Ustadz Maaher, Begini Lo Ulama Hadis Pahami Doa Nabi di Perang Badar

Ustadz Maaher, Begini Lo Ulama Hadis Pahami Doa Nabi di Perang Badar

Ustadz Maaher, Begini Lo Ulama Hadis Pahami Doa Nabi di Perang Badar

Viral video Ustadz Maheer At-Thuwailibi yang menanggapi kritikan terhadap puisi yang dibacakan Neno Warisman. Beliau menuding orang yang mengkritik itu hanya untuk mencari kesalahan dan tidak mengerti hadis Nabi. Pasalnya, doa yang dibaca Neno Warisman saat munajat 212 itu juga dibaca Nabi saat perang badar.

Namun pertanyaan selanjutnya, meskipun itu hadis Nabi dan riwayatnya benar, bagaimana ulama memahami hadis itu, apakah pantas doa tersebut dibaca dalam konteks pemilu di mana kedua paslon sama-sama muslim dan keduanya sudah komitmen untuk pemilu damai dan aman.

Doa yang dibaca Neno Warisman mirip dengan doa Nabi saat perang Badar yang terdapat dalam riwayat Muslim dari sahabat Umar ibn Khathab, doa Nabi itu sebagai berikut:

اللهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي، اللهُمَّ إِنْ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الْإِسْلَامِ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ

Ya Allah, penuhilah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika Kaubinasakan kelompok Islam ini, Engkau takkan lagi disembah di bumi.”

Dalam kitab tipis al-Sirah al-Nabawiyyah; Durus wa ‘Ibar, Dr. Musthafa al-Siba’i menjelaskan sekilas tentang situasi dan kondisi Perang Badar.

Perang Badar terjadi tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Pasukan musuh berjumlah 1000 prajurit, sementara pasukan muslim hanya berjumlah 313 atau 314 prajurit (319 menurut riwayat Muslim).

Singkat cerita, pada hari H, Rasulullah memeriksa pasukan. Memberikan orasi yang menyemangati mereka. Setelah itu, beliau masuk ke tendanya dengan ditemani Abu Bakar. Salah seorang sahabat berjaga-jaga dengan pedang yang terhunus. Dalam tenda itu, Rasulullah berdoa dengan posisi sujud. Lama sekali beliau bersujud.

“Ya Allah, penuhilah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika Kaubinasakan kelompok Islam ini, Engkau takkan disembah di bumi.”

Iya. Lama sekali Rasulullah bersujud. Bayangkan saja, pasukan Rasulullah harus menghadapi pasukan lawan yang jumlahnya lebih dari tiga kali lipat lebih banyak. Saking lamanya, serban beliau sampai jatuh. Abu Bakar mengambilnya dan menempatkannya kembali di bahu beliau. Abu Bakar kembali mundur. Abu Bakar barangkali berpikir Rasulullah terlalu lama bersujud. Ia sampai harus mengingatkan.

“Cukup, Rasulullah,” kata Abu Bakar. “Allah akan memenuhi janjimu.” Singkat cerita, pasukan Rasulullah menang. Kembali ke perkara doa Rasul di atas.

Bagaimana bisa Rasulullah memastikan bahwa Allah tidak akan lagi disembah jika pasukan muslim kalah, binasa?

Dalam kitab Kasyf al-Musykil min Hadits al-Shahihain, Ibnul Jauzi menyatakan bahwa tak layak kita menduga Nabi bermaksud seperti itu. Tak tepat menduga bahwa kekalahan pasukan muslim yang berjumlah 300 ratusan prajurit dapat menyebabkan tidak akan ada lagi orang yang menyembah Allah.

Sebab, orang Islam yang ikut Perang Badar hanya sekitar 300 dari seluruh umat muslim. Di Madinah masih banyak orang Islam yang tidak ikut berperang. Belum lagi umat Islam yang masih tinggal di Makkah. Perang Badar terjadi setelah lima belas tahun kenabian, setelah sosok Muhammad diutus menjadi Nabi dan mengajak orang memeluk Islam.

Artinya, saat itu sudah cukup banyak umat Islam. Tiga ratusan orang yang ikut perang itu hanya sebagian dari populasi umat Islam. Andai tiga ratusan orang itu seluruhnya binasa, tetap masih ada umat Islam yang menyembah Allah.

Jadi, secara redaksional, doa di atas tidak masuk akal. Ibnul Jauzi menduga, redaksi doa dalam hadis riwayat Umar di atas adalah riwayat bil ma’na yang salah redaksi. Hadis terkait doa Nabi di atas memang beragam. Dan Ibnul Jauzi lebih memilih redaksi doa (riwayat Anas ibn Malik) ini untuk layak dijelaskan:

اللهم إنك إِن تشأ لَا تعبد فِي الأَرْض

“Ya Allah, jika Engkau berkehendak, Engkau tidak akan disembah di bumi.”

Jadi, perbedaan antara hadis riwayat Anas ini dan riwayat Umar di atas ada di kata in tasya’ yang bermakna “jika Engkau berkehendak”.

Maka, doa di atas menjadi begini: “Ya Allah, penuhilah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, berikanlah apa yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika Kaubinasakan kelompok Islam ini, dan jika Engkau berkehendak, Engkau takkan disembah di bumi.”

Agaknya, Ibnul Jauzi begitu berhati-hati terkait unsur makna teologis dalam doa Nabi tersebut. Ada perbedaan signifikan dalam sudut pandang akidah antara doa dalam riwayat Umar dan doa riwayat Anas.

Dalam riwayat Umar, pemahaman yang dapat muncul adalah bahwa tidak akan ada lagi yang menyembah Tuhan jika tiga ratusan pasukan muslim itu kalah.

Sementara, dalam riwayat Anas, pemahamannya adalah tidak akan ada lagi yang menyembah Tuhan jika Tuhan sendiri yang menghendaki [untuk tidak disembah].

Nah, Ibnul Jauzi memilih yang kedua. Memilih riwayat Anas ibn Malik. Memilih makna ini: “Ya Allah, jika Kaubinasakan kelompok Islam ini, dan jika Engkau berkehendak, Engkau takkan disembah di bumi”. Pemahaman ini lebih dapat diterima dari sisi teologis.

Maka, dari pemahaman itu dapat ditarik dua makna dalam doa Nabi di atas. Pertama, Tuhan tidak butuh disembah; manusialah yang butuh menyembah Tuhan. Kedua, jika tiga ratusan pasukan muslim kalah dan binasa, Nabi khawatir orang-orang baik akan berkurang dan lebih banyak orang-orang jahat.

Penjelasan ini diambil dari tulisan Juman Rofarif, Selengkapnya Klik di Sini