Di Indonesia, jualan “Islam under attack” itu kencang sekali. Narasi bahwa Islam sedang diserang oleh kaum kafir itu dipakai secara konsisten dari tahun 40an sampai sekarang untuk menjustifikasi pergerakkan yang bertujuan mengganti sistem pemerintahan, atau pemimpin yang dianggap bersekutu dengan kaum kafir.
Rujukan yang selalu dipakai adalah rujukan di Timur Tengah. bagi kelompok yang ini, apa yang terjadi di Timur Tengah menunjukkan bagaimana Islam itu sedang diserang, sehingga kaum muslim di sana sedang bersatu dan melawan kaum kafir. Dengan demikian maka perang suci alias Jihad Fisabilillah itu patut ditegakkan di Indonesia.
Tapi pengalaman beta berkata lain. Sebagai seorang Kristen, beta punya pengalaman berinteraksi dengan para kombatan, milisi maupun tentara di beberapa negara di mana perang itu sedang berlangsung. Saat mereka mengetahui beta berasal dari Indonesia, maka pertanyaan pertama yang muncul adalah: Kamu Muslim? Dan selalu beta jawab dengan: Tidak, Saya seorang Masehi (Kristen, dalam bahasa Arab).
Kalau memang ada perang agama, maka jawaban di atas akan secara otomatis membuat beta meluncur ke liang kuburan dengan lubang-lubang peluru di kepala dan badan. Tetapi kenyataannya tidak!
Di Iraq dan Yemen, beta pernah dikawal oleh milisi Sunni, pernah dikawal oleh milisi Syiah, oleh tentara Arab, oleh tentara Kurdi, berinteraksi dengan milisi kristen, dan jawaban: Saya seorang Kristen itu malah membuat beta dihargai, dijaga bahkan diberi akses yang tidak sembarang orang bisa mendapatkannya.
Bahkan, di saat musuh yang dihadapi itu sama, maka kelompok-kelompok dengan latar belakang agama maupun suku yang berbeda ini ternyata saling bekerja sama baik lewat pertukaran intelijen maupun pergelaran pasukan di lapangan.
Kenyataanya adalah bahwa tidak ada itu namanya Perang Agama! Apalagi di Indonesia di mana Islam adalah mayoritas. Islam under attack itu adalah pembodohan yang dilakukan oleh sekelompok elit atau orang yang menganggap dirinya elit dengan tujuan ingin tetap berkuasa atau ingin meraih kekuasaan semata.
Pengalaman sudah membuktikan bahwa mereka yang selalu membawa label agama, adalah mereka-mereka yang sebenarnya orang yang menistakan agama itu sendiri, karena merekalah yang menjerumuskan orang-orang yang berhasil mereka tipu ke dalam kesengsaraan. Lihat saja ketika eksistensi para pion ini seakan hilang dan tidak diakui saat mereka ditangkap karena melakukan tindak pidana yang melanggar hukum negara. Apakah pemimpin mereka datang dan menjenguk?
Jadi, sejatinya tidak ada itu perang agama. Yang ada hanyalah perang karena kerakusan beberapa orang yang ingin merebut kekuasaan atau ingin mempertahankan kekuasannya ‘at all cost’, dan memakai agama sebagai katalis untuk mengumpulkan para pion yang siap untuk ditumbalkan.
Mau jadi pion? itu pilihan anda.
*) Alto Luger; pengamat konflik, pernah tinggal di Irak saat perang.