslim biasanya ingin merasa lebih taat dan bertakwa pada perintah Tuhan dibanding bulan lainnya. Entah itu karena dorongan diri sendiri atau karena hanyut pada euforia lingkungan sekeliling semata.

Seperti sudah maklum, pada bulan Ramadhan selain memang kita menjalankan ibadah istimewa berupa puasa wajib, banyak pula bertebaran poster dakwah, jadwal imsakiyah, hingga gencarnya iklan-iklan dari berbagai macam brand produk serta acara televisi atau konten youtuber yang mengusung tema Ramadhan.

Masyarakat muslim akhirnya menjadi memiliki semangat tersendiri dalam menjalankan rutinitas religius pada bulan suci ini. Banyak juga aktivitas berburu amal saleh, semisal tadarus Al-Quran, i’tikaf di masjid-masjid, shalat malam, banyak bersedekah, mengurangi maksiat dan lain sebagainya. Pada bulan ini kegiatan penuh ketakwaan menjadi terasa gegap gempita.

Sasaran ibadah puasa di bulan Ramadhan memang ditujukan agar manusia bertakwa alias menjalankan perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Seperti termaktub dalam ayat Al-Quran yang hampir pasti sudah akrab di telinga kita:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah [2] : 183)

Namun perlu diwanti-wanti, semangat ketakwaan sebisa mungkin tidak hanya meletup-letup di satu bulan Ramadhan saja. Menurut Kiai Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Pengajian Ramadhan Kiai Duladi, pemilihan kata takwa pada ayat di atas dengan menggunakan fi’il mudhari’ (kata kerja kini dan nanti). Dalam tata bahasa Arab, fiil ini semata untuk memberi makna terus-menerus. Sehingga kurang lebih makna ayat di atas “agar kamu terus-menerus bertakwa (tidak hanya di bulan Ramadhan saja)”.

Menurut mantan Imam Besar Masjid Istiqlal ini, ayat di atas tidak bisa kita lepaskan begitu saja dari ayat lainnya. Dalam memahami Al-Qur’an, ada satu bagian yang disebut munasabah al-ayah yakni hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya. Ayat di atas masih berkelindan dengan ayat 3-4 di surat yang sama. Pada ayat 3 dan 4 ini dijelaskan bagaimana gambaran seorang muslim yang bertakwa.

Dalam ayat ini pula ungkapan Al-Quran sama, menggunakan kata kerja kini dan sekarang yang bermakna terus-menerus. Sehingga, orang yang bertakwa versi Al-Quran adalah orang yang senantiasa mempercayai hal gaib, senantiasa mendirikan shalat, senantiasa menyedekahkan sebagian dari hartanya, senantiasa beriman kepada ajaran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya, dan senantiasa meyakini adanya kehidupan di akhirat kelak.

Keinginan menggebu untuk bertakwa kepada Allah sudah semestinya tidak hanya pada bulan Ramadhan saja. Bulan Ramadhan bagai bulan latihan menahan hawa nafsu yang akan kita aplikasikan kelak di bulan-bulan berikutnya.

Jangan sampai Ramadhan kita ibarat memutar roda, di putaran pertama sangat kencang, akan tetapi lambat laun putaran roda akan melambat. Semakin menjauh dari bulan Ramadhan, takwa kita terasa semakin mengendur.

Wallahu a’lam bishawwab.

(AN)