Curah hujan yang tidak menentu bisa menjadi persoalan tersendiri bagi orang dengan mobilitas tinggi. Terutama bagi para pengguna kendaraan bermotor atau bermobil, satu dari tantangan besar yang harus dihadapi adalah genangan air di jalan.
Mengatasi hal tersebut bukan hanya soal keselamatan, tetapi juga soal etika berkendara yang penting untuk dipahami.
Menyeberangi genangan air rupanya membutuhkan kehati-hatian ekstra. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), ada aturan yang mengatur tentang bagaimana kita harus menghadapi situasi ini.
Pasal 116 Ayat 1 dari UU tersebut menekankan pentingnya memperlambat kendaraan sesuai dengan rambu-rambu lalu lintas yang ada. Bahkan, dalam Pasal 116 Ayat 2 butir C, dijelaskan bahwa memperlambat kendaraan menjadi kewajiban saat cuaca hujan atau ketika menghadapi genangan air.
Namun, lebih dari sekadar memperlambat kendaraan, aturan tersebut juga menekankan pentingnya kesadaran terhadap situasi lalu lintas sekitar. Pengemudi diharapkan untuk mengamati kondisi di sekitar kendaraan tanpa mengganggu kendaraan lain.
Aturan ini tidak hanya berlaku untuk situasi hujan dan genangan air. Saat melewati kendaraan umum yang sedang berhenti atau memulai perjalanan, kendaraan juga harus memperlambat lajunya. Begitu pula saat melewati kendaraan yang ditarik hewan atau saat mendekati daerah padat masyarakat tanpa rambu lalu lintas yang jelas.
Dan tentu saja, ketika ada pejalan kaki yang akan menyeberang, kendaraan harus memperlambat lajunya. Kesadaran akan keberadaan pejalan kaki adalah kunci keselamatan bagi semua pihak.
Jadi, ketika kamu sedang berkendara di tengah hujan dan menjumpai genangan air, penting diperhatikan bahwa tidak hanya keselamatan diri sendiri yang harus diutamakan, tetapi juga kesadaran dan etika berkendara yang baik.
Setidaknya dengan mematuhi aturan dan mengutamakan keselamatan bersama, kita bisa menjadikan jalan raya lebih aman bagi semua pengguna jalan.