Saya jarang sekali membaca pemberitaan internasional, apalagi soal konflik di Timur Tengah, namun karena tidak sengaja melihat berita tadi pagi bikin saya penasaran. Begitu juga tiba-tiba, banyak orang yang tidak kenal Jenderal Qassem Soleimani menyebut-nyebut dalam sejumlah perbincangan di media sosial. Sebagian besar terkejut. Sebagian lagi biasa-biasa saja. Namanya mewarnai seluruh pemberitaan internasional.
Siapa jenderal tersebut? Kenapa Trump menginginkan kematiannya? Sean Philip Cotter melalui Boston Herald mengatakan, selama ini dia adalah orang yang ditarget AS untuk dihabisi.
Tanggal kematian Jenderal Qassem Soleimani sudah disiapkan Presiden Trump dan militer AS. Dia musuh lama Amerika yang dianggap bertanggungjawab atas kematian ratusan tentara AS dan penyokong utama gerakan perlawanan di seluruh Timur Tengah.
Dekat bandara Baghdad Soleimani dibunuh menggunakan serangan bom oleh pesawat tak berawak. Dia adalah komandan perang Iran paling terkenal sebagai pemimpin divisi Pasukan Quds elit dari Korps Garda Revolusi Islam Iran. Dialah komandan perang yang secara langsung mengontrol pasukan proksi Iran di Irak, Suriah dan Libanon.
Selama bertahun-tahun, AS telah lama mempertimbangkan membunuh Soleimani. Ini disebabkan karena milisinya telah membunuh lebih dari 600 tentara AS ketika bertempur melawan kepentingan Amerika dan menyalurkan sumber daya kepada para pembuat bom sewaktu Iran berupaya meningkatkan kekuatan dengan mengorbankan pemerintahan Presiden AS baik era Bush maupun Obama. Dua presiden tersebut terus menunda kematiannya lantaran menganggap kematian sang jenderal akan memicu kemarahan Iran lebih ganas.
Pada 2007, ada upaya pasukan komando AS mengawasi konvoi yang membawa Soleimani menuju Irak utara. Saat itulah, kesempatan emas membawanya keluar. Namun para pemimpin militer melakukan aksi mogok sehingga menunda serangan yang sangat provokatif tersebut.
“Demi menghindari baku tembak, dan pertikaian politik lebih berat, saya memutuskan kita harus memantau pergerakan pasukan dengan tidak segera menyerang,” kata pensiunan Jenderal Stanley McChrystal yang menulis tahun lalu dalam Kebijakan Luar Negeri AS. Namun, setelah serangan Kamis lalu, Ketua Gabungan Jenderal Mark Milley mengatakan Pentagon sampai pada kesimpulan, “the risk of inaction exceeded the risk of action,” bertindak punya resiko dan tidak bertindak jauh lebih berisiko bagi AS.
Penasihat Keamanan Nasional Presiden Trump, Robert O’Brien mengatakan kepada wartawan Jumat lalu, sehari setelah penyerangan, akhirnya berhasil membunuh Soleimani di mana berita tahun-tahun sebelumnya dia dikabarkan tewas atas serangan ke Baghdad dari Damaskus.
“Soleimani tokoh sentral di Iran – dia adalah perwakilan militer Iran ke Timur Tengah,” kata Jim Walsh, ahli terorisme dan Timur Tengah di Massachusetts Institute of Technology kepada Herald.
Soleamani, kata dia, dikagumi banyak orang dan kharismatik, orang-orang percaya kehebatannya di bidang strategi militer. Bahkan, ia dianggap orang kedua terkuat setelah Imam Khomaeni
Namanya masyhur sebagai komandan perang sewaktu Perang Iran-Irak tahun 1980-an sebelum mengambil alih komando Pasukan Quds. Dia beberapa kali dikabarkan tewas – dalam kecelakaan pesawat 2006 di barat laut Iran dan pemboman 2012 di Damaskus. Baru-baru ini, berkembang desas-desus pada November 2015, Soleimani terbunuh atau luka parah dalam pertempuran di Aleppo, Suriah.
Pasukan AS menuduh Pasukan Quds atas serangan di Karbala selama Perang Irak yang menewaskan lima tentara Amerika, serta melatih sekaligus memasok pembuat ragam jenis bom.
Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei sangat dekat dengannya. Alex Vatanka dari Middle East Institute mengatakan, Soleimani lebih kontroversial di Iran daripada pemberitaan media internasional. Berdasarkan sejumlah liputan dalam negeri Iran, dia digambarkan sebagai orang yang mampu mengalahkan ISIS seorang diri. Dari semua itu, propaganda AS sangat jelas, bahwa Trump tidak ingin pengaruhnya berkurang di Timur Tengah, dan tidak suka Iran mengambil pengaruh politik di Timur Tengah.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memimpin salat jenazah mendiang Jenderal Soleimani. Seluruh pejabat tinggi Iran turut mensalatkan jasad Soleimani yang digelar di Teheran University pada Senin lalu. Sebelum disalatkan, jenazah Soleimani sempat diarak ke Kota Ahvaz beberapa jam setelah tiba dari Irak. Jasad pria 62 tahun itu akan diarak ke sejumlah kota sebelum dimakamkan pada Selasa hari ini. Soleimani akan disemayamkan di sebuah situs keramat Syiah di kota suci Qom, selatan Teheran, sebelum dimakamkan ke kampung halamannya di Kerman.
“Soleimani dalam banyak hal adalah wajah Republik Islam Iran,” kata Vatanka.
Namun bagi sebagian besar rakyatnya, dia bukan sekadar wajah Republik Islam Iran melainkan ideolog yang hebat. Dan kebijakan luar negeri Amerika telah membuat Iran mengibarkan bendera merah sebagai pertanda dimulainya perang suci.
Selamat jalan, jenderal.
Foto ini dirilis 27 Maret 2015 oleh situs web resmi kantor pemimpin tertinggi Iran, komandan Pasukan Quds Iran. Qassem Soleimani duduk dalam upacara keagamaan di sebuah masjid di kediaman Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Iran. Serangan udara A.S. dekat bandara Baghdad pada Jumat 3 Januari 2020 menewaskan Jenderal Qassem Soleimani selaku kepala Pasukan Quds elit Iran. Soleimani dianggap sebagai arsitek kebijakan sentral Iran di Suriah. (Kantor Pemimpin Tertinggi Iran melalui AP, File)
Sumber: Boston Herald, CNN dan lainnya.